Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin didakwa menerima uang suap Rp 572 juta melalui orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bupati Kabupaten Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin didakwa menerima suap sebesar Rp 572 juta sebagai kompensasi atas pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang serta Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sementara sang kakak, Iskandar Perangin Angin, didakwa mengatur sedemikian rupa agar pengadaan barang dan jasa tersebut jatuh ke perusahaan-perusahaan yang sudah ditunjuk sebelumnya.
Dakwaan terhadap Terbit dan Iskandar dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Zainal Abidin, Hendra Eka Saputra, Greafik Loserte Tramanggal Kayudha, Arif Usman, Rio Vernika Putra, dan Lio Bobby Sipahutar, secara bergantian. Dakwaan dibacakan dalam sidang perdana perkara terhadap Terbit dan Iskandar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (13/6/2022) malam. Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Djuyamto dengan didampingi Rianto Adam Pontoh dan Ida Ayu Mustikawati sebagai hakim anggota.
Jaksa mendakwa Terbit telah menerima uang sejumlah Rp 572 juta melalui orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra. Uang tersebut diberikan oleh Muara Perangin Angin sebagai imbalan atas penunjukan perusahaan-perusahaan milik Muara atau yang digunakan Muara dalam proses lelang untuk mendapatkan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
”Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu terdakwa Terbit selaku Bupati Langkat melalui terdakwa Iskandar, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra,” kata jaksa.
Iskandar Perangin Angin adalah kakak kandung Terbit. Ia adalah Kepala Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat. Sementara Muara Perangin Angin adalah pihak pemberi suap yang sekaligus adalah pemilik CV Nizhami dan CV Sasaki.
Terbit ditangkap oleh KPK melalui operasi tangkap tangan pada 18 Januari 2022. Pada saat itu terjadi penyerahan uang dari Shuhanda dan Isfi kepada Marcos, yang kemudian akan diserahkan kepada Terbit melalui Iskandar.
Jaksa mendakwa Terbit telah menerima uang sejumlah Rp 572 juta melalui orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.
Muara diduga mendapatkan 11 paket proyek pekerjaan dari Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat yang terkait dengan pemberian fee tersebut. Dalam persidangan yang berbeda, Muara telah duduk sebagai terdakwa dan dituntut agar dihukum 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta dalam perkara yang sama.
Atas perbuatannya, lanjut jaksa, Terbit dan Iskandar didaķwa dengan dakwaan pertama, yakni Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), atau dakwaan kedua, yakni Pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam sidang yang sama dengan berkas dakwaan berbeda, jaksa juga membacakan surat dakwaan kepada Marcos, Shuhanda, dan Isfi. Bersama dengan Iskandar, jaksa menyebut Marcos, Shuhanda, dan Isfi adalah orang kepercayaan Terbit yang disebut sebagai ”Group Kuala”. Mereka berperan untuk mengoordinasikan atau mengatur pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kabupaten Langkat, termasuk di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
Marcos, Shuhanda, dan Isfi didakwa dengan pasal yang sama sebagaimana dakwaan terhadap Terbit dan Iskandar. Terhadap dakwaan tersebut, baik Terbit, Iskandar, Marcos, Shuhanda, maupun Isfi menyatakan tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan.