Presiden Jokowi Minta Pelaku Usaha Penuhi Dulu Kebutuhan Dalam Negeri
Presiden Joko Widodo akhirnya menjelaskan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku dan minyak goreng lebih rinci. Hal ini dilakukan setelah petani sawit mulai terkena imbas kebijakan yang berlaku efektif Jumat malam ini.
Oleh
NINA SUSILO, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
TANGKAPAN LAYAR
Presiden Joko Widodo menjelaskan kebijakan larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng dalam keterangan yang disampaikan secara daring dari Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/4/2022) petang.
JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo meminta para pelaku usaha di industri sawit memprioritaskan terlebih dahulu pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri. Ketika pasokan minyak goreng melimpah, larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng dijanjikan baru dicabut.
Presiden Joko Widodo menjelaskan pertimbangan pemerintah dalam kebijakan larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng dalam keterangan yang disampaikan secara daring, Rabu (27/4/2022), di Istana Merdeka, Jakarta. Larangan ekspor refined, bleach, deodorized (RBD) palm olein dimulai pada 28 April 2022 malam ini sejak pukul 00.00.
Lebih jauh, Presiden Jokowi menyatakan terus mengikuti dinamika yang muncul terkait keputusan larangan ekspor tersebut di masyarakat. Diakui, keputusan ini juga akan berdampak pada negara, di antaranya berpotensi mengurangi produksi, serta mengakibatkan hasil panen petani tak terserap.
Namun, Presiden menegaskan, kebutuhan pokok masyarakat adalah prioritas utama bagi pemerintah.
”Sebagai produsen sawit terbesar sedunia, ironis, kita malah mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng. Karena itu, saya minta pelaku usaha minyak sawit untuk melihat masalah ini dengan lebih baik dan lebih jernih lagi. Saya sebagai Presiden tidak mungkin membiarkan (kelangkaan) itu terjadi,” tuturnya.
Ditambahkan bahwa kelangkaan minyak goreng sudah terjadi selama empat bulan. Pemerintah pun sudah mengupayakan berbagai kebijakan. Namun, sejauh ini, kebijakan yang diambil diakui belum efektif. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku dan minyak goreng termasuk dari kawasan berikat. Tujuannya, menambah pasokan minyak goreng dalam negeri hingga melimpah. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi kelangkaan dan antrean memanjang untuk mendapatkan minyak goreng.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Warga memilih minyak goreng kemasan di pusat perbelanjaran di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (24/11/2021). Untuk menjaga ketersediaan minyak goreng bagi pelanggan, pusat perbelanjaan di tempat itu melakukan pembatasan pembelian. Setiap konsumen hanya diperbolehkan membeli tiga kemas minyak goreng. Di tengah melonjaknya harga minyak goreng dalam beberapa pekan terakhir, kini minyak goreng kemasan juga dikabarkan mengalami kelangkaan di beberapa tempat penjualan.
”Saya minta kesadaran industri minyak sawit untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, memprioritaskan dulu kebutuhan dalam negeri, memenuhi dulu kebutuhan rakyat,” tutur Presiden.
”Sebagai produsen sawit terbesar sedunia, ironis, kita malah mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng. Karena itu, saya minta pelaku usaha minyak sawit untuk melihat masalah ini dengan lebih baik dan lebih jernih lagi. Saya sebagai Presiden tidak mungkin membiarkan (kelangkaan) itu terjadi. ”
IRMA TAMBUNAN
Antrean truk pengangkut buah sawit memenuhi sepanjang jalan menuju pabrik pengolahan sawit PT Petaling Mandraguna di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Selasa (26/4/2022). Harga buah sawit terus merosot di berbagai daerah dalam empat hari terakhir terimbas aturan pemerintah yang melarang ekspor minyak goreng dan bahan minyak goreng. Pemerintah didesak untuk memperjelas aturan agar tidak sampai berdampak lebih luas.
Melihat kapasitas produksi sawit di Indonesia, semestinya kebutuhan minyak goreng dalam negeri bisa tercukupi. Volume bahan baku minyak goreng yang diproduksi dan diekspor jauh lebih tinggi daripada yang digunakan di dalam negeri.
”Ketersediaan pasokan minyak goreng di dalam negeri akan menjadi patokan untuk mengevaluasi kebijakan pelarangan ekspor bahan baku dan minyak goreng. ”
”Masih ada kapasitas yang sangat besar jika kita semua mau dan punya niat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan mudah kebutuhan dalam negeri dapat dicukupi,” tambah Presiden.
Karena itu, ketersediaan pasokan minyak goreng di dalam negeri akan menjadi patokan untuk mengevaluasi kebijakan pelarangan ekspor bahan baku dan minyak goreng. Presiden juga menjanjikan akan segera mencabut larangan ekspor setelah kebutuhan minyak goreng dalam negeri terpenuhi.
Diakui pula negara tetap memerlukan pajak, devisa, dan surplus neraca perdagangan. Kendati demikian, kata Presiden, saat ini, memenuhi kebutuhan pokok rakyat adalah prioritas yang lebih penting.
Sehari sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun menjelaskan, tujuan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku dan minyak goreng untuk melakukan stabilisasi harga dan ketersediaan pasokan. Dia juga menyebutkan, langkah-langkah shock terapy terkadang pun diperlukan untuk kelancaran pasokannya.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Aktivitas pekerja di agen minyak goreng curah di Cipete Utara, Jakarta Selatan, Senin (29/11/2021).
Sejauh ini, sejak kebijakan diumumkan Presiden pada Jumat (22/4/2022) tanpa kejelasan rincian pengaturannya, petani sawit menjadi pihak yang paling terdampak. Harga tandan buah segar anjlok, padahal kebijakan larangan ekspor belum juga berjalan.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit Masuetus Darto menyebutkan, sebelum ada pengumuman larangan dari Presiden Jokowi, harga TBS dari petani berkisar Rp 3.700-3.800 per kilogram. Setelah pengumuman larangan tersebut, harga TBS terus turun dengan variasi penurunan Rp 400 sampai Rp 1.000 per kilogram. (Kompas.id, 26/4/2022).
Di Jambi, harga TBS juga terus merosot sampai menyentuh Rp 1.100 per kilogram dari sebelumnya Rp 3.600 per kilogram. Hal ini terjadi hanya dalam waktu empat hari. Hal serupa terjadi di Sumatera Selatan dan beberapa daerah lainnya.