Belum Ada Capres yang Diusung, Koalisi Masih Akan Cair
Saat ini hampir semua parpol masih terus menjajaki kemungkinan koalisi. Akan tetapi, komunikasi yang dilakukan masih pada taraf lobi-lobi sehingga diyakini belum ada koalisi yang benar-benar tetap.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun poros koalisi sudah terlihat mengerucut ke dalam beberapa kelompok, hal itu tidak menjamin koalisi akan bersifat permanen hingga Pemilihan Presiden 2024. Seluruh partai politik masih terus bergerak untuk berkomunikasi satu sama lain, hingga ada keputusan tentang calon presiden dan calon wakil presiden yang disepakati.
Komunikasi intens antarpartai politik (parpol) salah satunya dilakukan oleh Partai Gerindra. Meski telah mengumumkan penguatan kerja sama dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, pekan lalu, Gerindra tetap membuka kemungkinan kerja sama dengan parpol lain.
Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad membenarkan, dalam waktu dekat Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dijadwalkan bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Agenda yang dimaksud terkait dengan Pemilu 2024. Akan tetapi, ia belum mengetahui jadwal pasti pertemuan keduanya.
”Memang ada rencana, tetapi mungkin masih dimatangkan,” katanya dihubungi dari Jakarta, Minggu (3/7/2022).
Dalam waktu dekat, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dijadwalkan bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Agenda yang dimaksud terkait dengan Pemilu 2024.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Airlangga dan Prabowo kerap bertemu, baik dalam pertemuan formal maupun informal. Tidak tertutup kemungkinan, pertemuan serupa akan terjadi dalam waktu dekat.
Namun, Doli menyangkal jika dikatakan bahwa pertemuan Airlangga dengan Prabowo terjadi karena penguatan kerja sama antara Gerindra dan PKB. Menurut dia, setiap parpol memiliki strategi masing-masing untuk mengambil langkah politik. Hal itu merupakan kedaulatan partai yang patut dihormati. Sebagaimana parpol lain menghargai keputusan Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
”Sekalipun KIB sudah terbentuk, tidak menutup kemungkinan bahwa kami juga terus berkomunikasi dengan parpol yang lain. Kami terus membuka diri,” kata Doli.
Selain Gerindra, tambah Doli, Golkar juga berkomunikasi dengan Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan PKB. Pembicaraan dengan sejumlah partai itu berkisar seputar kondisi dan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini dan ke depan.
Sekalipun KIB sudah terbentuk, tidak menutup kemungkinan bahwa kami juga terus berkomunikasi dengan parpol yang lain. Kami terus membuka diri.
Namun, belum ada pembicaran seputar capres dan cawapres yang akan diusung di Pilpres 2024. KIB secara internal juga belum membahasnya karena masih menuntaskan pembahasan tentang konsep dan program yang akan ditawarkan kepada masyarakat.
Meski demikian, Doli tidak memungkiri, dari sejumlah komunikasi itu diharapkan bisa menarik partai lain untuk bergabung ke KIB. ”Kami berharap begitu, koalisi semakin lama semakin berkembang dan melibatkan parpol-parpol yang lain,” ujarnya.
Ditentukan capres/cawapres
Ketua DPP PKS Ahmad Mabruri mengatakan, saat ini hampir semua parpol masih terus menjajaki kemungkinan koalisi. Akan tetapi, komunikasi yang dilakukan masih pada taraf lobi-lobi sehingga belum ada koalisi yang benar-benar tetap.
Termasuk antara PKS, PKB, dan Demokrat yang sebelumnya pernah mengumumkan rencana pembentukan koalisi. Alih-alih membentuk koalisi tersebut, PKB saat ini justru memperkuat kerja sama dengan Gerindra.
Tak hanya koalisi yang masih diwacanakan, menurut Mabruri, perubahan juga bisa terjadi pada koalisi yang sudah dideklarasikan. KIB, misalnya, berpotensi untuk kembali cair jika tidak ada kesepakatan antarparpol tentang capres/cawapres yang akan diusung.
”Saya memprediksi, sampai akhir tahun 2022 peta koalisi masih mungkin untuk berubah,” kata Mabruri.
Senada, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengatakan, komunikasi yang dilakukan oleh parpol-parpol merupakan bagian dari penjajakan politik. Meskipun PDI-P merupakan satu-satunya parpol yang sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden dan bisa mengusung capres/cawapres tanpa koalisi, komunikasi politik dengan parpol lain tetap dilakukan.
Komunikasi dilakukan secara kolektif oleh semua jajaran partai di semua tingkatan, termasuk pula di DPR. ”PDI-P juga siap bekerja sama dengan parpol lain, hanya saja prioritas saat ini adalah turun ke bawah membantu rakyat,” ujarnya.
Hasto menambahkan, dalam membangun kerja sama politik, PDI-P berkomitmen mengedepankan ketaatan pada azas dan tidak membajak kader parpol lain, baik dengan iming-iming kekuasaan maupun menggunakan instrumen hukum. Sikap menjaga etika politik ini yang membuat PDI-P tidak memiliki hambatan dalam membangun kerja sama.
Selain itu, diakui, persoalan kerja sama politik pada akhirnya akan ditentukan oleh capres/cawapres yang akan diusung. PID-P juga berkonsentrasi untuk menyiapkan konsep pola pembangunan nasional semesta berencana yang akan menjadi dasar visi dan misi capres/cawapres yang ditetapkan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
”Partai meyakini bahwa akhirnya semua akan mengerucut pada siapa yang akan diusung sebagai capres dan cawapres, dan bagaimana agenda pemerintahan,” kata Hasto.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, walaupun parpol-parpol saat ini sudah mulai mengelompok dan terlihat solid berkoalisi, ikatan di antara mereka juga masih rentan terputus. Daya tahan koalisi di antaranya disebabkan oleh kegagalan menyepakati calon yang berpotensi menang.
Adanya tarikan eksternal terkait dengan keberadaan calon yang lebih potensial menang juga dapat merusak soliditas koalisi. Begitu pula pembagian kekuasaan yang tidak adil dan terbuka.
Selain itu, keberadaan kandidat yang akan diusung selama ini merupakan pengikat koalisi dalam jangka pendek. Tanpa keberadaan capres/cawapres, kerja sama antarparpol masih rentan gagal.
”Koalisi politik di Indonesia terbiasa diikat oleh calon kandidat yang akan diusung. Untuk itu, koalisi tetap memerlukan calonnya pada Pilpres 2024,” ujar Arya.