Serahkan SK Hutan Sosial dan TORA, Presiden Minta Lahan Segera Diolah
Presiden Jokowi menegaskan, pemerintah akan terus mengecek lahan agar benar-benar diolah produktif. Presiden mencontohkan, sudah ada tiga juta hektar lahan yang SK-nya dicabut oleh pemerintah karena ditelantarkan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menyerahkan Surat Keputusan atau SK Hutan Sosial dan SK Tanah Obyek Reforma Agraria atau TORA kepada masyarakat. Presiden meminta masyarakat yang memperoleh SK dari pemerintah itu untuk segera memanfaatkan lahan yang telah diberikan. Pemerintah tidak segan untuk mencabut kembali SK yang telah diberikan, jika lahan tersebut tidak digunakan secara produktif.
”Setelah Bapak, Ibu, dan saudara-saudara menerima SK ini, baik hutan sosial maupun TORA ataupun hutan adat, segera manfaatkan lahan yang ada, sesegera mungkin. Jangan sudah diberikan kemudian tidak diapa-apakan,” ujar Presiden Jokowi ketika menyerahkan SK Hutan Sosial dan SK TORA di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, pada Kamis (3/2/2022).
Kegiatan penyerahan SK juga dilakukan secara serentak di 19 provinsi lain. Sebanyak 722 SK Hutan Sosial (Hutsos) dengan luas 469.000 hektar bagi 118.000 kepala keluarga (KK) diserahkan kepada 20 provinsi. Selain itu, pemerintah juga menyerahkan 12 SK penetapan hutan adat dan dua SK indikatif hutan adat dengan total luas 21.288 hektar bagi 6.170 KK. SK TORA seluas 30.000 hektar diserahkan kepada 5 provinsi.
Presiden Jokowi menyebutkan, lahan yang diberikan pemerintah harus dimanfaatkan untuk kegiatan yang produktif. Kepala Negara meminta agar 50 persen dari lahan ditanami pohon berkayu, sedangkan 50 persen lainnya bisa ditanami tanaman semusim seperti jagung, kedelai, buah-buahan, bahkan padi dengan pola agroforestri. Lahan juga bisa dikembangkan untuk peternakan hingga perikanan.
”Ini saya titip betul agar lahan yang sudah kita berikan SK-nya, baik Bapak, Ibu, saudara-saudara sekalian, untuk betul-betul dipakai untuk kegiatan produktif, jangan dipindahtangankan kepada orang lain karena ini laku. Hati-hati, kita memberikan bukan untuk dipindahtangankan,” kata Presiden Jokowi.
Pemerintah akan terus mengecek agar lahan benar-benar diolah dengan produktif. Presiden mencontohkan sudah ada tiga juta hektar lahan yang SK-nya dicabut kembali oleh pemerintah karena ditelantarkan. ”Tiga juta hektar kita cabut, cabut, cabut, cabut, karena enggak diapa-apakan, sudah lebih dari 10 tahun enggak diapa-apakan, ya, sudah ambil lagi,” tambah Presiden.
Presiden Jokowi juga meminta masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian hutan. Selain itu, jika dalam pengelolaannya ingin bekerja sama dengan pihak swasta atau bank, Presiden berpesan untuk berhati-hati dan melakukannya secara cermat. ”Tapi hati-hati mesti dihitung, mesti dikalkulasi semuanya, saya kembali ke Anda kalau mengambil bank hati-hati, pas ngambil-nya enak nanti pas ngembali-kannya baru pusing tujuh keliling,” tutur Presiden.
Pendampingan Masyarakat
Presiden Jokowi menginstruksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat terkait tata kelola perhutanan sosial. Menteri Siti, misalnya, diminta untuk mengajak para penerima SK untuk belajar ke wilayah perhutanan sosial yang sudah berhasil. ”Gimana cara pengolahannya, gimana tata kelolanya, seperti apa manajemen, seperti apa semuanya, pulang tinggal langsung terapkan,” tambahnya.
Presiden berharap masyarakat dapat mengelola lahan secara baik sehingga menjadi produktif dan dapat ditindaklanjuti menjadi hak milik. ”Setelah ini diberikan hak milik, hak milik, kalau memang benar produktif tindak lanjuti ke Kementerian (ATR) BPN, kantor BPN untuk mendapatkan hak milik. Kalau ditelantarkan hati-hati juga bisa dicabut,” kata Presiden.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyebutkan, capaian perhutanan sosial sampai dengan Januari 2022 adalah sebanyak 7.479 unit SK seluas lebih 4,9 juta hektar yang melibatkan 1,05 juta KK. Untuk hutan adat yang merupakan bagian hutsos ditetapkan sebanyak 75.783 hektar bagi 89 kelompok adat dengan 44.853 KK. Wilayah indikatif hutan adat yang nantinya menjadi hutan adat sebesar 1,091 juta hektar.
Dari capaian tersebut, sampai saat ini telah diserahkan sebanyak 6.755 SK seluas 4,43 juta dengan 930.800 KK. Untuk program TORA, sampai dengan November 2021, telah mencapai luasan 2,71 juta hektar. SK Pelepasan hutan sumber redistribusi lahan TORA yang telah diserahkan sebanyak 68 SK seluas 89.961 hektar.
Menurut Siti, saat ini terdapat sebanyak 8.165 kelompok usaha perhutanan sosial. Mereka terbagi sebanyak 4.326 dengan kategori pemula, 3.255 kategori lanjut, 535 kategori maju, serta 49 kategori mandiri. Kelompok usaha tersebut telah menghasilkan produk komoditas, seperti kopi, madu, aren, rotan, kayu putih, dan ekowisata buah-buahan.
Perhutanan sosial juga memberi kontribusi ekonomi, antara lain, produk kayu-kayuan dan tanaman pangan. Kontribusi tenaga kerja perhutanan sosial adalah sebanyak 1,6 persen atau 2,2 juta tenaga kerja dari sebanyak lebih 136 juta tenaga kerja secara nasional. Konsep agroforestri juga mengedepankan konsep perhutanan sehingga perhutanan sosial merupakan bagian dari upaya pemulihan lingkungan.
Siti juga melaporkan kepada Presiden Jokowi tentang perintisan pembangunan hutan sosial dalam bentuk pengembangan wilayah terpadu atau integrated area development seperti di Lumajang, Jawa Timur dan di Bangka Belitung. Dua wilayah ini bisa menjadi referensi usaha bagi daerah-daerah dalam membangun wilayah dengan menjadikan hutan sosial sebagai pusat pertumbuhan ekonomi domestik.
Tanam pohon
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga melakukan kegiatan penanaman pohon bersama masyarakat di Desa Simangulampe, Kecamatan Bakti Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, pada Kamis (3/2). Kepala Negara menanam tanaman kacang macadamia, yang merupakan salah satu jenis tanaman hasil hutan bukan kayu.
Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Rehabilitasi Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dyah Murtiningsih, dalam keterangannya mengatakan penanaman pohon kali ini dilakukan di area seluas 10 hektar dengan metode teknik konservasi tanah dan air, dan agroforestri. ”Di sini tanahnya kondisinya curam sehingga kita perlu melakukan kegiatan konservasi tanah dan air berupa terasering,” ucap Dyah.
Dyah berharap kegiatan penanaman pohon ini bisa menopang kawasan hutan lindung yang ada di sekitar Desa Simangulampe dapat terjaga dengan baik, termasuk mengurangi terjadinya erosi. ”Harapannya nanti kawasan hutan lindungnya terjaga, erosinya juga menjadi berkurang ataupun tidak terjadi erosi, dan masyarakat tetap bisa memanfaatkan hasil tanaman dari hasil rehabilitasi hutan ini. Karena kita tanam tanaman dengan jenis hasil hutan bukan kayu yang bisa dimanfaatkan buahnya atau hasil yang lainnya,” ungkap Dyah.
Juwita Sitorus, salah seorang warga yang juga petani di Desa Simangulampe, berharap, kegiatan penanaman pohon ini dapat memberikan banyak manfaat nyata bagi masyarakat sekitar, mulai dari meningkatnya kesejahteraan hingga terhindar dari bencana banjir.
”Bagus, jadi masyarakat Simangulampe nanti biar makin maju, makin sejahtera. Jadi, kalau di pegunungan ini ditanami pohon, daerah kita itu makin sejuk, terhindar dari bencana, terutama banjir. Kita kan di daerah pegunungan, ya, jadi kita senang sekali program ini,” ujar Juwita.