Ada Indikasi Kerugian Rp 3,6 Triliun, KPK Siap Bantu Kejaksaan Sidik Pengadaan Pesawat di Garuda
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berjanji memperluas penyidikan terhadap perkara dugaan korupsi di Garuda Indonesia. Dari indikasi awal, kerugian pengadaan pesawat mencapai Rp 3,6 triliun.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR, NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akan membantu Kejaksaan Agung mengungkap kasus korupsi di Garuda Indonesia. Kini, Kejagung tengah menyidik pengadaan pesawat jenis ATR 72-600. Namun, Kejagung memastikan akan menyidik proses pengadaan pesawat jenis lainnya. Sebab, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp 3,6 triliun.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (20/1/2022), mengatakan, KPK akan terbuka untuk membantu Kejaksaan Agung untuk mengungkap kasus korupsi yang ada di tubuh Garuda Indonesia. ”KPK akan menyediakan bahan dan informasi yang relevan mengenai pemeriksaan kasus suap yang sebelumnya telah diproses hukum oleh KPK,” ujarnya.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers, Rabu (19/1/2022), di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, mengatakan, perkara tersebut dinaikkan statusnya menjadi penyidikan umum terhadap proses pengadaan pesawat ATR 72-600. Agar tidak memproses perkara yang sama, kejaksaan akan berkoordinasi dengan KPK yang sebelumnya telah memproses perkara korupsi di Garuda Indonesia.
”Kita tidak hanya (menyidik) sampai di situ saja. Ada beberapa pengadaan, kontrak, pinjam, atau apa pun nanti mulai pesawat ATR 72-600, Bombardier, Airbus, Boeing dan Rolls Royce, kita akan kembangkan dan tuntaskan,” kata Burhanuddin.
KPK akan terbuka untuk membantu Kejaksaan Agung mengungkap kasus korupsi yang ada di tubuh Garuda Indonesia.
Terkait penanganan perkara dugaan korupsi Garuda Indonesia oleh kejaksaan, Burhanuddin memastikan akan berkoordinasi dengan KPK. Sebab, KPK beberapa waktu lalu telah menangani perkara korupsi yang akhirnya menyeret Direktur Utama Garuda Indonesia periode 2005-2014, Emirsyah Satar, masuk penjara. Koordinasi dengan KPK juga diperlukan agar tidak terjadi ne bis in idem atau perkara yang sama tidak boleh diadili dua kali.
Dalam kasus tersebut, Emirsyah didakwa menerima uang suap dari pengadaan pesawat Airbus A330 series, Airbus A320, pesawat ATR 72 series 600, dan Canadian Regional Jet 1000 NG, serta pembelian perawatan mesin Rolls Royce Trent 700. Emirsyah juga didakwa menerima uang suap dari Airbus SA, Rolls Royce Plc, dan ATR melalui Connaught International Pte Ltd dan PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno serta dari Bombardier Canada melalui Hollingsworth Management International Ltd Hongkong yang didirikan Soetikno dan Bernard Duc.
Dalam perkara itu, Emirsyah telah divonis pidana penjara 8 tahun dalam kasus suap pembelian pesawat dan mesin pesawat oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Mei 2020. Ia dinilai terbukti bersalah menerima suap dari Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, dan melakukan pencucian uang. Emirsyah juga dipidana membayar uang pengganti sebesar 2.117.315,27 dollar Singapura atau sekitar Rp 22,38 miliar.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah menambahkan, untuk saat ini penyidik masih fokus pada penyidikan pengadaan pesawat jenis ATR 72-600 dan Bombardier. Perkara tersebut diduga terjadi ketika Garuda Indonesia dipimpin oleh Dirut Emirsyah Satar.
Terkait dengan penyidikan oleh kejaksaan, lanjut Febrie, meskipun KPK telah melakukan penegakan hukum terhadap perkara tersebut, diduga masih terdapat kerugian di Garuda Indonesia. Oleh karena itu, penyidikan tetap dilakukan untuk melihat lebih jelas pihak yang bertanggung jawab dalam perkara tersebut.
”Ini tentunya memudahkan langkah penyidik di pidsus (pidana khusus) karena telah dilakukan terlebih dahulu oleh KPK, baik dari alat bukti maupun konstruksi pembuktian mungkin telah ada di KPK. Untuk kelanjutannya, kita akan intens koordinasi ke KPK untuk penyelesaiannya,” tutur Febrie.
Meski angka kerugian negara belum bisa dipastikan, diperkirakan akan sangat besar. Sebab, indikasi kerugian untuk pengadaan pesawat saja mencapai Rp 3,6 triliun.
Meski angka kerugian negara belum bisa dipastikan, sambung Febrie, diperkirakan akan sangat besar. Sebab, indikasi kerugian untuk pengadaan pesawat saja mencapai Rp 3,6 triliun. Oleh karena itu, pihaknya akan mengupayakan agar pemulihan aset dapat dilakukan.
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, KPK akan terbuka untuk membantu Kejaksaan Agung untuk mengungkap kasus korupsi yang ada di tubuh Garuda Indonesia. KPK akan menyediakan bahan dan informasi yang relevan mengenai pemeriksaan kasus suap yang sebelumnya telah diproses hukum oleh KPK.