Peran Advokat dalam Penegakan Hukum Masih Diabaikan
DPN Perhimpunan Advokat Indonesia menilai pemerintah belum menganggap advokat sebagai bagian dari penegak hukum. Padahal, sesuai UU Advokat, advokat justru disebut penegak hukum seperti halnya jaksa, polisi, dan hakim.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia atau DPN Peradi menilai pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo belum menganggap advokat sebagai bagian dari penegak hukum. Padahal, advokat berperan penting dalam penegakan hukum. Namun, sebagaimana disebutkan Undang-Undang Advokat, pengajar Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, mengatakan, advokat adalah penegak hukum. Dengan demikian, fungsi advokat sama dengan penegak hukum lainnya, seperti jaksa, polisi, dan hakim.
Dalam acara Syukuran Ulang Tahun Ke-17 DPN Peradi, Jumat (7/1/2021), di Kantor Sekretariat Nasional Peradi, Jakarta, Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan menyampaikan beberapa catatan mengenai hukum dan perkembangannya di Indonesia sepanjang 2021, termasuk yang terkait dengan advokat.
”Presiden masih memandang penegak hukum hanyalah polisi, hakim, dan jaksa. Belum melihat advokat sebagai penegak hukum sehingga pemerintah tidak memberikan perhatian yang sungguh-sungguh. Padahal, advokat merupakan bagian dari penegak hukum yang bisa memastikan jalannya penegakan hukum dan punya potensi membuat hukum menjadi lurus atau bengkok,” kata Otto.
Menurut Otto, hal itu sekaligus menandakan bahwa konsentrasi yang diberikan oleh Presiden ke bidang hukum belum sebanding dengan perhatian Presiden ke bidang yang lain, seperti pembangunan infrastruktur, politik dan keamanan, serta perbaikan ekonomi. Perhatian pemerintah terhadap bidang hukum dinilai masih sangat lemah.
Presiden masih memandang penegak hukum hanyalah polisi, hakim, dan jaksa. Belum melihat advokat sebagai penegak hukum sehingga pemerintah tidak memberikan perhatian yang sungguh-sungguh. Padahal, advokat merupakan bagian dari penegak hukum yang bisa memastikan jalannya penegakan hukum dan punya potensi membuat hukum menjadi lurus atau bengkok.
Sementara perhatian bagi advokat rendah, Peradi menilai penegakan hukum di Indonesia juga jalan di tempat. Hal itu disimpulkan berdasarkan putusan yang dilakukan lembaga peradilan yang selama ini dinilai tidak ada yang luar biasa.
Peradi menengarai, terjadi kelesuan di antara para hakim dalam membuat putusan yang baik karena puncak jenjang karier sebagai hakim agung kini dipegang oleh Komisi Yudisial bersama DPR. itu berarti seorang hakim agung tidak lagi diputus berdasarkan prestasi, tetapi lebih karena aspek politik di DPR. Untuk mengatasinya, Peradi mengusulkan kewenangan rekrutmen dikembalikan ke MA.
Kualitas advokat menurun
Hal itu diperparah dengan kualitas advokat yang dinilai menurun. Terkait hal ini, lanjut Otto, Peradi menilai MA bertanggung jawab atas kondisi itu karena membolehkan seorang advokat disumpah oleh organisasi di luar Peradi. Hal itu berakibat pada siapa pun dapat menjadi advokat.
”Dengan kualitas advokat yang rendah, maka pada akhirnya membuat para pencari keadilan dirugikan,” kata Otto.
Dengan kualitas advokat yang rendah, maka pada akhirnya membuat para pencari keadilan dirugikan.
Peradi juga memberi catatan mengenai pembuatan perundang-undangan oleh pemerintah dan DPR yang tidak seluruhnya mencerminkan keinginan rakyat Indonesia. Undang-Undang seolah hanya merupakan hasil pemikiran anggota DPR dan pemerintah tanpa mengadopsi pemikiran, aspirasi, dan rasa keadilan masyarakat.
Secara khusus, lanjut Otto, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, organisasi advokat sama sekali tidak pernah diminta pandangan dalam proses penyusunan undang-undang. Padahal, organisasi advokat juga membawa aspirasi rakyat.
Terkait dengan hal itu, Otto mengakui, perpecahan di antara beberapa organisasi advokat selama ini telah membuat para advokat sibuk dengan urusan internalnya. Hal itu membuat perhatian mereka terhadap permasalahan hukum, termasuk undang-undang, menjadi kurang.
”Advokat harus berkontribusi pada penegakan hukum. Karena harus diakui, selama ini kita sibuk dengan urusan internal sehingga perhatian terhadap perkembangan hukum di negeri ini kurang. Padahal, selama ini kita mengkritisi isu-isu hukum,” ujar Otto.
Pengesahan organisasi
Dalam kesempatan itu, Otto menegaskan bahwa secara yuridis formil, organisasi DPN Peradi yang dipimpinnya telah dinyatakan MA sebagai organisasi yang sah. Pada November 2021, MA menyatakan sah kepengurusan DPN Peradi (Peradi Soho). Dalam putusan terhadap perkara yang teregister dengan nomor perkara 3085 K/PDT/2021 itu, MA menolak kasasi yang diajukan oleh Ketua Umum Peradi Rumah Bersama Advokat atau Peradi RBA pimpinan Luhut MP Pangaribuan.
Saat ini, lanjut Otto, pihaknya masih menunggu salinan putusan resmi dari MA. Jika salinan telah didapatkan, maka DPN Peradi akan menyampaikannya ke MA dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia bahwa organisasi advokat yang sah adalah DPN Peradi. Dengan demikian, organisasi advokat yang lain tidak boleh beracara tanpa kartu DPN Peradi.
”Bahwa seluruh advokat Indonesia yang sudah disumpah oleh pengadilan tinggi, meskipun disumpah tidak atas usulan Peradi, maka kami akan tetap terima sebagai anggota Peradi. Itulah single bar, jadi tidak ada yang telantar,” kata Otto.
Mencari kebenaran
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang tentang Advokat, advokat adalah penegak hukum. Dengan demikian, fungsi advokat sama dengan fungsi penegak hukum lainnya, yakni bersama-sama berusaha menemukan kebenaran, khususnya dalam perkara pidana.
Secara terpisah, pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, mengatakan, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang tentang Advokat, advokat adalah penegak hukum. Dengan demikian, fungsi advokat sama dengan fungsi penegak hukum lainnya, yakni bersama-sama berusaha menemukan kebenaran, khususnya dalam perkara pidana.
Ketika advokat menjadi kuasa hukum dalam perkara pidana, tugas seorang advokat adalah menyampaikan sisi-sisi lain dari terdakwa yang didampingi. Dengan demikian, hakim pada akhirnya mampu melihat terdakwa secara utuh sehingga bisa melahirkan sebuah putusan yang adil.
”Sekali lagi, fungsi advokat bersama penegak hukum lainnya, baik polisi, jaksa, maupun hakim, adalah untuk menemukan kebenaran,” kata Agustinus.
Peran penting advokat lainnya adalah memastikan asas praduga tak bersalah tetap terjaga. Seorang advokat mesti memastikan hak-hak dari kliennya tetap terpenuhi atau diberikan secara adil.
Meskipun demikian, menurut Agustinus, sering kali yang disuguhkan ke publik adalah keberpihakan advokat yang berlebihan dengan mengabaikan fakta yang ada. Padahal, yang menjadi tugas dari seorang advokat adalah menampilkan sisi-sisi lain dari pihak yang didampingi untuk membuat kebenaran itu menjadi utuh.