Presiden: Indonesia Harus Jadi Negara Tangguh Bencana
Indonesia masuk 35 negara rawan bencana di dunia. Sepanjang 2021, BNPB mencatat, terjadi 5.402 bencana dengan jumlah korban meninggal mencapai 728 jiwa.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menegaskan, Indonesia harus menjadi bangsa yang tangguh dalam menghadapi bencana. Sebab, selain termasuk 35 negara paling rawan bencana di dunia, Indonesia juga harus menghadapi ancaman bencana akibat perubahan iklim.
Presiden Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2022 secara virtual, Rabu (23/2/2022), mengingatkan, dunia harus menghadapi perubahan iklim. ”Kita tahu perubahan iklim dunia nanti arahnya akan semakin mengerikan. Semua negara juga sudah ngeri dan sudah mengalami bencana yang sebelumnya tidak ada kemudian ada karena perubahan iklim,” ujarnya saat memberikan sambutan dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Risiko kerugian akibat bencana, lanjut Jokowi, sangat besar dari sisi jumlah korban ataupun kerugian material. Oleh karena itu, penanggulangan bencana harus dilakukan secara terpadu dan sistematik. Rencana Induk Penanggulangan Bencana tahun 2020-2044 juga diminta untuk dilaksanakan dengan penuh komitmen dan tanggung jawab. Semua tahapan harus dilaksanakan dengan disiplin dan konsisten.
Sebagai salah satu pilar utama penanganan bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana diharapkan selalu berbenah diri. Presiden Jokowi meyampaikan beberapa arahan untuk pembenahan yang harus dilakukan BNPB. Pertama, BNPB mesti menerapkan budaya kerja siaga, antisipatif, responsif, dan adaptif.
”Ini penting karena bencana itu datangnya tidak terduga, datangnya secara tiba-tiba, bahkan muncul bencana yang tidak terbayangkan sebelumnya. Salah satunya adalah pandemi Covid-19. Semua ketidakterdugaan itu harus kita tangani untuk memperkecil risiko bagi masyarakat, bangsa, dan negara,” tuturnya.
Kedua, BNPB diminta berorientasi pada pencegahan. Beberapa jenis bencana, seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi, memang tidak bisa dicegah sebelumnya. Namun, banyak jenis bencana yang bisa dikurangi dan bisa dicegah sebagian. Bencana banjir, misalnya, bisa dicegah dengan penghijauan atau penanaman vegetasi.
Bencana longsor di beberapa daerah juga bisa dicegah. Upaya pencegahan ini bisa dilakukan di wilayah dengan banyak bencana longsor, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. Pencegahan dapat dilakukan dengan penanaman vetiver yang bisa mencegah longsor.
Bencana itu datangnya tidak terduga, datangnya secara tiba-tiba, bahkan muncul bencana yang tidak terbayangkan sebelumnya. Salah satunya adalah pandemi Covid-19. Semua ketidakterdugaan itu harus kita tangani untuk memperkecil risiko bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Upaya pencegahan bencana juga bisa dilakukan dengan pelestarian lingkungan, pembangunan bendungan, serta pendalaman sungai dan saluran air. ”Ini harus dilakukan secara sinergis antara BNPB dan kementerian/lembaga terkait, termasuk pemda dan masyarakat,” ucap Presiden Jokowi.
Ketiga, BNPB harus meningkatkan infrastruktur untuk mengurangi risiko bencana. Bersama pemerintah dan masyarakat, BNPB bisa menggalakkan penanaman vegetasi penghambat ombak, tsunami, atau taifun. Presiden menyebut beberapa jenis tanaman yang harus banyak ditanam di pesisir pantai, seperti mangrove, nipah, cemara pantai, kasuarina, waru laut, ketapang, nyamplung, dan kelapa.
Presiden mengingatkan agar jalur evakuasi terus disiagakan dan instrumen-instrumen peringatan dini terus ditingkatkan. Pengecekan secara rutin dinilai sering kali tidak disiplin dilakukan. ”Kita tahu tidak semua pengadaan alat ini oleh BNPB, tetapi saya minta ikut terlibat dan mengingatkan kementerian/lembaga terkait untuk menjalankan tugas karena ini sekali lagi menyangkut keselamatan rakyat,” ucap Presiden.
Keempat, Presiden Jokowi meminta BNPB untuk aktif mengajak seluruh aparat pemerintah pusat ataupun daerah agar semua program pembangunan harus berorientasi pada tanggap bencana. Perizinan-perizinan usaha yang dikeluarkan harus mempertimbangkan risiko bencana. Pembangunan infrastruktur juga harus mengurangi bencana, bukan menambah risiko bencana. ”Sering kita membangun lupa mengenai ini,” ujarnya.
Pengarusutamaan kebijakan yang tangguh bencana juga harus terus ditingkatkan. Arahan kelima, BNPB harus membangun sistem edukasi kebencanaan yang berkelanjutan, terutama di daerah-daerah rawan bencana. ”Ini penting sekali, penting sekali. Edukasi kebencanaan, budaya sadar kebencanaan, harus dimulai sejak dini dari setiap individu-individu dari keluarga, dari komunitas sekolah, sampai lingkungan masyarakat,” katanya.
Kearifan lokal yang ada di masyarakat juga harus digali. Masyarakat perlu dilatih untuk tanggap menghadapi bencana. Latihan simulasi dilakukan setiap saat, tanpa menunggu sampai datang bencana. Agenda besar Indonesia tangguh bencana harus dilakukan oleh semua komponen pemerintah dan semua komponen bangsa. ”Kita rangkul kekuatan dan potensi-potensi yang ada di masyarakat. Kita wujudkan bangsa yang tangguh terhadap bencana,” ucap Presiden.
Menurut Kepala BNPB Suharyanto, arti penting pencegahan dan mitigasi diwujudkan dengan serangkaian program terintegrasi, mulai dari kajian risiko bencana, edukasi, hingga literasi kebencanaan. BNPB juga telah melakukan penyiapan sistem peringatan dini yang mendukung upaya kedaruratan dan evakuasi masyarakat, serta penyiapan jalur dan tempat evakuasi berbasis komunitas.
Kehadiran relawan hingga media, seperti wartawan peduli bencana, disebut telah mendukung upaya sosialisasi dan edukasi di tingkat masyarakat. ”Pada saat tanggap darurat kami pastikan bahwa negara selalu hadir pada kesempatan pertama untuk mendukung pemerintah daerah dan masyarakat terdampak,” ujar Suharyanto.
Pusat logistik kawasan
Seperti arahan Presiden Jokowi di Lumajang, Jawa Timur, pasca-awan panas Gunung Semeru dan di Pandeglang pasca-gempa pertengahan Januari lalu, efisiensi penanganan darurat bencana ditingkatkan dengan membentuk pusat logistik kawasan. Pusat logistik kawasan ini antara lain telah hadir di Sumatera Barat untuk regional Sumatera dan akan dikembangkan di enam kawasan lain, yaitu Banjarmasin, Sidoarjo, Gorontalo, Kupang, Ambon, dan Biak.
Suharyanto melaporkan, proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana melalui percontohan telah dilakukan di Lumajang. Dalam waktu 1,5 bulan pada kurun 4 Januari-21 Februari 2022, jumlah hunian tetap yang sudah dalam proses pembangunan adalah sebanyak 1.175 unit dari target 2.000 unit.
Dari 1.175 unit tersebut, 190 unit hunian tetap sudah selesai dan siap ditempati. ”Kami harapkan, tentu saja dalam waktu tidak terlalu lama, masyarakat yang saat ini masih tinggal di pengungsian bisa segera menempati permukiman yang baru di wilayah relokasi tersebut,” kata Suharyanto.
BNPB juga menyadari bahwa tantangan ke depan tidak semakin ringan. Hal ini terutama dihadapkan dengan kejadian bencana yang selalu bertambah dari waktu ke waktu. Pada 2021, BNPB mencatat 5.402 kejadian bencana dengan jumlah korban meninggal mencapai 728 jiwa dan kerugian material tercatat lebih dari 150.000 rumah dan lebih dari 4.400 fasilitas umum rusak berat.
Tidak hanya bencana alam, BNPB masih berada pada kondisi pandemi Covid-19. ”Dengan kepemimpinan Bapak Presiden kita terbukti mampu mengendalikan laju kenaikan kasus dengan tetap mempertahankan kemampuan fasilitas kesehatan dan pertumbuhan ekonomi,” kata Suharyanto.