Seleksi Calon Hakim Agung di KY Masuki Tahap Uji Kualitas
Tahapan seleksi kualitas dikritisi oleh Koalisi Pemantau Peradilan hanya bersifat normatif dan kurang menjawab kebutuhan di lapangan.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama dua hari, Selasa-Rabu (11-12/1/2022), Komisi Yudisial mengadakan tahapan seleksi kualitas calon hakim agung dan calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi di Mahkamah Agung. Koalisi Pemantau Peradilan berharap seleksi kualitas yang dilakukan, bukan sekadar formalitas.
Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial (KY) Arie Sudihar melalui keterangan tertulis, Selasa (11/1/2022), mengatakan, ada 126 calon hakim agung dan 45 calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) di Mahkamah Agung (MA) yang menjalani seleksi kualitas dengan protokol kesehatan yang ketat.
Mereka adalah calon yang lolos dan terseleksi setelah melalui tahapan seleksi administrasi. Jika lolos, mereka akan mengisi kebutuhan delapan calon hakim agung yang dibutuhkan MA, di antaranya satu orang di kamar perdata, empat orang di kamar pidana, satu orang di kamar agama, dan dua untuk kamar tata usaha negara khusus pajak. Selain calon hakim agung (CHA), dibutuhkan pula tiga orang untuk hakim ad hoc tipikor di MA.
”Sejak pengumuman kelulusan administrasi hingga registrasi pada Senin 10 Januari 2022 diperoleh informasi bahwa dua calon dari kamar pidana tidak melakukan registrasi ulang. Satu orang mengundurkan diri karena sakit dan satu lainnya karena dinyatakan lulus administrasi untuk dua lowongan, yaitu kamar pidana dan ad hoc. Kemudian, calon tersebut memilih posisi hakim ad hoc tipikor,” kata Arie Sudihar.
Arie menambahkan, tahapan seleksi kualitas dilaksanakan selama dua hari di Balitbang Diklat Kumdil MA, Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 126 orang CHA yang lolos seleksi kualitas itu terdiri dari 25 calon dari kamar perdata, 51 calon dari kamar pidana, 8 calon dari kamar tata usaha negara khusus pajak, dan 42 calon dari kamar agama.
Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah menambahkan, seleksi kualitas dibuat untuk mengukur sejauh mana penguasaan keilmuan dan keahlian CHA, terutama dalam kompetensi teknis. Hakim agung, menurut dia, adalah profesi yang sangat mulia. Oleh karena itu, saat memilih CHA harus mempertimbangkan kecakapan dan kepandaian calon terutama dalam memutus perkara yang bernilai keadilan.
”Seleksi kualitas dilakukan melalui www.exam.komisiyudisial.go.id dengan materi meliputi menulis makalah, studi kasus hukum, studi kasus kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), dan tes obyektif,” kata Nurdjanah.
Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata memastikan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc tipikor di Mahkamah Agung tahun 2021/2022 dilakukan secara transparan, terbuka, dan obyektif. Dengan demikian, KY benar-benar dapat menjaring calon hakim agung dan calon hakim ad hoc tipikor yang profesional dan berintegritas.
”KY berkomitmen mempersiapkan seluruh tahapan seleksi CHA secara cermat dan matang untuk mendapatkan hakim agung yang kredibel, kompeten, berintegritas, dan memiliki kapasitas kenegarawanan yang tinggi,” kata Mukti.
Dalam seleksi calon hakim agung ini, KY juga berharap masyarakat turut berpartisipasi dengan menyampaikan informasi atau pendapat secara tertulis tentang rekam jejak terkait integritas, kapasitas, perilaku, dan karakter para calon.
Informasi diharapkan diserahkan ke alamat e-mail rekrutmen@komisiyudisial.go.id atau alamat Komisi Yudisial Republik Indonesia (Tim Sekretariat Seleksi Calon Hakim Agung) Jalan Kramat Raya Nomor 57, Jakarta Pusat paling lambat 28 Januari 2022.
Juru bicara Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), Julius Ibrani, mengatakan, tahapan seleksi kualitas dari dulu hanya berkutat pada pengetahuan umum. Pengamatan KPP di seleksi CHA terakhir juga menunjukkan hal yang sama. Tahapan itu dinilai kurang menggali lebih dalam terutama untuk mengurai fenomena hukum dan perkara yang dinilai semakin aneh belakangan ini.
”Karena hanya teori dan kulitnya akhirnya seleksi hanya bersifat normatif dan kurang menjawab kebutuhan di lapangan. Hasil akhirnya, ya, nanti hanya memenuhi kuota saja. Masih kurang komprehensif untuk mencari hakim yang berkualitas dan berintegritas,” kata Julius.