Hasil Survei KPK Memprihatinkan, Tjahjo Kumolo Nilai Wajar Jika Bakal Ada OTT Tiap Hari
Survei Penilaian Integritas 2021 KPK menunjukkan korupsi pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan menjadi area rawan korupsi paling besar di instansi pemerintahan. Wajar kata Menpan RB jika ada OTT tiap hari.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO / PRAYOGI DWI SULISTYO / STEFANUS ATO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemberantasan Korupsi telah menangkap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi terkait kasus dugaan suap proyek dan jual beli jabatan di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat. Penangkapan ini membuktikan dua modus tersebut masih jamak terjadi di instansi pemerintahan.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi di Jakarta, Rabu (5/1/2022) mengatakan, operasi tangkap tangan atau OTT di Bekasi dilakukan pada Rabu sekitar pukul 14.00. Ada pihak swasta dan penyelenggara negara yang ditangkap oleh tim KPK.
”Benar (ada OTT). Tim KPK berhasil mengamankan beberapa pihak dalam kegiatan tangkap tangan terkait dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat,” ujar Ali.
Ali menjelaskan, para pihak yang diamankan tersebut telah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, untuk diminta keterangan. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan sikap dari hasil pemeriksaan yang masih berlangsung saat ini.
”Benar (ada OTT). Tim KPK berhasil mengamankan beberapa pihak dalam kegiatan tangkap tangan terkait dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat”
“Perkembangannya akan kami sampaikan lebih lanjut. Paling lambat besok sore (jumpa pers),” tutur Ali.
Secara terpisah, Ketua KPK Firli Bahuri mengonfirmasi, salah satu pihak yang ditangkap adalah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Namun, ia enggan membeberkan kasus korupsi yang menjerat kader partai Golkar tersebut. Adapun, berdasarkan informasi dari sumber Kompas, KPK diduga menangkap Rahmat Effendi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa, serta jual beli jabatan.
Memprihatinkan
Jika berkaca pada hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2021 yang dirilis KPK, korupsi pengadaan barang dan jasa, serta jual beli jabatan memang menjadi area rawan korupsi paling besar di instansi pemerintahan. Survei ini dilakukan pada 98 kementerian/lembaga, di 34 provinsi, 508 kabupaten/kota, dengan 255.010 responden.
Dari survei tersebut, terungkap, 100 persen instansi mengalami korupsi pengadaan barang dan jasa, lalu 99 persen instansi pemerintah mengalami korupsi promosi dan mutasi sumber daya manusia. Sisanya, meliputi penyalahgunaan fasilitas kantor, suap atau gratifikasi, serta intervensi di pemerintahan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo mengaku prihatin dengan hasil survei KPK tersebut. Pasalnya, survei itu menunjukkan rentannya pejabat dan ASN terlibat kasus dugaan korupsi. “Jadi wajar dan memungkinkan adanya OTT setiap hari,” katanya.
Untuk itu, menurut Tjahjo, seluruh pejabat publik dan ASN harus lebih berhati-hati lagi agar tidak jatuh pada area rawan korupsi. Area rawan korupsi yang lain, seperti perencanaan anggaran, hibah bantuan sosial, retribusi pajak, dana penanganan pandemi Covid-19, dan dana desa. Semua pihak harus saling mengingatkan.
Jadi wajar dan memungkinkan adanya OTT setiap hari
“KPK sudah terus-menerus melakukan sosialisasi ke daerah terkait pencegahan, pendidikan antikorupsi, dan strategi pencegahan korupsi,” ucap Tjahjo.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik pun sependapat bahwa praktik korupsi seperti pengadaan barang dan jasa jamak terjadi. Ini salah satunya disebabkan biaya politik yang sangat tinggi. “Rambu-rambu sudah dipasang, tetapi pelanggaran terus terjadi,” ujarnya.
Sistem merit buruk
Komisioner Kelompok Kerja (Pokja) Pengawasan Bidang Penerapan Nilai Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku ASN, dan Netralitas ASN, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Arie Budhiman, mengungkapkan, berdasarkan catatan KASN, kota Bekasi berada pada kategori satu atau buruk untuk sistem merit.
Selama 2020-2021, Kota Bekasi tidak memiliki pengaduan terkait netralitas ASN. Namun, ada 26 pengaduan pelanggaran Nilai Dasar Kode Etik dan Kode Perilaku (NKK) dengan jenis pelanggaran perbuatan tidak menyenangkan (23 kasus), mempersulit pelayanan (2 kasus), dan perbuatan sewenang-wenang (1 kasus). Mereka yang dilaporkan meliputi camat/lurah (20 orang), administrator (3 orang), dan fungsional (3 orang).
Sebanyak 23 laporan ditindaklanjuti, dua laporan tidak perlu ditindaklanjuti, dan satu laporan belum ditindaklanjuti. Arie mengungkapkan, biasanya kasus korupsi tidak berdiri sendiri dan sangat mungkin melibatkan ASN. Menurutnya Arie, seorang pemimpin bisa jauh dari korupsi apabila memiliki integritas tinggi, bekerja secara profesional, dan memegang aturan main sesuai perundangan.
Sebaliknya, seorang kepala daerah bisa melakukan korupsi karena demi kepentingan pilkada. Motif yang bisa dilakukan kepala daerah yakni mereka melakukan prosedur dengan baik, tetapi terdapat transaksi di dalamnya. Dalam proses jual-beli jabatan misalnya, mereka melakukan permainan di dalam ketentuan tertentu ketika menemukan calonnya. Arie menegaskan, ini persoalan administratif dan moral.
Bungkam
Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, masih belum bersuara setelah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi terjaring operasi tangkap tangan KPK, pada Rabu siang. Sekretaris Daerah Kota Bekasi Reny Hendrawati, pada Rabu pukul 17.00 sempat ditemui di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi. Namun, dia memilih untuk langsung masuk ke mobilnya dan pergi.
Pada pukul 17.30, ruang kerja Wali Kota Bekasi di Jalan Ir Juanda, Kota Bekasi, juga sudah tidak ada lagi aktivitas. Hanya para pegawai negeri sipil yang bergegas untuk kembali ke rumah masing-masing.
Sementara itu, di Kantor DPC PDI-P Perjuangan Kota Bekasi, Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto yang ditemui sekitar pukul 18.00, juga tak menjawab pertanyaan wartawan. Tri yang juga politisi PDI-P, saat ditemui tengah didampingi Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Sukur Nababan.
Sukur yang saat itu berada di samping Tri, mengatakan, pihaknya belum tahu soal informasi OTT KPK di Bekasi. "Ini kami juga masih sibuk sama partai. Saya juga baru cek sama Pak Tri, beliau juga belum tahu," kata Sukur.
Sementara itu, di Rumah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu malam pukul 20.30, di Pekayon, Kota Bekasi, juga sepi dari aktivitas keluarga. Di depan rumahnya dipadati oleh para jurnalis.
Kepala Bagian Humas Pemkot Bekasi Sayekti Rubiah juga tidak merespons saat dihubungi melalui pesan singkat dan panggilan telepon dari pukul 17.00 hingga pukul 20.00.
Terkait siapa yang terjaring OTT tentu menjadi kewenangan KPK untuk mengumumkan.
Berkaitan dengan kadernya yang terjerat hukum, Ketua Badan Advokasi Hukum dan HAM (Bakumham) Partai Golkar, Supriansa, belum ingin berkomentar banyak. Sebab, sampai saat ini, Bakumham belum mendengar kabar yang jelas terkait dugaan terjadinya OTT KPK di Bekasi.
"Terkait siapa yang terjaring OTT tentu menjadi kewenangan KPK untuk mengumumkan. Jadi, sebaiknya kita tunggu saja pengumuman resmi dari KPK terkait masalah itu," ujarnya.