Seleksi Calon Hakim Agung Diikuti ”Wajah-wajah Lama”
Informasi yang didapat LeIP, banyak hakim yang punya kapasitas dan integritas enggan mengikuti seleksi calon hakim agung karena merasa tak nyaman dengan pertanyaan dalam wawancara yang dinilai cenderung mempermalukan.
Oleh
susana rita
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 63 dari 128 peserta seleksi calon hakim agung merupakan wajah-wajah lama yang pernah mengikuti pemilihan serupa yang digelar Komisi Yudisial sebelumnya. Meskipun tidak ada regulasi yang dilanggar, hal tersebut perlu menjadi perhatian serius bagi Komisi Yudisial selaku penyelenggara seleksi dan Mahkamah Agung selaku salah satu sumber calon hakim agung berasal.
Hari Rabu (29/12/2021), anggota Komisi Yudisial (KY) Bidang Rekrutmen Hakim, Siti Nurdjanah, mengumumkan adanya 136 orang yang mendaftarkan diri sebagai calon hakim agung. Sebanyak 63 orang atau 46 persen di antaranya pernah mengikuti seleksi calon hakim pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, dari 136 pendaftar itu, yang dinyatakan lolos seleksi administrasi sebanyak 128 calon.
KY juga menerima pendaftaran 53 calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi pada Mahkamah Agung (MA). Sebanyak 46 pendaftar di antaranya dinyatakan lolos administrasi.
Mereka akan mengisi kebutuhan MA akan delapan posisi hakim agung serta tiga hakim ad hoc tipikor untuk tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Adapun rincian kebutuhan hakim agung pada MA saat ini adalah satu hakim agung kamar perdata, empat hakim agung kamar pidana, satu hakim agung kamar agama, dan dua hakim agung untuk kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
Para calon tersebut, tambah Siti, berhak mengikuti seleksi kualitas berupa pembuatan makalah di tempat dengan tema yang ditentukan KY, studi kasus hukum, studi kasus kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), serta tes obyektif. Seleksi akan dilaksanakan pada 10-12 Januari 2022 di gedung Balitbangdiklatkumdil MA, Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
Tidak sedikit hakim yang berkinerja baik dan berintegritas enggan mengikuti seleksi hakim agung karena sejumlah pertimbangan. Salah satunya karena mereka menganggap ada tahapan seleksi yang cenderung humiliating (mempermalukan)dan membuat para calon merasa tidak nyaman.
Dihubungi secara terpisah, peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Liza Farihah, mengungkapkan, tidak menjadi persoalan jika ada calon yang pernah mengikuti proses seleksi pada tahun-tahun sebelumnya kembali mendaftar sebagai calon hakim agung pada tahun ini. Pasal 5 Peraturan KY Nomor 2 Tahun 2016 tentang Seleksi Calon Hakim Agung menyebutkan, larangan mengikuti seleksi hanya diberlakukan bagi mereka yang sudah mengikuti dua kali seleksi secara berturut-turut.
Tidak nyaman
Banyaknya wajah lama yang kembali mengikuti seleksi calon hakim agung semestinya menjadi perhatian KY maupun MA. Sebab, berdasarkan informasi yang didapat LeIP, tidak sedikit hakim yang berkinerja baik dan berintegritas enggan mengikuti seleksi hakim agung karena sejumlah pertimbangan. Salah satunya karena mereka menganggap ada tahapan seleksi yang cenderung mempermalukan (humiliating)dan membuat para calon merasa tidak nyaman. Hal ini, antara lain, terlihat dari cara bertanya dalam proses wawancara yang semata untuk menunjukkan kegarangan, bukan untuk menggali jawaban calon (probing).
”Humiliating di sini adalah proses wawancara yang memberikan kesan intimidatif, yaitu penanya yang bertanya dengan intimidatif atau sok galak dalam bahasa simpelnya, tetapi pada akhirnya tidak menggali jawaban calon hakim agung,” ujar Liza yang sering memantau proses wawancara calon hakim agung di KY.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, menurut Liza, MA perlu terus mendorong hakim-hakim terbaik agar bersedia mendaftar menjadi calon hakim agung, terutama ketika sudah memenuhi syarat. Sementara KY perlu terus menjalankan strategi jemput bola ke berbagai daerah seperti yang telah dilakukan selama ini.
KY, tambahnya, perlu pula memperhatikan keluhan mengenai adanya proses yang mempermalukan dalam tahapan seleksi tersebut. Perlu dipikirkan bagaimana membuat proses wawancara calon secara terbuka, akuntabel, saling menghargai, dan bisa menggali jawaban atau kapasitas calon hakim agung.
Juru Bicara KY Miko Ginting mengungkapkan, informasi mengenai tahapan wawancara yang membuat calon tidak nyaman mengikuti proses seleksi cukup sering didengar atau disampaikan kepada KY. Namun, ternyata, hal tersebut tidak menghentikan para calon yang sudah pernah mengikuti proses seleksi sebelumnya untuk mendaftar kembali. Meskipun demikian, KY tetap membuka diri terhadap masukan-masukan yang disampaikan, termasuk dari Koalisi Pemantau Peradilan.
”Di titik apa sebenarnya persoalannya. Apakah pada substansi pertanyaan atau cara bertanyanya,” kata Miko.
Menurut dia, upaya mengidentifikasi titik persoalan tersebut penting agar respons yang diberikan KY juga tepat. Misalnya, tahap wawancara memang ditentukan terbuka untuk umum kecuali menyangkut kasus kesusilaan.
”Jangan sampai karena ada klaim ’ketidaknyamanan”, hak publik untuk mengetahui rekam jejak para calon menjadi tertutup. Kalau terkait cara bertanya, hal ini menyangkut keterampilan yang dimiliki individu. Tentu dari seleksi yang lalu dan masukan dari publik, ke depan ada insight baru untuk komisioner KY maupun ahli yang dilibatkan dalam sesi wawancara,” ungkap Miko.
Senada dengan Miko, Liza juga mengungkapkan, keluhan mengenai adanya ketidaknyamanan dalam proses wawancara tersebut sebaiknya tak serta-merta ditanggapi dengan menutup proses wawancara. Sebab, publik membutuhkan informasi mengenai integritas calon yang bersangkutan yang perlu digali di dalam proses wawancara terbuka.
Dalam proses seleksi kali ini, KY akan menggelar tahapan seleksi wawancara terbuka pada 25-29 April 2022. Hasil seleksi KY akan diserahkan kepada DPR pada 14 Mei 2022. Komisi III DPR nantinya akan menyetujui atau menolak calon yang diusulkan KY setelah menggelar uji kepatutan dan kelayakan terhadap para calon.