Memasuki usia 66 tahun, IPDN perlu lebih dari sekadar melahirkan pamong praja. Tak hanya melayani secara prima, tetapi diperlukan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi dan beradaptasi dengan tantangan zaman.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah 66 tahun, Institut Pemerintahan Dalam Negeri semestinya mampu beradaptasi dengan tantangan zaman. Menyiapkan sumber daya manusia unggul yang bisa melayani publik lebih prima. Bahkan, lulusan IPDN semestinya bisa menjadi agen perubahan.
Harapan besar ini disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam Dies Natalis Ke-66 Institut Pemerintahan Dalam Negeri
(IPDN). Dalam kesempatan itu, Wapres Amin mengingatkan, perkembangan zaman serta kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tak bisa dielakkan. Karena itu, semua jajaran pimpinan, pengurus, serta pendidik IPDN untuk terus mengaktualisasi diri. Ilmu yang dimiliki perlu disesuaikan dengan berbagai perubahan yang terjadi.
IPDN harus adaptif dengan perkembangan zaman yang telah terdisrupsi oleh pandemi ataupun kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
”IPDN harus adaptif dengan perkembangan zaman yang telah terdisrupsi oleh pandemi ataupun kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,” kata Wapres Ma’ruf Amin.
Tanpa akselerasi inovasi, penyesuaian dengan kemajuan teknologi, serta tantangan zaman, IPDN tidak akan mampu menjawab berbagai persoalan yang semakin kompleks.
Adapun di awal kemerdekaan, pendidikan kader pemerintahan ini dimulai dengan Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Pangreh Praja pada 1948 yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Menengah Pegawai Pemerintahan Administrasi Atas (SMPAA) di Jakarta dan Makassar.
Tahun 1952, Departemen Dalam Negeri menyelenggarakan Kursus Dinas C (KDC) di Kota Malang, Jawa Timur, untuk meningkatkan keterampilan pegawai golongan D. Dua tahun kemudian, KDC juga diadakan di Aceh, Bandung, Bukittinggi, Pontianak, Makassar, Palangkaraya, dan Mataram.
Pada 17 Maret 1956 diresmikan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Malang. Hingga pada 2004, IPDN berdiri. Harapannya, pendidikan kader pamong praja semakin efektif. Tahun 2009 sampai 2016, IPDN membentuk tujuh kampus di Bukittinggi (Sumatera Barat), Rokan Hilir (Riau), Gowa (Sulawesi Selatan), Minahasa (Sulawesi Utara), Kubu Raya (Kalimantan Barat), Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), dan Jayapura (Papua).
Mendagri Tito Karnavian kemudian mengingatkan agar IPDN terus menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan. ”Modul, kurikulum, dan silabus harus beradaptasi. Ilmu berkembang, referensi makin banyak, penelitian makin banyak sehingga belajar di IPDN memang sesuai konteks dan tantangan nyata di lapangan,” ujar dalam pidato yang telah direkam.
Tito menyatakan telah memberikan masukan kepada Rektor IPDN supaya memperbanyak kegiatan yang lebih aplikatif di IPDN. Para pejabat pemerintah, baik daerah maupun pusat, TNI dan Polri, bisa diundang untuk memberikan konteks tugas secara riil. Praja IPDN bisa belajar dari keberhasilan dan kekurangberhasilan yang terjadi secara empirik.
Selain itu, IPDN perlu berkoordinasi dengan LPDP sehingga lulusan IPDN bisa melanjutkan studi ke negara-negara dengan sistem pemerintahan baik dan tidak koruptif. Harapannya, praktik-praktik baik bisa dibawa ke Indonesia.
Di IPDN, tradisi-tradisi buruk semestinya sudah hilang. Salah satu tradisi yang harus dihentikan di IPDN, kata Tito, adalah kekerasan dan pemukulan.
”Saya minta semua lulusan IPDN/STPDN menjadi tulang punggung ASN, dapat menjadi agent of change (agen perubahan) yang bisa mengubah kultur norma tradisi di lingkungan pekerjaan ASN, supaya lebih transparan, lebih inovatif, dan profesional,” ujar Tito.
Praktik-praktik buruk di lingkungan ASN, kata Tito, perlu diperbaiki, sedangkan praktik-praktik baik dipelihara. Demikian pula di IPDN, tradisi-tradisi buruk semestinya sudah hilang. Salah satu tradisi yang harus dihentikan di IPDN, kata Tito, adalah kekerasan dan pemukulan.
Secara umum, ditambahkan Wapres Amin, IPDN harus menjadi inspirasi bagi seluruh masyarakat, khususnya dalam melaksanakan pengabdian kepada negara. ”Dengan semangat among praja dharma nagari, saya berharap IPDN terus maju, menjadi teladan, menggugah semangat perubahan, serta memberikan inspirasi moral dalam melaksanakan pengabdian bagi bangsa dan negara,” kata Wapres Amin.
Sebagai garda terdepan pembentukan calon-calon pamong praja, IPDN juga harus memainkan peran utama dalam mewujudkan pelayanan publik yang prima. Ego sektoral di antara instansi pemerintah menjadi tantangan tersendiri. Untuk itu, IPDN harus mampu melahirkan SDM yang mampu memperbaiki kondisi ini dengan cara partisipatif dan kolaboratif.
Kuatnya ego sektoral jelas menjadi penghambat terwujudnya pelayanan yang prima bagi masyarakat. Untuk itu, IPDN harus tampil terdepan dalam membangun pelayanan publik yang mengutamakan partisipasi, sinergi, dan kolaborasi dengan sejumlah pihak.