Warga Berharap Transisi Pengelolaan Membuat TMII Makin Terawat dan Menarik
Warga turut bersuara terkait upaya transisi pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah oleh pemerintah. Mereka berharap tempat itu makin baik dan terawat sebagai taman rekreasi sekaligus edukasi budaya.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suara publik turut mengiringi transisi pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah yang berjalan mulai April 2021. Warga berharap tempat itu makin baik dan terawat sebagai taman rekreasi sekaligus edukasi budaya.
Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang sebelumnya adalah tanggung jawab Yayasan Harapan Kita kini menjadi kewajiban pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara. Hal tersebut sesuai dengan mandat presiden dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang pengelolaan TMII. Layaknya Gelora Bung Karno, Kemayoran, dan aset negara lain, TMII akan dikelola langsung oleh Kementerian Sekretariat Negara.
Sejumlah warga pun berharap agar TMII dapat dikelola lebih baik sehingga bisa hadir sebagai tempat rekreasi dan edukasi warga yang nyaman dan menarik. Salah satunya diungkapkan Anwar Sani (45), warga Cilincing, Jakarta Utara, yang memandang areal TMII secara keseluruhan sangat asri. Namun, sejumlah wahana dan anjungan tampak tidak terawat.
Kami rencana mau refreshing (penyegaran) lihat anjungan daerah (di TMII), tetapi banyak banget yang tutup dan tampak enggak terawat. Saya juga kurang enak saat ada adik paman yang bilang di sini enggak seru, malah minta pulang. (Anwar)
Kondisi itu dialami Anwar pada Senin siang. Dia membawa tujuh saudara dari Gorontalo untuk ke TMII dengan maksud mencari hiburan. Walakin, beberapa anjungan tutup serta ada sebagian yang direnovasi.
”Kami rencana mau refreshing (penyegaran) lihat anjungan daerah (di TMII), tetapi banyak banget yang tutup dan tampak enggak terawat. Saya juga kurang enak saat ada adik paman yang bilang di sini enggak seru, malah minta pulang,” jelas Anwar, Senin (12/4/2021).
Anwar, yang setidaknya dua kali mengunjungi TMII selama tahun 2020, melihat kondisi saat ini tidak banyak berubah. Dia juga menyayangkan tempat favoritnya, yakni Teater Keong Mas, tutup pada hari itu.
Alvin Pradana (29), warga Cipayung, Jakarta Timur, menyayangkan TMII yang sepi di masa pandemi. Alvin yang belakangan rutin bersepeda melihat kawasan ini tidak banyak pengunjung selama hari kerja dan hari libur.
Menurut dia, sejumlah potensi TMII kurang terkelola dengan baik, misalnya Teater Keong Mas dan Museum Pusat Peragaan Iptek. Pria yang menggemari film ini mengetahui bahwa Teater Keong Mas adalah salah satu bioskop yang memutar film dalam format Imax. Imax atau Image Maximum adalah format gambar dalam film yang paling besar dibandingkan bioskop pada umumnya.
Harian Kompas mencatat Teater Keong Mas sebagai satu teater terunik dari total 16 teater Imax di dunia saat itu. Teater yang berbentuk keong sawah (Mollusca gastropoda) tersebut memiliki ukuran layar 21,5 meter x 29,3 meter atau seluas 629,95 meter persegi (Kompas, 19/6/2017).
”Sayang sekali kalau kondisinya (Keong Mas) semakin enggak terawat. Padahal, dia termasuk bioskop kebanggaan kita, sayangnya dia enggak memutarkan film komersial,” jelas Alvin.
Sebelumnya, Sekretaris Yayasan Harapan Kita Tria Sasangka Putra menyampaikan, TMII dibangun untuk mengisi masterplan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara RI. Saat itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merekomendasikan empat alternatif pembangunan TMII yang digagas sebagai warisan nasional untuk mengenalkan seni, budaya, serta keragaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Yayasan Harapan Kita memilih membiayai sendiri pembangunan TMII yang dimulai pada 1972. Alasannya, Yayasan Harapan Kita tidak ingin mengganggu prioritas pembangunan yang tengah dijalankan pemerintah.
Direktur Utama TMII Tanribali Lamo menambahkan, selama ini biaya operasional pengelolaan TMII bisa dipenuhi dari pendapatan yang dihasilkan. Namun, sejak pandemi Covid-19 melanda pada 2020, pendapatan TMII tak cukup untuk menutup biaya operasional. Karena itulah Yayasan Harapan Kita memberikan bantuan biaya operasional hingga Rp 41,56 miliar terhitung sejak April 2020 hingga Maret 2021.
Sementara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam jumpa wartawan, Jumat (9/4/2021), mengungkap bahwa selama 44 tahun, TMII tak memberikan kontribusi bagi negara. Bahkan, tempat rekreasi dan edukasi yang digagas oleh Ibu Negara ke-2 RI Tien Soeharto itu terus mengalami kerugian hingga harus disubsidi oleh Yayasan Harapan Kita (Kompas, 12/4/2021).
Secara terpisah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Badan Pengelola TMII Adi Widodo mengatakan proses transisi sudah berlangsung dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021. Pasal 4 perpres itu menjelaskan proses transisi pengelolaan berjalan selama tiga bulan terhitung sejak regulasi berlaku.
Dalam tiga bulan tersebut, Adi memastikan proses transisi tidak akan mengganggu operasional TMII. ”Itu artinya pelayanan akan tetap seperti biasa. Pengunjung jangan khawatir masalah kebijakan baru itu bakal berpengaruh ke pelayanan,” ucapnya, Senin sore.
Adi saat ini masih menunggu kepastian apakah status para pegawai di TMII masih berlanjut atau tidak. Pada 2020, ada sedikitnya 750 pegawai yang bekerja di TMII. Jumlah itu tengah dipertahankan oleh pengelola agar tidak berkurang.
Pengelola ingin mempertahankan TMII sebagai tempat rekreasi dan edukasi yang tidak mengutamakan profit. TMII sendiri, menurut Adi, bukan seperti Ancol atau bahkan Disneyland. Ada nilai budaya yang diwariskan sebagai taman miniatur untuk menggambarkan seluruh wilayah Indonesia.
Adi menegaskan, pengelola mendukung penuh keputusan pemerintah. Sebab, selama ini pengelola punya keterbatasan dalam manajemen museum dan anjungan. ”Lokasi itu (museum dan anjungan) adalah kewenangan pemerintah daerah serta kementerian. Mudah-mudahan, dengan pengelolaan dari pemerintah, TMII juga bisa lebih baik dari sebelumnya,” jelasnya.