Akun Aktivis Kembali Diretas Jelang Demonstrasi, Kali Ini Menimpa Bivitri Susanti
Serangan digital terhadap aktivis jelang aksi unjuk rasa besar untuk mengkritisi pemerintah kembali terjadi. Tidak hanya mengganggu akses, dugaan peretasan juga menyasar penjatuhan martabat seseorang.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Massa mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia berunjuk rasa di Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Senin (28/3/2022). Mahasiswa menuntut pemerintah lebih fokus menstabilkan harga bahan pokok yang melambung tinggi, termasuk mengatasi persoalan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng.
JAKARTA, KOMPAS — Jelang unjuk rasa yang digelar berbagai elemen masyarakat di Jakarta, Kamis (21/4/2022), dugaan peretasan terhadap akun aplikasi percakapan daring dan media sosial para aktivis kembali terjadi. Bukan hanya terhadap mahasiswa yang menginisiasi aksi massa itu, serangan digital juga dialami kalangan masyarakat sipil.
Peretasan salah satunya dialami pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti. Saat dihubungi dari Jakarta, Kamis pagi, Bivitri Susanti mengakui adanya serangan digital terhadap akun Whatsapp miliknya. Serangan yang dimaksud terjadi pada Rabu malam. ”Semalam, terakhir saya akses Whatsapp kira-kira pukul 19.00 karena saya akan (mengikuti) Zoom Meeting (untuk) membuat podcast tentang UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Selesai wawancara dan melanjutkan aktivitas lain, kira-kira pukul 22.00, saya sudah tidak bisa akses,” ujarnya.
Bivitri pun mencoba untuk masuk kembali ke akun tersebut dengan mengajukan pengiriman pesan singkat (SMS) verifikasi dari Whatsapp. Meski pesan terkirim hingga tiga kali, tidak ada satu pun SMS verifikasi yang masuk ke nomor ponsel dari Telkomsel itu.
Kejanggalan pada akun Whatsapp membuat Bivitri curiga ada serangan lain terhadap akun media sosialnya. Saat memeriksa akun Instagram @bivitrisusanti, indikasi serangan digital kembali muncul. Ia tidak bisa masuk ke akun tersebut menggunakan identitas yang biasa digunakan. Sejumlah data terkait identitasnya di akun itu juga sudah berubah.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Tangkapan layar akun Instagram @bivitrisusanti yang diduga diretas pada Rabu (20/4/2022).
”Begitu dicek minta verifikasi ke SMS, nomor pengelola IG (saya) berubah jadi bukan nomor saya. (Padahal), ponsel dan kartu SIM masih ada di saya, tidak ada pencurian ponsel,” katanya.
Bukan hanya persoalan akses, keterangan identitas akun Instagram Bivitri juga ditambahkan dengan keterangan terkait afiliasi ke prostitusi daring. Terdapat pula unggahan dua infografis yang berisi seruan bagi mahasiswa untuk membatalkan demonstrasi. ”Mahasiswa ini ngapain, mau-maunya ditipu sama PKS dan Demokrat untuk demo di bulan puasa,” begitu salah satu bunyi seruan dalam Instragram Bivitri.
Bukan hanya itu, ada pula infografis berisi dukungan pembubaran organisasi kemasyarakatan Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pada setiap infografis, disertakan foto Bivitri yang dilengkapi dengan nomor ponselnya.
Kejanggalan tersebut kemudian dilaporkan ke pihak Meta. Akun Instagram @bivitrisusanti saat ini sudah hilang. Akan tetapi, ia belum bisa mengakses akun Instagram dan Whatsapp hingga saat ini.
Bukan hanya persoalan akses, keterangan identitas akun Instagram Bivitri juga ditambahkan dengan keterangan terkait afiliasi ke prostitusi daring. Terdapat pula unggahan dua infografis yang berisi seruan bagi mahasiswa untuk membatalkan demonstrasi serta dukungan pembubaran organisasi kemasyarakatan Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, dirinya pun melihat unggahan terkait seruan untuk membatalkan demonstrasi serta dukungan terhadap pembubaran FPI dan HTI di akun Instagram Bivitri. Foto profilnya pun sempat diubah dengan karakter kartun, lalu menjadi foto lelaki.
Sekitar setengah jam setelahnya, ia mendapatkan pemberitahuan dari Bivitri bahwa akun Whatsapp dan Instagram-nya terindikasi diretas. Bivitri meminta dikeluarkan dari berbagai grup percakapan di Whatsapp. ”Saya kemudian berinisiatif membuat utas soal peretasan akun Bivitri di Twitter agar semua teman-teman tahu dan lebih hati-hati dengan akun medsosnya,” kata Titi.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Titi Anggraini
Titi pun menyayangkan adanya dugaan peretasan yang terjadi pada momen jelang demonstrasi dan menyasar figur-figur kritis. ”Sekarang sikap kritis direspons dengan peretasan. Bukan hanya itu, disertai juga dengan upaya menjatuhkan martabat, seperti yang dilakukan pada akun Bivitri, yakni menyertakan keterangan open BO dengan tarif,” ujarnya.
Bukan pertama
Serangan digital jelang demonstrasi bukan pertama kali terjadi. Beberapa hari menjelang unjuk rasa besar-besaran pada 11 April, sejumlah mahasiswa juga kehilangan akses pada akun Whatsapp-nya. Begitu juga pada periode waktu sebelum demonstrasi mahasiswa akhir maret lalu. Dalam beberapa waktu terakhir, mahasiswa menggencarkan demonstrasi menolak wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, dan kenaikan harga bahan pokok.
Hari ini, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI), Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan, dan elemen masyarakat lain juga kembali menggelar unjuk rasa dengan tuntutan yang tidak jauh berbeda dari aksi-aksi sebelumnya. Menurut rencana, demonstrasi akan dilakukan di kawasan Istana Merdeka dan Gedung DPR/MPR.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Massa mahasiswa saat berunjuk rasa di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/4/2022).
Meski dugaan peretasan sebelum unjuk rasa besar sudah berulang kali terjadi, tidak satu pun dari kasus tersebut diselidiki oleh kepolisian sebagai salah satu bentuk kejahatan siber. Menanggapi hal itu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, masyarakat yang merasa dirugikan atas serangan digital hendaknya melaporkan hal itu ke kepolisian. Ia pun berjanji setiap laporan akan ditindaklanjuti.
”Setiap ada laporan masyarakat akan didalami oleh Direktorat Siber Polri atau polda. Silakan masyarakat yang merasa dirugikan untuk melaporkan,” kata Dedi.