Subkontraktor Proyek Pabrik Blast Furnace Diperiksa, Tersangka Segera Ditetapkan
Kasus dugaan korupsi pembangunan pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk temui titik terang. Kejaksaan Agung akan segera menetapkan tersangka.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik memeriksa subkontraktor atau penyedia jasa dalam pembangunan Pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Diduga pelaksanaan pekerjaan oleh subkontraktor tersebut tidak mendapat persetujuan dari PT Krakatau Steel (Persero) Tbk selaku pemilik proyek.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, pada Kamis (7/7/2022) mengatakan, penyidik memanggil dan memeriksa satu saksi berinisial BHA. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT Ting Tai Konstruksi Indonesia.
Menurut Ketut, BHA diperiksa terkait perkara dugaan korupsi pembangunan Pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk pada tahun 2011. Adapun keterkaitan BHA dengan proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dimulai pada tahun 2014. Saat itu, PT Ting Tai Konstruksi Indonesia menjadi subkontraktor atau vendor PT Krakatau Engineering dengan menandatangani empat kontrak pekerjaan konstruksi senilai Rp 35,37 miliar.
”Di mana dalam seluruh pelaksanaan pekerjaan, subkontraktor tersebut tidak pernah mendapat persetujuan dari PT Krakatau Steel selaku pemilik pekerjaan,” kata Ketut.
Pada Maret 2011, lelang pembangunan Pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dimenangi oleh Konsorsium MCC CERIdan PT Krakatau Engineering dengan sumber pendanaan dari Eksport Credit Agency (ECA) dari China.
Namun, ternyata ECA tidak menyetujui pembiayaan proyek tersebut karena kinerja keuangan PT Krakatau Steel dinilai tidak memenuhi syarat. Kemudian, PT Krakatau Steel mengajukan pinjaman sindikasi ke Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank OCBC, Bank ICBC, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan nilai kontrak setelah perubahan sebesar Rp 6,9 triliun. Di kemudian hari, pembayaran yang dilaksanakan sebesar Rp 5,3 triliun.
Pada Maret 2011, lelang pembangunan Pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dimenangi oleh Konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering dengan sumber pendanaan dari Eksport Credit Agency (ECA) dari China.
Pada perjalanannya, pembangunan pabrik tersebut dihentikan pada 19 Desember 2019 ketika pabrik belum selesai 100 persen. Alasannya, setelah dilakukan uji coba, ternyata biaya produksi lebih besar dibandingkan harga baja di pasar. Adapun dalam proses pembangunan, dilakukan beberapa kali adendum.
Penyidik kemudian menyimpulkan adanya indikasi tindak pidana korupsi. Selain itu, pekerjaan belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapatberoperasi lagi atau mangkrak.
Secara terpisah, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Supardi mengatakan, penyidikan perkara dugaan korupsi pembangunan Pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sudah menunjukkan titik terang. Saat ini, penyidik telah selesai melakukan gelar perkara untuk menentukan pihak yang paling bertanggung jawab dalam perkara tersebut.
”(Ekspos) sudah digelar. Nanti, siapa-siapanya (yang menjadi tersangka), menunggu pimpinan, keputusan Jaksa Agung,” kata Supardi.
Menurut Supardi, pihak yang akan ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut lebih dari dua orang. Namun, Supardi menolak jumlah pasti karena hal itu merupakan keputusan Jaksa Agung. Hingga saat ini, lanjutnya, pihak-pihak yang akan ditetapkan sebagai tersangka tersebut masih berada di Indonesia. Sejauh ini penyidik tidak mencekal mereka.