Ketika Wapres Menengok Renovasi Miniatur Indonesia
Taman Mini Indonesia Indah pada 30 Juni 2022 nanti genap berumur 50 tahun terhitung sejak mulai dibangun pada tanggal sama di tahun 1972. Pro kontra dan dinamika, termasuk soal alih kelola, mewarnai perjalanan TMII ini.
Mengisi aktivitas akhir pekan, Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada Sabtu (19/3/2022) lalu memilih olahraga jalan santai menyusuri kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Jalan pagi dimulai sekitar pukul 06.00 WIB setelah Wapres Amin dan Nyonya Wury serta perangkat terbatas melakukan pemanasan di halaman Museum Olahraga Nasional.
Tak hanya berolahraga, Wapres Amin juga melihat-lihat proses renovasi kawasan TMII yang sedang berlangsung. Sisi kanan dari pintu 3 TMII tampak ditutupi tripleks putih sebagai pengaman dan penanda renovasi. Adapun beberapa anjungan di sisi kiri masih bisa dinikmati.
Sambil berjalan menyusuri area TMII dengan ditemani Direktur Utama Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Edy Setijono, Wapres Amin pun mendengarkan penjelasan mengenai progres renovasi kawasan TMII. Sejak 1 Juli 2021, TMII dikelola oleh PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. TWC adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pariwisata.
Baca juga: Pengelolaan Taman Mini Akan Dialihkan ke BUMN Pariwisata
Tahun ini, sekitar setengah abad telah berlalu sejak TMII yang digagas Nyonya Siti Hartinah (Tien) Soeharto, istri Presiden Ke-2 RI Soeharto, mulai dibangun secara fisik. TMII mulai dibangun oleh Yayasan Harapan Kita pada 30 Juni 1972. Bagi Presiden Soeharto, pembangunan TMII menjadi salah satu hal penting. Hal ini setidaknya tergambar dari pencantuman bab bertajuk ”Membangun Taman Mini Indonesia Indah” pada buku otobiografinya yang berjudul Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.
”Saya dan istri saya mempunyai cita-cita untuk membangun suatu pusat kebudayaan peninggalan nenek moyang kita yang akhirnya nanti bisa berfungsi sebagai tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan juga tempat untuk mengembangkan kebudayaan,” kata Soeharto mengawali bab tentang pembangunan TMII tersebut.
Abdul Gafur, melalui buku berjudul Siti Hartinah Soeharto, Ibu Utama Indonesia , menulis bahwa inspirasi membangun TMII tumbuh bersemi dalam hati Ibu Negara setelah berkali-kali mendampingi Presiden Soeharto mengunjungi daerah-daerah di seluruh Tanah Air.
Ide Ibu Negara tersebut bertambah mantap setelah awal dasawarsa 70-an menyertai kunjungan Presiden Soeharto ke luar negeri. Tempat di mancanegara yang dikunjungi termasuk Disneyland di Kota Anaheim, California, Amerika Serikat dan taman budaya Timland di Thailand.
Gagasan dan tanggapan
Pada rapat pleno pengurus Yayasan Harapan Kita pada Maret 1971, gagasan dan pemaparan Ibu Tien tentang perlunya dibangun sebuah taman miniatur yang menggambarkan sosok Indonesia dengan segala latar belakang budayanya disetujui dan didukung seluruh anggota yayasan. Namun, tidak serta-merta diperoleh persetujuan dan dukungan dari masyarakat.
”Tanggapan pihak-pihak tertentu, terutama mahasiswa di Jakarta, yang bernada tidak setuju terhadap gagasan ini bermunculan setelah Ibu Negara—pada suatu hari—menjelaskannya kepada gubernur-gubernur yang sedang rapat kerja di Jakarta,” tulis Abdul Gafur, yang pernah menjadi Menteri Muda Urusan Pemuda di Kabinet Pembangunan III (1978-1983) serta Menteri Negara Pemuda dan Olahraga di Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) tersebut.
Tanggapan pihak-pihak tertentu, terutama mahasiswa di Jakarta, yang bernada tidak setuju terhadap gagasan ini bermunculan setelah Ibu Negara—pada suatu hari—menjelaskannya kepada gubernur-gubernur yang sedang rapat kerja di Jakarta.
Di sepanjang tahun 1971 aksi unjuk rasa kian marak. DPR pun kemudian membentuk satu panitia khusus untuk mendudukkan persoalan. Panitia khusus tersebut melakukan public hearing atau konsultasi dengan berbagai pihak, terutama pengurus dan pimpinan Yayasan Harapan Kita; wakil mahasiswa dari Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta; Gubernur DKI Jakarta (Ali Sadikin, waktu itu), dan konsultan proyek MII (Miniatur Indonesia Indonesia, nama sebelum kemudian hari berganti menjadi TMII).
Awal Maret 1972, Panitia Khusus DPR merampungkan tugasnya. Dan, sebagai akhir dari seluruh proses dengar pendapat, DPR menarik 13 kesimpulan yang dituangkan dalam sebuah memorandum. Isinya, antara lain, agar proyek MII dilaksanakan secara bertahap, segala sesuatunya dilakukan secara wajar, berdasarkan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, serta tidak ada keluarbiasaan dan keistimewaan. Disodorkan pula empat alternatif, antara lain, TMII dibangun oleh Pemerintah DKI atau Yayasan. Yayasan Harapan Kita memilih membangun sendiri.
Yayasan Harapan Kita, tulis Abdul Gafur, semula memperoleh lahan seluas 30 hektar di bilangan daerah Cempaka Putih. Namun, mengingat cakupan kawasan budaya yang akan menjadi isi MII dengan segala aspeknya, maka atas pertimbangan Gubernur DKI dicarikan tempat lain yang lebih luas, sekitar 100 hektar, yakni di lokasi TMII sekarang.
Tanah seluas 100 hektar di Ceger Bambu Apus, Jakarta Timur, itu mesti dibebaskan dari para pemilik dan penggarap yang semuanya memasang harga Rp 150 hingga Rp 200 per meter persegi. Kawasan itu masih berimba, banyak kuburan, dan terserak rumah-rumah penduduk di mana-mana.
Sebagai perbandingan, merujuk arsip pemberitaan Kompas, di tahun 1971 ratusan warga memprotes ganti rugi yang dirasa terlalu murah. Pembangunan TMII kala itu dinilai ”merampas tanah rakyat”. Gubernur DKI Jakarta menetapkan harga Rp 100 per meter persegi, sedangkan penduduk menuntut Rp 250 meter persegi sesuai harga pasaran di sana saat itu.
Kendati menuai kritik dan unjuk rasa mahasiswa pelajar, semua akhirnya berhenti setelah Presiden Soeharto menegaskan akan menindak penggunaan hak demokrasi yang dinilai berlebihan terhadap pembangunan semesta yang dijalankan pemerintah Orde Baru saat itu.
Milik negara
Presiden Soeharto akhirnya meresmikan TMII pada 20 April 1975. Dua tahun kemudian, Presiden Soeharto menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1977 yang menyebutkan TMII adalah milik Negara Republik Indonesia, sedangkan penguasaan dan pengelolaan TMII diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita.
Baca juga: Pengelola TMII Terima Keputusan Pemerintah
Beberapa dekade kemudian, tepatnya 31 Maret 2021, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 19/2021 yang menegaskan pengelolaan TMII oleh Kementerian Sekretariat Negara. Pengambilalihan pengelolaan TMII ini dilakukan setelah audit Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan legal audit dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang menilai TMII tak berkontribusi pada keuangan negara. TMII direkomendasikan menjadi badan layanan umum, dioperasikan pihak lain, atau dikelola melalui kerja sama pemerintah (KSP).
Sekretaris Yayasan Harapan Kita Tria Sasangka Putra pada acara jumpa pers yang ditayangkan kanal Youtube Cendana TV, Minggu (11/4/2021), menuturkan, antara lain, bahwa Presiden Ke-2 RI Soeharto dan penggagas TMII Ibu Tien Soeharto tidak memiliki niat melakukan swakelola TMII secara mandiri. ”Hal ini dapat dilihat bahwa pada rentang waktu selama tiga tahun, sejak pembangunan pada tahun 1972 sampai dengan peresmiannya pada tahun 1975, TMII langsung dipersembahkan dan diserahkan oleh Yayasan Harapan Kita kepada negara,” ujarnya.
Sehubungan latar belakang pembangunan TMII yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita, Tria Sasangka menuturkan bahwa hal itu merupakan bentuk ketaatan terhadap pelaksanaan rekomendasi DPR pada masa sebelum pembangunan TMII. Saat itu diberikan empat alternatif kepada Yayasan Harapan Kita.
Baca juga: Istana dan Pengambilalihan TMII
Yayasan Harapan Kita memilih alternatif keempat, yakni membiayai sendiri pembangunan proyek TMII dalam rangka pengisian masterplan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara RI. ”Pertimbangan Yayasan Harapan Kita dalam memilih alternatif keempat tersebut adalah bertumpu pada skala prioritas agar tidak mengganggu atau mengurangi prioritas pembangunan pada saat itu, dan hasil dari public hearing yang telah dilaksanakan oleh DPR pada masa itu,” kata Tria.
Pada tahun 2010, dia menuturkan, Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan proses balik nama sertifikat hak pakai dari atas nama Yayasan Harapan Kita menjadi atas nama Pemerintah Republik Indonesia cq Kementerian Sekretariat Negara RI atas tanah TMII seluas kurang lebih 150 hektar di wilayah Jakarta Timur.
Saat ini, setelah diambil alih Kementerian Sekretariat Negara, pengelolaan TMII diserahkan kepada TWC untuk 25 tahun. TMII pun mulai bersolek. Kemajuan revitalisasi TMII inilah yang pada akhir pekan lalu disampaikan kepada Wapres Amin saat menikmati suasana dan berolahraga jalan kaki di sana.
”Kami menyambut baik kehadiran Bapak Wapres beserta Ibu untuk berolahraga sambil menikmati suasana pagi di TMMI. Sambil menempuh rute jalan pagi, kami sekaligus menjelaskan progres dari revitalisasi TMII. Bapak Wapres mengapresiasi langkah-langkah yang telah berjalan sejauh ini,” kata Dirut PT TWC Edy Setijono melalui rilis tertulis.
Area seluas 146,7 hektar yang direnovasi dengan konsep Indonesia Opera: The Ultimate Showcase Indonesia’s Beauty itu disebutkan akan menonjolkan lanskap hijau dan dipadukan dengan arsitektur modern dan berwawasan lingkungan. ”Ini sejalan dengan konsep pengembangan TMII ke depan yang akan lebih membuka ruang terbuka hijau secara masif dengan mengurangi sejumlah bangunan yang ada. Kami juga mengajak para pengelola museum serta anjungan daerah untuk mendukung semangat ini. Semoga kunjungan ini menambah semangat pengelola destinasi untuk mengembangkan green tourism,” ujar Edy.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Transisi Pengelolaan TMII Berjalan Transparan
Renovasi TMII menjadi salah satu penugasan khusus yang diberikan Presiden Jokowi kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2022. Pada Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI yang membahas Evaluasi pelaksanaan APBN Tahun 2021 dan Program Kerja Tahun 2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/1/2022) lalu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menuturkan bahwa untuk tahun 2022 Presiden telah memberikan sejumlah penugasan khusus kepada Kementerian PUPR.
Rincian kegiatan penugasan khusus dari Presiden Jokowi kepada Kementerian PUPR tersebut mencakup sejumlah pembangunan infrastruktur untuk persiapan Presidensi Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, penataan kawasan Mandalika, renovasi TMII, serta persiapan ASEAN Summit di Tana Mori Labuan Bajo.
”Berdasarkan Perpres Nomor 116 Tahun 2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur untuk Mendukung Penyelenggaraan Acara Internasional di Provinsi Bali, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi NTB, dan Provinsi NTT, Presiden Republik Indonesia memberikan penugasan khusus kepada Kementerian PUPR untuk membangun infrastruktur dengan total kebutuhan anggaran yang direncanakan sebesar Rp 2,7 triliun,” kata Menteri Basuki.
Baca juga: Warga Berharap Transisi Pengelolaan Membuat TMII Makin Terawat dan Menarik
Khusus renovasi TMII, anggaran yang direncanakan adalah Rp 1,135 triliun dengan rincian kegiatan berupa penanganan jalan kawasan TMII, penataan area gerbang utama, dan renovasi joglo; yakni Sasono Utomo, Sasono Langen Budoyo, dan Sasono Adiguno. Kegiatan lainnya adalah renovasi museum, penataan lanskap pulau-pulau di Danau Archipelago, renovasi teater Garuda, Museum Telkom, Keong Emas, struktur parkir (elevated), serta revitalisasi Danau Archipelago.
Penataan kawasan TMII telah dimulai pada Januari 2022 lalu dan diharapkan selesai pada Oktober 2022. Pihak TMII pun memberitahukan penutupan beberapa fasilitas yang ikut direnovasi. Ada sejumlah bangunan di TMII yang direvitalisasi, termasuk SnowBay Waterpark dan Museum Telekomunikasi.
”Ada beberapa bangunan yang kondisinya sudah tidak bisa diselamatkan. Tentunya, daripada kemudian menjadi bangunan mangkrak yang tidak terawat, kita bongkar, beberapa di antaranya (adalah) Museum Telekomunikasi,” kata Direktur Pemasaran dan Pelayanan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWC) Hetty Herawati dikutip dari laman Kementerian BUMN.
Museum Telekomunikasi tersebut nantinya diubah menjadi ruang terbuka hijau. Hal ini sejalan dengan revitalisasi yang akan menjadikan 70 persen kawasan TMII taman atau kawasan hijau dan 30 persen sisanya berupa bangunan.
Komisaris Utama TWC Kacung Marijan, ketika dihubungi pada Senin (21/3/2022), menambahkan, secara umum renovasi akan berlangsung dua tahap. Setelah tahap pertama selesai Oktober 2022 ini, renovasi tahap kedua dilanjutkan sampai 2023 atau 2024. Perubahan fisik ini tetap akan menjaga apa yang sudah ada di TMII, seperti ke-Indonesiaan dan kebinekaan.
Meskipun demikian, kenyamanan dan kegembiraan pengunjung akan lebih diperhatikan lagi. ”Cita-cita Bu Tien (Soeharto) akan kita lanjutkan. Tapi, TMII akan dikembangkan supaya menjadi taman yang bukan saja menggambarkan keindonesiaan, tapi juga menyenangkan,” kata Kacung.
Apabila dihitung dari mulai pertama dibangun pada 30 Juni 1972 silam, TMII akan genap berusia separuh abad pada 30 Juni 2022 nanti. Pro kontra dan dinamika, tak terkecuali menyangkut proses alih kelola, mewarnai perjalanan TMII hingga memasuki tahun emasnya.