Presiden Jokowi: HGU dan HGB Telantar Akan Dicabut
Pemerintah akan melihat lahan berstatus hak guna usaha dan hak guna bangunan yang ditelantarkan. Lahan itu akan dimasukkan ke dalam bank tanah, agar bisa dimanfaatkan lebih produktif.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mulai mencabut hak guna usaha dan hak guna bangunan yang ditelantarkan dan memasukkannya ke dalam bank tanah. Hal ini ditempuh agar semua lahan di Indonesia betul-betul produktif. Berkaitan dengan penguasaan lahan dan tanah, pemerintah sekarang ini dalam proses mendistribusikannya melalui reforma agraria.
”Kita sekarang ini dalam proses mendistribusi, reforma agraria, yang target kita sudah mencapai 4,3 juta hektar dari target 12 juta (hektar) yang ingin kita bagi,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada peresmian pembukaan Kongres Ekonomi Umat Ke-2 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2021 yang digelar di The Sultan Hotel and Residence, Jakarta, Jumat (10/12/2021).
Kita sekarang ini dalam proses mendistribusi, reforma agraria, yang target kita sudah mencapai 4,3 juta hektar dari target 12 juta (hektar) yang ingin kita bagi.
Kepala Negara menuturkan, saat ini Indonesia sudah memiliki bank tanah. Pemerintah akan melihat hak guna usaha dan hak guna bangunan yang ditelantarkan. ”Semuanya, insyaallah, bulan ini sudah akan saya mulai, atau mungkin bulan depan akan saya mulai, untuk saya cabut satu per satu yang ditelantarkan. (Hal ini) karena banyak sekali konsesinya diberikan, sudah lebih dari 20-30 tahun, tapi tidak diapa-apakan sehingga kita tidak bisa memberikan ke yang lain,” ujarnya.
Di kesempatan tersebut Presiden Jokowi pun menawarkan kalau ada hadirin yang memerlukan lahan dengan jumlah sangat besar untuk menyampaikan kepada dirinya. ”Kalau Bapak Ibu sekalian ada yang memerlukan lahan dengan jumlah yang sangat besar, silakan sampaikan kepada saya. Akan saya carikan. Akan saya siapkan. Berapa? 10.000 hektar? Bukan meter persegi, hektar. 50.000 hektar? Tapi dengan sebuah hitung-hitungan proposal yang feasibel. Artinya ada feasibility study yang jelas, akan digunakan apa lahan itu,” katanya.
Baca Juga: Redistribusi Tanah Masih Rendah, Reforma Agraria Belum Optimal
Presiden Jokowi menuturkan dirinya akan berusaha untuk memberikan itu. ”Insyaallah, karena saya juga punya bahan banyak, stok, tapi enggak saya buka ke mana-mana. Kalau Bapak-Ibu sekalian ada yang memiliki (proposal dengan studi kelayakan dan kalkulasi jelas), silakan datang ke saya diantar oleh Buya Anwar Abbas,” kata Presiden disambut tawa hadirin.
Namun, Presiden Jokowi mengingatkan agar mereka jangan menunjuk atau memilih lahan. Presiden yang akan memutuskan lokasinya. Hal ini agar jangan sampai lahan diberikan, tetapi tahu-tahu yang diambil atau dibeli lahan tertentu saja.
”Untuk apa saya memberikan konsesi kalau untuk itu. Dan itu kejadian sudah berpuluh-puluh kali seperti itu terus. Akan banyak nanti bank tanah kita. Sudah ada yang mengomandani akan banyak sekali, lebih dari 20-30 tahun enggak (diapa-apakan), masukkan ke bank tanah, baik itu HGU maupun HGB. (Hal ini) agar semua lahan yang kita miliki itu betul-betul produktif,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Presiden Jokowi menuturkan dirinya juga memikirkan soal rasio gini yang ketika dirinya pertama menjadi Presiden nilainya 0,41. ”Kepikiran, Bapak-Ibu sekalian. Gap seperti itu kepikiran, jangan dipikir saya enggak kepikiran. Karena saya merasakan, jadi orang susah itu saya merasakan betul. Dan, enak menjadi orang yang tidak susah memang,” ujarnya.
Dukungan bagi ultramikro
Sehubungan dengan usaha ultramikro, Presiden Jokowi berkeinginan mengajak MUI melihat PNM Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera) yang sudah dibangun untuk membantu segmen usaha tersebut. ”Nanti bulan Januari-Februari, kalau boleh saya nanti mengajak dari MUI, dipimpin Buya Anwar Abbas, enggak apa-apa, entah 5 orang entah 10 orang, akan saya ajak (melihat) apa yang sudah kita bangun, yang namanya Mekaar PNM itu 2015 kita hanya bisa mengumpulkan 500.000 usaha mikro dan ultramikro yang pinjamannya Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. Rp 1 juta, Rp 2 juta, Rp 3 juta sampai Rp 5 juta. Sekarang nasabahnya sudah mencapai 9,8 juta,” kata Presiden Jokowi.
Baca Juga: Pembiayaan Permodalan Program PNM Mekaar Tersalur Rp 15,3 Triliun
Di kesempatan tersebut Presiden Jokowi berseloroh bahwa Grameen Bank yang total nasabahnya hanya 6,5 juta mendapatkan Nobel. ”Ini kita sudah 9,8 juta, tetapi enggak dapat Nobel. Akan saya tunjukkan bagaimana PNM Mekaar ini bekerja. (Usaha) yang kecil-kecil dikelompokkan, kemudian gandeng renteng, kalau satu enggak bisa mengangsur siapa yang membantu. Sistem ini sudah berkembang. Insyaallah nanti sampai 2024 akan mencapai target kita, 20 juta (nasabah),” ujar Presiden Jokowi.
Kepala Negara menuturkan bahwa topangan ekonomi informal di Indonesia memang sangat besar dengan jumlah usaha kecil, mikro, dan ultramikro yang mencapai 64 juta unit. Di sisi lain porsi pinjaman bank untuk UMKM hanya 20 persen dan selebihnya untuk usaha menengah serta usaha besar.
Memaksa bank untuk menyalurkan lebih banyak kredit ke segmen usaha kecil, mikro, dan ultramikro pun tidak bisa karena pihak perbankan menyampaikan bekerja berdasarkan kalkulasi dan semua studi kelayakan yang terkalkulasi.
”Saya enggak minta banyak-banyak, saya minta minim 30 persen tapi naik dari 20 persen, ini pun masih tarik ulur. Tapi dipaksa enggak bisa. Bank kita itu enggak bisa. ’Pak, kita ini bekerja dengan kehati-hatian yang tinggi, prudent, enggak bisa Bapak memaksa kami dengan target-target seperti itu’,” kata Presiden Jokowi sembari menyisipkan percakapannya dengan pihak perbankan terkait kesulitan yang dihadapi dalam persoalan tersebut.
Baca Juga: BSI Tuntaskan Pengintegrasian Sistem dan Layanan
Namun, Presiden Jokowi menuturkan diharapkan nantinya Bank Syariah Indonesia (BSI) nantinya akan mampu melayani dari usaha kecil, menengah, hingga besar. Hal ini karena sekarang BSI sudah masuk ke bank 8 besar dengan kekuatan kapital yang lebih kuat.
”Dan kita harapkan nanti, baik berkaitan dengan industri halal, pariwisata halal, produk halal, yang kalau lihat pangsanya sangat besar, ini bisa dilayani oleh sebuah bank yang juga gede. Kalau dulu kan hanya melayani yang kecil-kecil. Ini yang kecil dilayani seberapa banyak pun, yang gede juga bisa dilayani oleh Bank Syariah Indonesia, BSI,” ujar Presiden Jokowi.
Perkembangan ekonomi syariah
Presiden Jokowi menuturkan bahwa posisi ekonomi syariah Indonesia yang di tahun 2014 berada pada rangking kesembilan sudah naik menjadi peringkat keempat dunia pada 2020-2021. ”Perkiraan saya, dalam 3-4 tahun ini akan masuk ke (peringkat) dua atau satu kalau growth, pertumbuhannya, seperti yang kita lihat sekarang. Akan cepat sekali. Pasarnya masuk ke semua negara. Inilah saya kira perkembangan ekonomi syariah kita dalam 6-7 tahun ini,” ujarnya.
Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, sebesar 87 persen atau 207 juta jiwa, Indonesia telah berkomitmen menjadi pusat ekonomi syariah di tahun 2024. Dan kita akan berusaha keras untuk itu. (Presiden Jokowi)
Presiden Jokowi pun menuturkan dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, sebesar 87 persen atau 207 juta jiwa, Indonesia telah berkomitmen menjadi pusat ekonomi syariah di tahun 2024. ”Dan kita akan berusaha keras untuk itu. Baik mengenai pengembangan industri halal, sektor keuangan syariah, sektor keuangan sosial syariah, kewirausahaan syariah. Semuanya akan kita dorong karena memang kita ini adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia,” ujarnya.
Menurut Presiden Jokowi dirinya berulang kali dan di berbagai tempat menyampaikan hal ini agar negara lain tahu bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Apalagi, sejak 1 Desember 2021 Indonesia telah menjadi presidensi G-20, keketuaan G-20. Artinya, Indonesia menjadi ketua dari negara-negara besar atau negara-negara maju dengan produk domestik bruto yang masuk dalam 20 besar dunia.
Baca Juga: G-20, Orkestrasi Indonesia untuk Dunia
”Kita sekarang masuk di nomor 16. Tadi disampaikan oleh Buya, insyaallah di 2040-2045 memang hitung-hitungan McKinsey, Bank Dunia, IMF kita akan masuk ke empat besar. Tapi, itu halangannya juga tidak kecil. Tantangannya juga bukan tantangan mudah. Ada syarat-syarat kita untuk mencapai ke sana sehingga perkiraan PDB kita saat itu, 2040-2045, kurang lebih 23.000-27.000 (dollar AS) income per kapita masyarakat kita. Sebuah angka yang sangat besar sekali, tetapi itu butuh kerja keras kita semuanya,” kata Presiden Jokowi.
Masukan MUI
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menuturkan tugas negara menurut konstitusi adalah melindungi, mencerdaskan, dan menyejahterakan rakyat serta ikut menjaga ketertiban dunia.
”Saya rasa pemerintah kita sudah berhasil menyejahterakan rakyat. Tapi rakyat yang sudah bisa tersejahterakan dan disejahterakan oleh pemerintah tersebut kebanyakan adalah mereka-meraka yang, kalau dikaitkan dengan dunia usaha, berada pada kelompok usaha besar, menengah, dan usaha kecil. Sementara itu mereka-mereka yang berada di level usaha mikro dan ultramikro tampak oleh kita belum terjamah, terutama oleh dunia perbankan,” katanya.
Akibatnya, menurut Anwar Abbas, kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat tampak semakin terjal dan hal itu dapat dilihat dari indeks Gini ekonomi Indonesia yang berada pada angka 0,39. ”Cuma dalam bidang pertanahan indeks Gini kita sangat memprihatinkan (yaitu) 0,59. Artinya, 1 persen penduduk menguasai 59 persen lahan yang ada di negeri ini. Sementara yang jumlahnya 99 persen itu hanya menguasai 41 persen lahan yang ada di negeri ini,” katanya.
Baca juga: Menyoal Piramida Usaha
Pada kesempatan tersebut Anwar Abbas mengusulkan dunia usaha yang selama ini dibagi dalam dua kelompok besar; yakni usaha besar dan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), diubah menjadi tiga kelompok agar memudahkan dalam mendeteksi, mengawasi, dan mengevaluasinya. ”Ketiga kelompok baru yang kami usulkan tersebut adalah kelompok usaha besar; kelompok usaha menengah dan kecil; dan kelompok usaha mikro dan ultra mikro,” katanya.
Menurut Anwar Abbas hal tersebut penting karena selama ini banyak sekali para pihak yang menyatakan mereka sudah sangat peduli terhadap UMKM. ”Padahal, setelah kita lihat dan kita telisik, UMKM yang mereka bantu itu ternyata sebagian besar adalah usaha menengah dan usaha kecil. Sementara usaha mikro dan ultramikro boleh dikatakan nyaris tidak dan/atau belum mereka tegur dan belum mereka sapa sama sekali,” ujarnya.