Semringah Seniman Selepas Jumpa Presiden Jokowi
Seni dan budaya merupakan akar dari pembangunan kualitas manusia. Aktivitas seni dan budaya tak boleh berhenti meski pandemi Covid-19 melanda.
Bertempat di Istana Negara, Jakarta, Kamis (10/2/2022) siang, para seniman dan budayawan bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Di kesempatan tersebut, mereka ingin mendapatkan suatu pedoman final standar nasional aturan-aturan main seni pertunjukan. Harapan pun mereka sampaikan kepada Presiden terkait pelaksanaan kegiatan pertunjukan seni budaya di Tanah Air selama masa pandemi.
”Tadi sudah dinyatakan oleh beliau bahwa sementara ini masih mengacu pada pedoman lama, pertunjukan di dalam gedung itu bisa sampai dengan 50 persen kapasitas gedung. Tapi dipersilakan, mulai Maret ini mungkin akan bertambah. Jadi bisa 70 persen atau 80 persen sedang diolah oleh pemerintah. Kepastiannya nanti bulan Maret akan diumumkan sehingga orang yang menikmati seni pertunjukan di gedung bisa lebih banyak,” tutur seniman Butet Kartaredjasa.
Menurut dia, Kepala Negara juga mendorong kegiatan seni budaya tetap harus berlangsung dan tidak boleh mati. Kegiatan seni budaya harus tetap jalan meskipun setiap daerah punya otonomi untuk mengatur.
”Asalkan, semua nanti terjadi dengan standar protokol kesehatan yang disepakati dan diatur oleh pemerintah,” kata Butet.
Terkait dukungan pembiayaan, Butet menuturkan, Presiden Jokowi juga mendorong badan usaha milik negara, perusahaan swasta, dan industri untuk mendukung kegiatan seni dan budaya. Hal ini karena kegiatan seni budaya itu akar dari pembangunan kualitas manusia di negeri ini.
Baca juga: Seni di Masa Pandemi
Seniman Ratna Riantiarno mengaku gembira dengan semua yang dikatakan Presiden Jokowi.
”Tapi memang kadang-kadang perintah yang dari atas seperti apa, di bawahnya susah. Kami juga minta tolong supaya diperhatikan. Pengurusan perizinan, misalnya, walaupun sudah dibilang 50 persen atau lebih, tapi di bawah bilang ada 25 persen sehingga perizinan untuk dapat dari polres, polda, itu menjadi sangat sulit. Sehingga kita juga, kalau bisa, memang harus dibantu mengenai itu supaya semuanya kita bisa tampil prima pada waktunya,” katanya.
Berkenaan dengan janji sokongan dana dari berbagai pihak, Ratna menuturkan, hal itu penting karena semua juga tahu bahwa dengan penonton 100 persen pun pergelaran seni pertunjukan tidak akan menutup seluruh biaya. Pemahaman mengenai arti penting dukungan ini diharapkan dapat disebarkan ke berbagai pihak.
”Kita sekarang sudah siap mau tampil dengan segala kondisi. (Hal ini) Karena kita yakin pandemi ini harus dikalahkan dengan bagaimana kita disiplin pada protokol kesehatan tetapi kita juga tampil untuk pertunjukan. Kira-kira seperti itu di seluruh Indonesia,” kata Ratna.
Kita sekarang sudah siap mau tampil dengan segala kondisi. Kita yakin pandemi ini harus dikalahkan dengan disiplin pada protokol kesehatan, tetapi kita juga tampil untuk pertunjukan.
Pada kesempatan tersebut, Renitasari Adrian, yang hadir mewakili pihak swasta, mengatakan bahwa Presiden Jokowi sudah menyatakan akan memberikan arahan kepada Menteri Sekretaris Negara agar berkoordinasi dengan perusahaan swasta lainnya untuk ikut bersama-sama mendukung kelompok seniman seni pertunjukan agar dapat terus berjalan.
”Dan tadi Bapak (Presiden) menyampaikan, diharapkan di bulan Juni ke depan itu bisa melakukan pertunjukan-pertunjukan di tempat-tempat yang menjadi lokasi prioritas wisata di Indonesia, yaitu Labuan Bajo dan Danau Toba. Dan itu juga merupakan salah satu dukungan dari pemerintah. Dan harapannya, tentu, banyak pihak swasta yang bisa mendukung, menyukseskan seni pertunjukan Indonesia agar bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Renitasari.
Sebagai gambaran, pukulan terhadap industri seni yang kembali terjadi seiring melonjaknya kasus Covid-19 varian Omicron pun dirasakan Rama Widi, pemain harpa profesional level dunia yang juga harpist di Twilite Orchestra. Pekan depan, misalnya, dia sudah mempersiapkan diri untuk tampil solo Fantasia Nusantara diiringi Twilite Orchestra secara langsung di hadapan penonton.
”Cuman karena Omicron lagi naik banget, akhirnya enggak ada penontonnya. Padahal excited banget akan perform di depan penonton, cuma ya apa boleh buat,” ujar Rama yang menyebut bahwa pertunjukan bersama Twilite Orchestra tersebut rencananya akan tetap berjalan secara daring serta akan ditayangkan secara rekaman di SCTV.
Baca juga: Meski Cenderung Bergejala Lebih Ringan, Jangan Remehkan Omicron
Untuk pertunjukan dengan kapasitas 50 persen, menurut Rama, belakangan ini beberapa orkestra memang sudah menggelar konser dengan protokol kesehatan ketat. ”Tapi saya tidak tergabung dalam dua orkestra tersebut dan memang meminimalkan diri untuk ketemu orang banyak dalam satu ruangan, apalagi sejak keluarga saya serumah sampai keponakan saya yang umur 2 tahun kena dan menularnya cepat banget semakin membuka mata kalau Omicron memang menularnya cepat banget,” katanya.
Apalagi, sebagai musisi instrumentalis, ia harus bermusik bersama dengan musisi lain. Ia menyebut bahwa sebelum bisa memberikan konser yang baik, pastinya harus ada modal seperti untuk pemain musik dan pengadaan gedung. Pertunjukan musik akan sangat sulit diwujudkan jika tidak memperoleh dukungan dari pihak pemerintah dan swasta.
”Tapi walaupun ada support, hal ini jadi bumerang juga kalau menurut saya, karena pengalaman sebagai EO, saat sebuah lembaga, perusahaan, atau brand mau memberikan sponsor, mereka mengharapkan timbal balik yang sepadan; biasanya jumlah penonton dan seberapa gaungnya konser yang akan diadakan dari sebelum dan setelah terlaksana. Nah, kalau penontonnya hanya 50 persen, singkatnya sih enggak masuk hitungan marketing dan businessplan-nya,” ujar Rama.
Saat sebuah lembaga, perusahaan, atau brand mau memberikan sponsor, mereka mengharapkan timbal balik yang sepadan; biasanya jumlah penonton dan seberapa gaungnya konser yang akan diadakan dari sebelum dan setelah terlaksana. Nah, kalau penontonnya hanya 50 persen, singkatnya sih enggak masuk hitungan marketing dan business plan-nya.
Keputusan untuk tetap berkegiatan seni ataupun tidak di masa pandemi, menurut Rama, memang tergantung pada pilihan masing-masing. ”Saya memilih tidak mengambil banyak-banyak karena ada keluarga yang saya harus lindungi. Kalau income jadi berkurang banget ya enggak boleh baper (terbawa perasaan) sama pemerintah, malah harus merangsang kreativitas kita untuk terus bisa berkarya dengan keterbatasan dan mendapatkan pendapatan yang cukup. Kita musisi pusing, tetapi saya yakin pemerintah jauh lebih pusing dan harus kita support kebijakannya,” ujar Rama.
Sempat menjajal bisnis di bidang kuliner, Rama saat ini juga masih mengajar harpa dengan protokol kesehatan yang ketat.
”Pukulan pasti ada, kangen untuk perform di depan penonton juga sudah di ubun-ubun, tetapi tetap menjaga kesehatan menurut saya lebih penting. Karena kalau tidak sehat, kita enggak bisa berkarya, dan tidak semua orang jujur dengan status Covid-19-nya,” katanya.
Perhatian para presiden
Perhatian dan kedekatan dengan kalangan seni pun melekat pada para presiden di negeri ini. Otobiografi para presiden menjadi salah satu sumber untuk mengetahui pemikiran para pemimpin negeri ini terkait hal tersebut. Melalui buku Sukarno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, misalnya, kita dapat menyimak penuturan Bung Karno bahwa dirinya seorang pencinta keindahan.
”Aku mengumpulkan benda-benda seni perunggu dari Budapest, pualam dari Italia, lukisan-lukisan dari mana saja. Untuk Istana Negara di Jakarta aku sendiri berbelanja membeli lampu kristal yang berat dan kursi beludru berlapis emas di Eropa,” kata Bung Karno di otobiografinya yang ditulis Cindy Adams tersebut.
Lewat buku Bung Karno dan Kesayangannya karya Guntur Soekarnoputra pun kita dapat membayangkan kedekatan Presiden Soekarno dengan para seniman dan karyanya. ”Boleh dikata seluruh sanggar pelukis-pelukis terkenal yang ada di seantero Republik ini sudah Bapak ’survei’ dan kalau ada yang yahud langsung di-’tap’ oleh Bapak alias tidak boleh dijual kepada siapa pun sampai Bapak punya duit buat beli lukisan itu,” tulis Guntur.
Baca juga: Membaca Jejak Sejarah dari Mebel di Istana
Tak lupa dirinci pula sanggar-sanggar pelukis di Bali yang paling kerap dikunjungi Bung Karno, seperti sanggar Regig, Anak Agung Gde Sobrat, Antonio Blanco, Le Mayeur, dan Theo Mayer. Beberapa pustaka pun menggambarkan kegandrungan Bung Karno terhadap seni pewayangan dan juga tarian, seperti halnya tari Lenso yang di banyak kesempatan ditarikannya.
Di buku otobiografi Suharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya pun tertulis bahwa pada pertengahan Maret 1987, Presiden Soeharto bertemu dengan 40 seniman dan seniwati senior di Istana Negara. Pertemuan semacam itu baru pertama kali diadakan Presiden Soeharto semenjak dirinya menjadi presiden, terhitung sejak tahun 1968.
”Di depan para seniman dan seniwati itu saya tegaskan, ketahanan sosial budaya tak kalah pentingnya dengan ketahanan militer dan ketahanan ekonomi dalam memperkuat ketahanan nasional. Saya mengharapkan agar para tokoh seniman itu menjadi panglima-panglima dalam memperkuat ketahanan sosial budaya yang merupakan satu unsur penting dalam ketahanan nasional,” kata Soeharto.
Saya tegaskan, ketahanan sosial budaya tak kalah pentingnya dengan ketahanan militer dan ketahanan ekonomi dalam memperkuat ketahanan nasional. Saya mengharapkan agar para tokoh seniman itu menjadi panglima-panglima dalam memperkuat ketahanan sosial budaya yang merupakan satu unsur penting dalam ketahanan nasional.
Pada buku otobiografinya tersebut, Presiden Soeharto menuturkan dirinya pun menyambut gembira berbagai usaha dan partisipasi yang telah disumbangkan para seniman dan seniwati Indonesia. Hal ini terkait kiprah mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan lapangan kerja melalui berbagai kegiatan seni.
Kegemaran dan perhatian terhadap seni serta para seniman yang berkecimpung di dalamnya pun dimiliki serta dilakukan para presiden berikutnya, mulai Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setiap presiden memiliki kekhasan gaya dan pendekatan.
Kini, di saat pandemi Covid-19 masih melanda dunia dan Indonesia, para seniman dan seniwati dihadapkan pada tantangan berat. Aneka pembatasan terpaksa masih harus dilakukan menimbang kasus penularan Covid-19, terutama akibat varian Omicron, yang kini terus menanjak. Ketaatan menjalankan protokol kesehatan dan upaya menyukseskan vaksinasi diharapkan dapat membawa negeri ini perlahan namun pasti keluar dari pandemi.
Dalam keterangan seusai rapat terbatas yang diselenggarakan secara virtual, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 3 ini, kegiatan seni budaya tetap bisa diselenggarakan dengan kapasitas maksimum 25 persen. Selain itu, semua tetap harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Pembatasan ini diperlukan sebab, seperti disampaikan Juru Bicara Pemerintah dalam Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, Kamis (10/2/2022), orang yang positif Covid-19 terkadang tidak bergejala dan terlihat sehat-sehat saja bahkan kadang beraktivitas seperti biasa. Namun, mereka tetap bisa menularkan virus Covid-19 kepada orang lain.
”Hal ini berarti, orang yang tampak sehat-sehat saja belum tentu terbebas dari infeksi Covid-19,” katanya.
Berkenaan dengan hal tersebut, sikap paling bijak yang bisa dilakukan bersama adalah menerapkan protokol kesehatan 3M secara menyeluruh baik untuk orang sehat maupun sakit. Pemerintah dan aparatnya juga perlu mengantisipasi penularan secara masif dengan mengidentifikasi suspek kasus atau meningkatkan penelusuran dan pengetesan kontak erat, termasuk yang tanpa gejala.
Regulasi menyangkut pembatasan kegiatan masyarakat yang kerap berubah mengikuti dinamika perkembangan Covid-19 boleh jadi membingungkan sebagian kalangan. Pada kondisi seperti ini, kiranya kita perlu kembali mengacu bahwa sejatinya keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Alhasil, sebagaimana para pelaku ekonomi dituntut tetap sehat dan produktif, kalangan seniman pun dituntut tetap sehat dan kreatif. Upaya menjaga agar semua tetap sehat mesti diprioritaskan di tengah ikhtiar bekerja dan beraktivitas di berbagai bidang, tak terkecuali dalam berkegiatan seni dan budaya.