Jenderal Dudung Lulus Doktoral, Teliti Pengalaman Pimpin Kodam Jaya
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (TNI) Dudung Abdurachman dinyatakan lulus program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti setelah mempertahankan disertasinya dalam sidang terbuka, Sabtu (11/6/2022).
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengalaman memimpin Komando Daerah Militer Jayakarta atau Kodam Jaya pada Juli 2020-Mei 2021 mendorong Jenderal (TNI) Dudung Abdurachman untuk menelitinya secara lebih lanjut menjadi disertasi. Ia menyimpulkan, gaya kepemimpinan strategis dan manajemen sumber daya manusia yang dihubungkan oleh kerja sama tim mampu meningkatkan performa organisasi.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (TNI) Dudung Abdurachman menjalani sidang terbuka program studi Doktor Ilmu Ekonomi dengan Konsentrasi Manajemen Strategik di Universitas Trisakti, Jakarta, Sabtu (11/6/2022). Ia mempertahankan disertasi berjudul ”Pengaruh Strategic Leadership Style dan Green Human Resource Management terhadap Management Performance Kodam Jaya yang Dimediasi oleh Teamwork Management”. Disertasi itu dipromotori oleh Ketua Konsentrasi Manajemen Strategik Universitas Trisakti Prof Dr Willy Arafah, dan Kusnadi sebagai kopromotor.
Adapun sidang doktoral Dudung dipimpin oleh Prof Dr Rektor Universitas Trisakti Kadarsah Suryadi. Anggota penguji terdiri dari Yolanda Masnita yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti, Prof Dr Yuswar Z Bakri, Prof Dr Farida Jasfar, dan Prof Dr Zainal Effendi Berlian. Sementara itu, Prof Dr Pantja Djati dan Ninik Rahayu juga menjadi anggota penguji luar. Di akhir sidang, Dudung dinyatakan lulus dengan nilai cum laude dan berhak menyandang gelar doktor.
Sidang terbuka turut dihadiri keluarga Dudung dan hampir seluruh pejabat teras TNI AD. Purnawirawan sekaligus mantan Menteri Pertahanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, juga menghadiri sidang tersebut.
Dalam pemaparannya, Dudung menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan strategis dan manajemen sumber daya manusia hijau (green human resource management) yang dimediasi olehkerja sama tim (teamwork) mampu meningkatkan performa organisasi. Hal tersebut diukur dalam kinerjanya saat memimpin Kodam Jaya pada Juli 2020-Mei 2021.
Gaya kepemimpinan strategis yang dimaksud adalah kemampuan memahami dan memberi motivasi, serta mengambil keputusan dalam pembentukan komunikasi yang efektif. Sementara manajemen sumber daya manusia hijau dilakukan dengan membangun lingkungan yang kondusif, tidak hanya dengan memperhatikan kesejahteraan prajurit dan keluarganya, tetapi juga membangun kecintaan secara tulus, baik pada prajurit maupun keluarganya. Dudung juga mengaku, selalu meminta pendapat dari anak buahnya dari tingkat tertinggi hingga terendah sebelum membuat sebuah kebijakan.
”Dimensi yang paling dominan adalah pada keberanian pengambilan keputusan dan juga keberadaan pemimpin yang diidamkan, dihormati, diharapkan, diidolakan, dikagumi, dan dicintai oleh anggotanya sehingga mampu memberikan motivasi, keadilan, serta semangat yang luar biasa,” kata Dudung.
Ia menambahkan, hal itu terwujud dari sejumlah kebijakan yang ia buat. Salah satunya ketika menurunkan baliho Front Pembela Islam (FPI). Dudung menceritakan, saat itu ia mendapatkan informasi dari Gubernur DKI Jakarta, Kapolda Metro Jaya, dan Satuan Polisi Pamong Praja ihwal maraknya pemasangan baliho FPI.
Hal yang sama juga sebenarnya telah membuat resah Dudung. Akan tetapi, untuk mengerahkan kekuatan TNI dalam mencopot baliho tersebut, ia meminta sejumlah pihak tadi untuk membuat surat permohonan bantuan TNI.
Berbekal surat tersebut, ia dan para prajurit Kodam Jaya mulai mencopot baliho FPI. Hal itu juga tak luput dilaporkan kepada Kepala Staf TNI AD dan Panglima TNI. Oleh karena itu, kata Dudung, pencopotan baliho dilakukan sesuai dengan prosedur, bukan berdasarkan keinginan pribadinya.
Manajemen sumber daya manusia hijau dilakukan dengan membangun lingkungan yang kondusif, tidak hanya dengan memperhatikan kesejahteraan prajurit dan keluarganya, tetapi juga membangun kecintaan secara tulus, baik pada prajurit maupun keluarganya
Meski demikian, Dudung menyadari, keputusan itu berisiko besar. Ia bisa berhadapan dengan kekuatan massa berbasis agama. Akan tetapi, keputusan itu berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh prajurit yang tidak terlepas dari penerapan gaya kepemimpinan strategis dan manajemen sumber daya manusia hijau, yang ia terapkan.
Selain pencopotan baliho, contoh lain penerapan dua konsep tersebut adalah dalam penanganan pandemi Covid-19 di Jakarta. Juga ketika menangani demonstrasi mahasiswa yang menolak Undang-Undang Cipta Kerja di sekitar Istana Negara pada Oktober 2020. Alih-alih menggunakan kekerasan, Dudung justru mampu mendekati mahasiswa dan membangun komunikasi dengan menjadi imam shalat berjemaah yang memimpin para demonstran.
Menurut Dudung, menjadi Pangdam Jaya memiliki tantangan yang berbeda dibandingkan pangdam di daerah-daerah lain. Di samping harus menjalankan pengamanan VVIP, terdapat berbagai tekanan sosial dan politik dari berbagai pihak yang terjadi di Ibu Kota. Oleh karena itu, apa yang terjadi di Kodam Jaya tentu akan berpengaruh pada kodam-kodam lainnya di seluruh Indonesia.
Validasi akademik
Kopromotor disertasi Dudung, Kusnadi, mengatakan, sejak proses bimbingan disertasi, terlihat bahwa keinginan Dudung menempuh jenjang studi S-3 sangat kuat. Selain itu, Dudung juga ingin memvalidasi kebijakan-kebijakan yang diambil selama menjadi Pangdam Jaya secara akademik melalui riset ilmiah. Menurut dia, hal itu pun sudah tercapai. Secara akademik, variabel-variabel kepemimpinan yang diteliti terbukti valid.
Penguji sidang, Prof Dr Farida Jasfar, mengakui, keberanian merupakan salah satu dari kunci keberhasilan seorang pemimpin. Akan tetapi, ia mempertanyakan tentang latar belakang di balik keberanian Dudung mengambil keputusan-keputusan kontroversial.
Menurut Dudung, keberanian itu lahir berkat pengalaman bertugas di daerah operasi, salah satunya Aceh. Selain itu, ia juga meyakini bahwa pemimpin harus mampu menjadi petarung atau jagoan bagi organisasinya karena organisasi dan rakyat menantikan peran mereka. ”Kalau pemimpin biasa-biasa saja, untuk apa menjadi pemimpin. Harus ada getarannya, agar ada perbedaan,” katanya.
Penguji lain, Prof Dr Zainal Effendi Berlian mengaku telah mengenal Dudung sejak menjabat sebagai Komandan Kodim 0406/Musi Rawas, Sumatera Selatan. Saat itu, Zainal yang mengajar di salah satu kampus di sana melihat penerapan gaya kepemimpinan strategis Dudung dalam menanganani konflik horizontal antardesa. Konflik berkepanjangan yang mengakibatkan jatuhnya korban berhasil diselesaikan dengan cara sederhana, tetapi menyentuh hati masyarakat, yakni dengan ceramah keagamaan.
”Jadi, konsep kepemimpinan strategik itu sudah lama diterapkan dan puncaknya memang saat penurunan baliho FPI,” kata Zainal.