DPN Peradi Usulkan Munas Bersama untuk Satukan Advokat
DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengusulkan penyelenggaraan munas bersama yang diikuti tiga kubu kepengurusan Peradi. Munas bertujuan memilih ketua umum sekaligus menggabungkan kepengurusan hingga ke daerah.
Oleh
Susana Rita
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam rangka penyatuan Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi yang kini terbelah tiga, DPN Peradi pimpinan Otto Hasibuan mengusulkan pelaksanaan musyawarah nasional atau munas bersama dengan Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA) pimpinan Luhut MP Pangaribuan dan Peradi Suara Advokat Indonesia (SAI) pimpinan Juniver Girsang. Namun, ajakan untuk munas bersama tersebut ditanggapi dingin oleh Luhut mengingat sebelumnya pihaknya mengusulkan hal yang sama, tetapi ditolak oleh Otto.
Dalam surat nomor 330/DPN/Peradi/VIII/2021 tertanggal 12 Agustus 2021 yang ditandatangani Otto Hasibuan selaku ketua umum dan Hermansyah Dulaimi selaku sekretaris jenderal, DPN Peradi mengusulkan penyelenggaraan munas bersama yang diikuti oleh tiga kubu kepengurusan Peradi. Munas dimaksudkan untuk memilih ketua umum sekaligus menggabungkan kepengurusan hingga ke daerah (tingkat cabang).
”Karena munas ini tidak menggunakan AD (Anggaran Dasar) Peradi yang ada, tetapi menggunakan kesepakatan bersama, maka setiap Peradi dari tiga Peradi yang ada dapat mengajukan hanya satu calon yang dianggap terbaik untuk dipilih dalam munas tersebut,” demikian bunyi surat DPN Peradi yang dikirimkan ke awak media, Kamis (19/8/2021) malam.
Seperti diketahui, Peradi terpecah menjadi tiga kelompok karena Munas II Peradi yang diadakan di Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 2015 gagal mencapai kesepakatan. Ketiga kepengurusan Peradi tersebut, antara lain, adalah Peradi kubu Fauzie Yusuf Hasibuan (yang kemudian ketua umumnya digantikan Otto Hasibuan melalui Munas 7 Oktober 2020), Peradi RBA, dan Peradi SAI.
Perpecahan kepengurusan itu berlanjut hingga ke pengadilan saat Fauzie Yusuf Hasibuan menggugat Peradi RBA Luhut MP Pangaribuan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, PN Jakpus saat itu menyatakan tidak dapat menerima gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang diajukan Fauzie dengan alasan Fauzie tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan.
Ketiga organisasi Peradi tersebut kemudian berjalan sendiri-sendiri dan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai organisasi advokat, seperti melakukan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan mengajukan penyumpahan advokat.
Upaya menyatukan Peradi juga pernah ditempuh dengan difasilitasi pemerintah. Pada 25 Februari 2020 di hadapan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah dibahas rencana penyatuan Peradi yang kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan tiga pihak perwakilan masing-masing.
Dalam surat yang dikirimkan Otto Hasibuan, DPN Peradi menyinggung latar belakang gagasan penyatuan organisasi advokat ini. Penyatuan organisasi itu dilakukan dalam rangka mewujudkan dan menegaskan kembali model organisasi advokat ”single bar” yang menjadi amanat UU Advokat.
Artinya, organisasi advokat dapat lebih dari satu sejalan dengan asas kebebasan berserikat dan berkumpul, tetapi organisasi yang melaksanakan kewenangan yang diberikan UU Advokat hanya satu.
Adapun kewenangan yang dimaksud adalah melaksanakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), pengujian calon advokat, pengangkatan advokat, membuat kode etik, membentuk Dewan Kehormatan, membentuk Komisi Pengawas, melakukan pengawasan terhadap advokat, dan memberhentikan advokat.
Dalam suratnya, DPN Peradi mengungkapkan, pihaknya memprakarsai kembali pembahasan rencana munas bersama, yang sempat disepakati dalam pernyataan bersama 25 Februari 2020, agar dapat segera terlaksana.
Pihak DPN Peradi sebenarnya menginginkan agar pelaksanaan munas bersama dilakukan dengan menggunakan Anggaran Dasar Peradi lama, di mana munas dilakukan dengan sistem perwakilan/utusan cabang. Namun, DPN Peradi akhirnya dapat menyetujui sistem pemilihan satu orang satu suara untuk mengakomodasi keinginan dua organisasi Peradi lainnya.
”One man one vote itu adalah keinginan mereka. Semula kita tidak setuju karena bertentangan dengan Anggaran Dasar Peradi. Tetapi, demi persatuan, kita akhirnya setuju,” kata Otto melalui pesan singkat kepada Kompas.
Sementara itu, Luhut Pangaribuan yang dihubungi semalam mengatakan, pihaknya sudah menerima surat dari Peradi Otto Hasibuan pada Kamis (19/8/2021) sore sekitar pukul 18.00. Namun, pihaknya mengetahui bahwa surat tersebut sudah beredar di aplikasi Whatapps Group sejak Kamis siang.
”Tampaknya surat itu lebih ditujukan kepada publik daripada tujuan surat formil,” kata Luhut.
Terkait dengan substansi surat, ia mengungkapkan, ajakan munas secara resmi pernah Peradi RBA sampaikan ketika sidang mediasi di Pengadilan Negeri pada tiga tahun lalu. ”Dia jawab no. Ketika Tim 9 mengusulkan serupa, dia jawab juga no. Sekarang ujug-ujug ada surat untuk munas yang lebih ditujukan kepada publik. Pertanyaannya, sedang menjalankan agenda apa?” kata Luhut.
Ia mengaku tidak tahu agenda yang hendak dicapai oleh Otto. Hanya saja, menurut dia, ajakan untuk munas bersama tersebut seperti menjilat air ludah sendiri. Sebab, pihak Otto berkali-kali menolak ajakan munas bersama yang disampaikan pihaknya.
”Ini nanti akan dikesankan seolah-olah dia yang ajak pertama kali rekonsialiasi dengan munas melalui surat itu,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya sebenarnya siap melaksanakan apa pun solusi perpecahan Peradi asalkan dilakukan dengan itikad baik. ”Bukan politicking. Kalau musyawarah mufakat, baik saja,” ujarnya.
Ia juga menyayangkan surat yang dikirimkan Peradi Otto Hasibuan yang terkesan sudah mengatur bagaimana munas semestinya dilaksanakan. ”Mesti begini dan begitu. Padahal belum dibicarakan,” ujarnya.