Mahfud: Pemerintah Pastikan Usul Lagi RUU Perampasan Aset
Meskipun belum juga dimasukkan DPR ke dalam Prolegnas Prioritas 2022, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah akan terus berupaya berjuang memasukkannya. Pasalnya, RUU tersebut demi kebaikan negara dan bangsa.
Oleh
Rini Kustiasih dan Iqbal Basyari
·4 menit baca
Presiden Joko Widodo dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, 9 Desember 2021, mengungkapkan permintaannya untuk meningkatkan upaya penyelamatan, pengembalian, dan pemulihan keuangan negara serta memitigasi pencegahan korupsi sejak dini. Dalam kaitan itu, pemerintah terus mendorong segera ditetapkannya Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana. RUU itu diharapkan dapat dituntaskan pada 2022.
Namun, daftar Program Legislasi Nasional Prioritas 2022 yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dua hari sebelum pidato Presiden tersebut belum mencantumkan RUU Perampasan Aset. Untuk mengetahui lebih jauh sikap dan komitmen pemerintah terhadap RUU tersebut, Kompas mewawancarai secara khusus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Senin (13/12/2021), di kantornya, di Jakarta. Dengan gamblang, Mahfud menegaskan komitmen pemerintah akan mengusulkan kembali RUU Perampasan Aset agar masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022. Hal itu sejalan dengan sikap dan pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi. Berikut ini sebagian petikan wawancaranya.
Bagaimana sebenarnya komitmen pemerintah menuntaskan RUU ini?
Pada 2021, sidang kabinet memutuskan bahwa dalam upaya meningkatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi, pemerintah itu akan mengajukan dua RUU. Satu, RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana. Kedua, RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Nah, di periode Presiden Jokowi yang pertama, RUU Perampasan Aset ini sudah disepakati di DPR. Cuma, di pemerintah sendiri ada perbedaan satu hal saja, yakni soal aset yang dirampas itu disimpan dan dikelola di mana. Apakah akan disimpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara (rupbasan), atau badan pengelola aset di Kejaksaan Agung, ataukah di Ditjen Kekayaan Negara (DJKN). Waktu itu belum sepakat antara Kemenkumham, Kementerian Keuangan, dan Kejaksaan Agung. Karena belum disepakati waktu itu, maka ditunda. Tetapi, sekarang pemerintah sudah kompak mengenai hal ini, lalu DPR masih meminta untuk ditunda.
Lalu, apa langkah pemerintah selanjutnya?
Nah, kita akan mengajukan lagi pada tahun 2022, seusai dengan prosedur yang ada, dan saya berharap DPR menyetujui demi kebaikan bangsa dan negara. Apalagi, seorang anggota DPR mengatakan, kalau pemerintah kompak dan mengajukan, maka akan dibahas. Semoga saja ini bisa dilakukan. Akan ada mekanisme yang ditempuh, nanti pemerintah bicara saat revisi Prolegnas Prioritas 2022.
Poin-poin apa yang akan diatur dalam RUU Perampasan Aset tersebut?
Idenya, dalam perampasan aset tindak pidana itu, ketika suatu perkara yang sedang berjalan, atau terdakwanya tidak ditemukan, lari, menghilang, sementara obyek yang diduga sebagai hasil tindak pidana itu ada, maka barangnya dirampas dulu. Kalau sekarang, kan, tidak bisa. Justru UU ini dibuat untuk memungkinkan perampasan aset itu. Kalau sekarang, kan, harus melalui proses pengadilan. Dengan UU ini, langsung dirampas dulu, nanti seperti apa putusan pengadilan terhadap aset tersebut, kita tunggu saja nasibnya bagaimana. Kan, ada suatu tindak pidana itu terdakwanya lari, mati, hilang, atau menghilang, padahal asetnya ada di sini. Kalau menunggu proses peradilan, bagaimana itu nantinya. Misalnya, kasus Eddy Tansil, bagaimana itu kalau harus menunggu inkracht dulu, sementara keberadaannya tidak diketahui.
Idenya, dalam perampasan aset tindak pidana itu, ketika suatu perkara yang sedang berjalan, atau terdakwanya tidak ditemukan, lari, menghilang, sementara obyek yang diduga sebagai hasil tindak pidana itu ada, maka barangnya dirampas dulu. Kalau sekarang, kan, tidak bisa. Justru UU ini dibuat untuk memungkinkan perampasan aset itu. Kalau sekarang, kan, harus melalui proses pengadilan. Dengan UU ini, langsung dirampas dulu, nanti seperti apa putusan pengadilan terhadap aset tersebut kita tunggu saja nasibnya bagaimana.
Bagaimana penerapan RUU Perampasan Aset ini nantinya?
Sudah ada kesepakatan di pemerintah mengenai penyimpanan aset hasil rampasan. Sampai tingkat penyidikan, aset itu disimpan di Kejagung. Setelah itu langsung diserahkan ke DJKN. Tidak semua kasus bisa diterapkan aturan ini. Ada syarat-syarat di mana perampasan langsung ini bisa dilakukan. Misalnya, tersangkanya hilang atau belum ketemu, sementara aset yang diduga hasil tindak pidana itu ada. Biasanya yang lari itu korupsinya gede-gede, bukan eceran.
Pembatasan uang kartal
Selain RUU Perampasan Aset, ada RUU Pembatasan Uang Kartal, bagaimana konsep pemerintah terhadap RUU tersebut?
RUU itu idenya ialah membatasi belanja lebih dari Rp 100 juta agar tidak dilakukan dengan kontan, tetapi harus melewati bank. Karena biasanya praktik suap itu dilakukan dengan uang tunai. Kalau ada pembatasan transaksi tunai, orang tidak akan berani mengambil uang dalam jumlah banyak. Mau disimpan di mana? Dua RUU ini (RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal) sudah diajukan ke DPR, sudah dibicarakan, tetapi DPR intinya belum setuju.