Pertemuan Presiden Jokowi-Megawati Tepis Spekulasi Keretakan Hubungan
Presiden Joko Widodo berbincang akrab selama sekitar 20 menit dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, bahkan sempat menggandeng tangannya, di tengah isu keretakan hubungan keduanya.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri selama sekitar 20 menit di Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/6/2022), menepis spekulasi keretakan relasi di antara keduanya. Relasi antara Presiden dan partai politik pendukungnya harus terus dijaga tetap solid karena stabilitas politik penting untuk mengatasi tantangan berat yang kini dihadapi oleh negara, seperti pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan efek dari ketidakpastian global.
Presiden Jokowi bertemu dengan Megawati sebelum pelantikan Dewan Pengarah serta Kepala dan Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) periode 2022-2027 di Istana Negara. Presiden ke-5 RI itu kembali dipercaya menjabat Ketua Dewan Pengarah BPIP. Selama sekitar 20 menit, keduanya berbincang-bincang di di salah satu ruang tunggu di Istana Negara. Dalam foto dan video yang diunggah di Whatsapp grup wartawan Istana dan Youtube Sekretariat Presiden, terlihat Megawati berbincang hangat dengan Presiden.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pembicaraan empat mata kemudian berakhir setelah Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP Try Sutrisno bergabung. Tak lama kemudian, mereka keluar bersama diikuti oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang menunggu di depan ruangan. Setelah acara pelantikan usai, Presiden Joko Widodo menggandeng tangan Megawati saat mengantarkan ke mobilnya.
Deputi Bidang Protokol Pers dan Media Sekretariat Presiden Kementerian Sekretariat Negara Bey T Machmudin menampik pertemuan itu terkait dengan spekulasi bahwa relasi keduanya tengah tak harmonis. Bahkan, hari ini (8/6), Presiden sudah diagendakan menghadiri peresmian Masjid At-Taufiq di Sekolah Partai PDI-P di kawasan Lenteng Agung, Jakarta, setelah pagi harinya kunjungan kerja ke kawasan industri terpadu di Batang, Jawa Tengah.
Sebelumnya, seorang pejabat menceritakan bahwa hubungan antara Jokowi dan Megawati sempat renggang. Di antaranya terlihat ketika Megawati tidak mau menghadiri undangan pernikahan adik perempuan Jokowi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman di Solo, Jawa Tengah, Kamis (26/5). Megawati juga disebut menolak hadir di peringatan Hari Pancasila 1 Juni 2022 di Ende, Nusa Tenggara Timur. Bahkan, undangan untuk hadir memperingati acara tersebut via daring, disebut ditampik Megawati.
Renggangnya relasi antara Presiden dan Megawati ini disebut dipicu pernyataan Presiden saat Rapat Kerja Nasional V kelompok sukarelawan Pro Jokowi (Projo), 21 Mei lalu. Saat itu, Presiden sempat menyinggung kemungkinan arah dukungan pada figur yang hadir di acara tersebut. Ia tak menyebutkan figur itu, tetapi saat acara berlangsung, hadir kader PDI-P yang juga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Menanggapi kabar retaknya hubungan Presiden dan Megawati itu, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan, Megawati hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. ”(Beliau) hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala ketika saya menyampaikan berbagai ’gorengan isu’ tentang hubungan kedua pemimpin, Bu Megawati dan Pak Jokowi,” ujar Hasto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/6).
Ia menambahkan, dirinya bersama Pramono Anung menjadi saksi pembicaraan yang akrab dan santai antara Megawati dan Jokowi sebelum dan setelah pelantikan BPIP. Relasi Megawati dan Jokowi selama ini pun ditegaskannya sangat akrab. Berbagai isu negatif yang merebak tentang hubungan Jokowi dan Megawati dinilainya kerap dikeluarkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Setelah acara pelantikan pun, menurut Hasto, Jokowi dan Megawati tampak berbicara empat mata.
Periodik bertemu
Menurut dia, banyak yang tidak tahu bahwa Megawati dan Jokowi secara periodik bertemu dan berbicara intens membahas persoalan bangsa dan negara. Semua dilakukan tertutup dalam suasana khusus agar mengalir gagasan jernih, mendalam, karena terkait masa depan bangsa dan negara. Hubungan mereka disebutnya mendalam serta dipandu oleh kesesuaian tentang arah masa depan bangsa dan dilandasi hubungan batin yang kuat. ”Bagi yang biasa menabuh genderang politik, biasanya yang ada hanya akal politik, karena itulah tidak mampu melihat kedekatan dalam suasana batin,” ujar Hasto.
Terkait dengan Pemilu 2024, Hasto menambahkan, PDI-P terus berkonsolidasi setiap hari. Urusan pencalonan presiden dan calon wakil presiden tetap ada di tangan Megawati. Semua kader diajak mengedepankan disiplin dan jangan terbawa arus. Jalan terbaik memenangi pemilu adalah turun ke bawah. ”PDI Perjuangan tidak akan terseret arus. Para kader jangan ikut-ikutan dansa politik. Fokus tunggal, bergerak ke bawah,” kata Hasto.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan juga melihat retaknya hubungan Jokowi dan Megawati sejak peristiwa Rakernas Projo. Tak hanya terlihat dari ketidakhadiran Megawati di pernikahan adik Jokowi, tetapi terlihat pula dari munculnya kritik terhadap Ganjar dari koleganya, anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Trimedya Panjaitan.
Dari sudut pandang politik, lanjut Djayadi, pernyataan Jokowi dalam acara Projo itu sangat jelas memberikan dukungan kepada Ganjar. Hal itu memantik masalah karena Jokowi masih merupakan kader PDI-P, dan PDI-P selama ini menyerahkan urusan capres menjadi hak prerogatif Megawati. ”Jadi, pernyataan Presiden seolah- olah memberikan tantangan terhadap otoritas Megawati sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di PDI-P untuk memutuskan capres,” ujarnya.
Jangan bermain politik
Meski kini relasi Jokowi dan Megawati terlihat sudah pulih, banyak pelajaran bisa dipetik dari peristiwa di Rakernas Projo itu. Presiden seharusnya menyerahkan urusan politik pemilu pada partai politik. Dengan demikian, Presiden bisa fokus memastikan kerja-kerja yang sifatnya teknokratis. Selain itu, Presiden seharusnya tidak bermain politik. ”Ini masalahnya Presiden terkesan ikut main politik,” ucapnya.
Selain itu, sangat penting bagi Presiden untuk menjaga hubungan dengan partai politik pendukung pemerintahannya. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas pemerintahan hingga akhir. Terlebih tantangan berat kini dihadapi, yakni pemulihan ekonomi yang terimbas pandemi Covid-19 plus efek dari ketidakpastian global.
”Semua itu memerlukan soliditas politik atau stabilitas politik di dalam negeri. Nah, salah satu yang penting dalam politik dalam negeri adalah tetap solidnya dukungan politik kepada Presiden sampai akhir masa jabatannya,” ujarnya.
Sementara itu, terkait pertemuan antara Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Minggu (5/6), Ketua DPP Nasdem Willy Aditya menyebutkan, dalam pertemuan, Yudhoyono sempat menyinggung soal pentingnya regenerasi politik dari kalangan anak muda.
”Ada bahasanya Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dalam obrolan itu, ’Bung Surya, politik kita harus diregenerasi oleh anak muda yang fresh. Nah, konkretnya seperti apa, belum. Hal-hal detail, operasional, kesepakatan, belum,” ujar Willy.
Namun, menurut Ketua Dewan Kehormatan Demokrat Hinca Panjaitan, dalam pertemuan dengan Surya Paloh, Yudhoyono hanya menggarisbawahi pentingnya dibangun kesepahaman bersama di antara para tokoh bangsa saat tiba siklus kepemimpinan lima tahunan. (WKM/INA/HAR/BOW)