Meski Cenderung Bergejala Ringan, Jangan Remehkan Omicron
Varian Omicron telah melonjakkan kasus Covid-19 di seluruh dunia. Meski bergejala lebih ringan dibandingkan varian Delta, semua pihak diminta jangan meremehkan Omicron. Transmisi atau laju penularan mesti diturunkan.
JAKARTA, KOMPAS — Dunia saat ini sedang berada di tengah gelombang terbesar penularan Covid-19. Salah satu faktor yang menyebabkan lonjakan kasus di seluruh dunia saat ini adalah karena virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 varian Omicron yang telah mendominasi penularan. Omicron terbukti jauh lebih mudah menular dibandingkan varian lainnya, termasuk varian Delta.
Meski demikian, dari pantauan gejala yang muncul pada pasien, saat ini gejala yang dialami pasien lebih ringan dibandingkan varian Delta. Diketahui hal ini disebabkan varian Omicron lebih banyak menyerang saluran pernapasan atas dibandingkan Delta yang lebih banyak menyerang saluran pernapasan bagian bawah.
”Tetapi, kita tidak boleh terlalu cepat meremehkan virus ini. Bahkan, sangatlah penting bagi kita semua untuk dapat menurunkan transmisi atau laju penularan,” kata Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Reisa Broto Asmoro saat menyampaikan keterangan pers terkait penanganan pandemi Covid-19 di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (9/2/2022).
Kita tidak boleh terlalu cepat meremehkan virus ini. Bahkan, sangatlah penting bagi kita semua untuk dapat menurunkan transmisi atau laju penularan.
Sebagai gambaran, kenaikan kasus pasien terkonfirmasi positif Covid-19 pun meningkat pesat dalam tiga minggu terakhir di Indonesia. Per 8 Februari 2022, terdapat penambahan 37.492 orang yang terkonfirmasi positif sehingga saat ini jumlah pasien yang sedang menjalani isolasi mandiri ataupun dirawat di rumah sakit menjadi 233.062 orang.
Baca juga: Lindungi Kelompok Rentan untuk Mengantisipasi Lonjakan Kasus Omicron
Reisa mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan beberapa alasan penting agar kita tidak terinfeksi. Pertama, hal ini karena selalu ada risiko penyakit yang diderita menjadi penyakit berat, terutama bagi yang memiliki komorbid, warga lanjut usia (lansia), atau mereka yang belum mendapatkan vaksinasi.
”Tetapi, kata ’terutama’ itu menggambarkan bahwa meski lebih banyak ditemukan kasus berat pada kriteria tersebut, tetapi artinya juga bisa tidak. (Mereka) yang tidak termasuk kriteria tersebut pun tetap memiliki risiko penyakit berat meskipun kemungkinannya kecil,” kata Reisa.
Maka, sebaiknya, semua orang harus waspada karena alasan kedua. Alasan dimaksud adalah kita tidak sepenuhnya mengetahui dampak terkait kondisi post-Covid-19 atau long Covid-19 syndrome, di mana orang yang pernah terinfeksi memiliki risiko mengalami gangguan kesehatan pada masa pascainfeksi.
Selain itu, kita juga tidak dapat meremehkan penyakit ini karena dapat membebani fasilitas kesehatan dan fasilitas publik lainnya. ”Dan, tentu, hal ini dapat mengganggu kegiatan dan produktivitas kita semua. Ingat, semakin tinggi laju penularan, semakin banyak virus yang memperbanyak dirinya, semakin besar pula virus ini dapat berkembang kembali atau bermutasi menjadi varian baru lagi,” ujar Reisa.
Ingat, semakin tinggi laju penularan, semakin banyak virus yang memperbanyak dirinya, semakin besar pula virus ini dapat berkembang kembali atau bermutasi menjadi varian baru lagi.
Semua orang tentu menginginkan Omicron menjadi varian terakhir dan pandemi Covid-19 segera berakhir. Maka, menurut Reisa, semua pihak harus dapat menurunkan risiko terbentuknya varian yang lebih berbahaya dengan cara menurunkan laju penularan.
Banyak salah kaprah di masyarakat yang menganggap jika ingin terbebas dari penggunaan masker dan protokol kesehatan lainnya cukup melakukan tes mandiri sebelumnya untuk memastikan diri negatif. Hal yang perlu diketahui bersama adalah bahwa pemeriksaan tersebut bersifat real time (waktu terkini), yakni menggambarkan kondisi pada saat diambil sampel saja.
”Padahal, seperti kita ketahui sebelumnya, ada masa inkubasi virus sehingga ada waktu jeda dari masuknya virus ke tubuh kita, kemudian terinfeksi, sampai kemudian menimbulkan gejala, atau menularkan kepada orang lain. Sehingga tes bukan merupakan jaminan bahwa kemudian hari ini akan melindungi kita ke depan. (Hal) yang memberikan perlindungan adalah protokol kesehatan dan vaksinasi,” kata Reisa.
Baca juga: Presiden Jokowi: Vaksin dan Prokes untuk Akhiri Pandemi Covid-19
Terkait hal tersebut, Reisa kembali mengajak semua warga memperketat penggunaan masker ketika berinteraksi dengan orang lain, menerapkan jaga jarak, menghindari kerumunan, rutin mencuci tangan dengan baik dan benar, serta mengurangi mobilitas yang tidak perlu terlebih dahulu. Hal ini terutama bagi mereka yang termasuk kriteria masyarakat rentan, yakni memiliki komorbid, lansia, ataupun ibu hamil.
Panduan bagi yang kontak erat
Hal pertama yang harus dilakukan orang yang baru saja kontak erat dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19 adalah melakukan karantina mandiri di rumah.
“Kemudian, Anda harus melakukan tes pertama dalam 24 jam setelah kontak erat. Terkait pemilihan tes, Anda dapat melakukan PCR swab test atau antigen swab test, di mana pemilihan tes ini berdasarkan kriteria daerah pemeriksaan,” ujar Reisa.
Jika didapati hasil tes pertama ini positif, warga diminta segera melanjutkan isolasi mandiri dengan dipantau melalui telemedicine (pengobatan jarak jauh)atau layanan kesehatan lainnya, seperti puskesmas. Warga juga diminta mengikuti anjuran dan dosis obat serta vitamin yang disarankan dokter. Apabila kemudian muncul gejala, warga harus segera memeriksakan diri dan memastikan tetap terus terpantau selama menjadi isolasi mandiri.
”Namun, jika tes pertama hasilnya negatif, ingat, jangan langsung menganggap pasti tidak tertular. Anda sebaiknya tetap melanjutkan karantina mandiri sambil memantau gejala yang timbul. Lakukan pengulangan atau tes kedua pada hari kelima karantina mandiri. Jika hasil tes kedua tersebut negatif, maka Anda tidak perlu lagi melakukan karantina mandiri. Tapi, jika hasil tes kedua positif, lanjutkan isolasi mandiri dengan panduan seperti telah saya jelaskan,” kata Reisa.
Pada kesempatan tersebut, Reisa merinci kriteria kontak erat dengan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. ”Pertama, Anda melakukan kontak tatap muka atau berdekatan dengan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dalam radius kurang dari 1 meter selama 15 menit atau lebih. Misalnya, pada saat makan bersama teman, sambil berbincang, duduk berdekatan, dan tidak menggunakan masker,” katanya.
Kriteria kedua kontak erat adalah termasuk melakukan sentuhan fisik langsung, seperti bersalaman, berpelukan, dan berpegangan tangan. Ketiga, memberikan perawatan langsung terhadap orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 tanpa menggunakan alat pelindung diri sesuai standar.
Menurut Reisa, dengan kecenderungan gejala Covid-19 saat ini yang memunculkan gejala ringan, pasien dengan gejala ringan atau tanpa gejala diimbau melakukan isolasi mandiri di rumah saja. Saat ini, pasien yang telah terkonfirmasi hasil positif PCR di Jabodetabek juga bisa memanfaatkan layanan isoman berupa telemedicine dan obat gratis dari pemerintah dengan mengecek NIK di laman isoman.kemkes.go.id jika sudah mendapatkan dari laboratorium yang terafiliasi oleh Kementerian Kesehatan.
”Sehingga rumah sakit hanya diperuntukkan bagi pasien yang benar-benar membutuhkan tindakan medis, seperti mengalami perburukan, gejala sedang, gejala berat, ataupun kritis. Ini yang membedakan dengan (penanganan) saat varian Delta tahun lalu, di mana lebih banyak orang yang mengalami gejala yang membutuhkan perawatan di rumah sakit,” ujar Reisa.
Pasien ringan adalah pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia; yakni frekuensi napas 12-20 kali per menit dan saturasi oksigen di atas 95 persen. Gejala umum yang muncul, seperti demam, batuk, nyeri tenggorokan, pilek atau kongesti hidung, sakit kepala, kelelahan, kehilangan nafsu makan, nyeri tulang, diare, mual, muntah, hilang penciuman, atau hilang pengecapan.
Tata laksana isolasi mandiri
”Sangatlah penting bagi kita semua untuk benar-benar memahami tata laksana isolasi mandiri yang tepat di rumah agar tidak menjadi kluster keluarga. Jika ada dalam keluarga yang terkonfirmasi positif, hal pertama yang harus dilakukan keluarga adalah memilih salah satu anggota keluarga yang akan menjadi perawat pasien,” kata Reisa.
Perawat pasien ini harus dipastikan tidak memiliki faktor risiko tinggi, seperti komorbid, lanjut usia, dan tidak sering kontak dengan orang lain di luar rumah. Rumah juga harus dipastikan memiliki sirkulasi yang baik. Semua anggota keluarga harus menggunakan masker dengan benar ketika berada di satu ruangan yang sama dengan pasien dengan senantiasa menjaga jarak lebih dari 2 meter.
”Pastikan juga keluarga rajin mencuci tangan, membersihkan, dan mendisinfeksi secara rutin permukaan benda yang disentuh pasien Covid-19. Pastikan hidangan makanan terpisah dan menggunakan peralatan makan, baik piring, sendok, garpu, maupun gelas yang berbeda. Dan, peralatan tidur serta peralatan mandi terpisah dari pasien Covid-19,” kata Reisa.
Keluarga harus memantau pasien secara teratur dan menghubungi petugas kesehatan secepatnya apabila pasien mengalami kesulitan bernapas, sakit dada, hilang kesadaran, atau tidak dapat bicara dan bergerak.
”Lama waktu isolasi ditetapkan oleh petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan atau selama 10 hari sejak terkonfirmasi Covid-19 apabila tidak ada gejala sama sekali atau tanpa gejala,” katanya.
Apabila mengalami gejala ringan, Reisa menuturkan, masa isolasi mandiri dapat selesai minimal 10 hari ditambah 3 hari setelah bebas gejala. ”Tidak perlu dilakukan pemeriksaan PCR ulang apabila pasien sudah mendapatkan surat keterangan selesai isolasi dari petugas kesehatan pemantau kondisi harian,” katanya.
Apabila ingin melakukan pemeriksaan ulang PCR, dapat dilakukan pada hari kelima atau hari keenam setelah hasil tes yang pertama. Apabila didapatkan hasil negatif pada hari kelima tersebut, pasien dapat mengulang tes dalam jarak 24 jam atau pada hari keenamnya. ”Apabila tetap negatif, maka dinyatakan sudah sembuh dan selesai masa isolasi mandiri. Tapi ingat, meski sudah sembuh, lakukan pemeriksaan kondisi fisik secara berkala ke dokter untuk memastikan tidak mengalami post-Covid atau long-Covid syndrome,” kata Reisa.
Reisa juga mengimbau para pasien yang terkonfirmasi positif agar tidak berkegiatan di tempat umum dan harus langsung melakukan isolasi mandiri serta konsultasi kepada petugas medis. ”Ketahuilah, meskipun saat ini Anda mungkin tidak merasakan gejala apapun, bukan berarti gejala akan terus seperti itu. Dan, tentunya, risiko menularkan kepada orang lain tetaplah sangat tinggi. Meskipun Anda tidak merasakan gejala apa pun, bukan berarti orang yang akan tertular oleh Anda juga akan merasakan gejala yang ringan,” katanya.
Reisa mengatakan, sikap abai dengan tetap melakukan kegiatan di tempat umum meski telah terkonfirmasi positif sama artinya dengan membahayakan nyawa orang lain.
Pusat perbelanjaan, mal, fasilitas publik, dan transportasi umum pun diimbau kembali mengetatkan penggunaan aplikasi Peduli Lindungi sebagai metode penyaringan terhadap mereka yang memiliki hasil laboratorium positif Covid-19 atau yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap agar tidak dapat beraktivitas di ruang publik.
Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2022, Rabu (9/2/2022), menuturkan bahwa sampai hari ini vaksin yang sudah disuntikkan kepada masyarakat mencapai 325 juta dosis. ”Baik itu dosis pertama, kedua, maupun dosis penguat atau booster,” kata Presiden Jokowi.