Pembatasan Pembelian Pesawat A400M Berkonsekuensi Ketiadaan Transfer Teknologi
Kementerian Pertahanan membeli dua pesawat Airbus A400M dan telah membuat komitmen untuk pembelian empat pesawat serupa. Pesawat itu di antaranya akan digunakan untuk meningkatkan kemampuan taktis TNI AU.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelian pesawat Airbus A400M dengan konfigurasi multiperan, tanker dan angkut, oleh Kementerian Pertahanan tidak serta merta dapat diikuti dengan transfer teknologi. Pasalnya, terdapat ketentuan jumlah minimum pembelian untuk memperoleh transfer teknologi. Karena itu, saat ini yang realistis dilakukan adalah ofset.
"Diperlukan kolaborasi yang substansial untuk melakukan aktivitas dengan skala besar di sebuah negara, dan saat ini kolaborasinya baru dimulai. Seperti diketahui, tidak hanya dua pesawat yang dipesan, tetapi sudah ada juga komitmen untuk empat pesawat lainnya," kata Dirut Airbus Defence and Space Michael Schoellhorn, dalam konferensi pers global secara daring, Selasa (30/11/2021).
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah membeli dua pesawat Airbus A400M. Menurut rencana, dua pesawat itu akan digunakan untuk meningkatkan kemampuan taktis TNI AU. Kementerian Pertahanan juga akan kembali membeli empat pesawat serupa.
Schoellhorn membeberkan nilai kontrak pembelian dua pesawat Airbus dan empat lainnya yang rencana pembeliannya ditandatangani di sela-sela Dubai Airshow, 18 November 2021 lalu.
Kepala Departemen Pesawat Militer Airbus Defence and Space Jean menambahkan, pihaknya belum tahu kapan realisasi dari rencana pembelian empat pesawat berikutnya. Namun, ia mengatakan, ada keinginan untuk memperkuat armada kedirgantaraan TNI AU.
Dengan demikian, diharapkan tidak ada selang waktu yang terlalu lama antara dua pesawat yang sudah ditandatangani kontraknya dan empat yang masih dalam tahap penandatanganan letter of intent.
Di Dubai, Menhan Prabowo Subianto mengatakan, pesawat A400M akan memainkan peran kunci dalam misi utama lainnya termasuk terjun payung dan transportasi kargo berat. ”Selain kemampuan taktis dan udara ke udara, A400M akan menjadi aset nasional dan berperan penting untuk misi Bantuan Manusia dan Tanggap Bencana,” tuturnya.
Alman Helvas Ali, konsultan di Semar Sentinel Indonesia mengatakan, transfer teknologi memang membutuhkan pembelian dalam jumlah besar. Ia memperkirakan, dibutuhkan sekitar 15 pesawat A400M agar ada skala ekonomi yang mencukupi sehingga Airbus bersedia memberikan transfer teknologi.
Airbus sebagai produsen pesawat A400M harus memberikan lisensi pembuatan sebagian komponen pada industri di negara pembeli dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia.
Karena itu, menurut Alman, saat ini yang tengah dijajaki adalah mekanisme ofset. Ini berarti Airbus sebagai produsen pesawat A400M harus memberikan lisensi pembuatan sebagian komponen pada industri di negara pembeli dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia (DI).
Alman menjelaskan, sejak awal Airbus menawarkan akan memberikan hak otonomi manufaktur untuk CN235 kepada PT DI. Selama ini, dalam sistem joint venture antara PT DI dan Airbus, PT DI bisa memproduksi sebagian komponen.
Tawarannya, kini PT DI bisa memproduksi sendiri seluruh komponen sehingga bisa memiliki jalur rantai pasok atau supply chain sendiri. Menurut catatan Kompas, selama ini PT DI telah mengekspor CN235 ke sejumlah negara, seperti Venezuela, Senegal, Burkina Faso, Uni Emirat Arab, Pakistan, Turki, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, Nepal, dan Brunei Darussalam. Dengan hak otonomi manufaktur, PT DI bisa melakukan ekspansi yang lebih masif.
Tak hanya itu, PT DI juga meminta Airbus memberikan data teknis terbaru dari pesawat NC212i. PT DI kini telah memproduksi sendiri beberapa subsistem dari NC212i. Adanya informasi data teknis terbaru bisa membuat PT DI bisa meningkatkan kemampuan sistem yang sudah tidak diproduksi lagi oleh Airbus. “Dengan cara ofset ini, PT DI bisa berkembang lebih cepat juga,” kata Alman.
Pembetulan :
Terdapat kesalahan kutipan pada pada berita ini. Sebelumnya tertulis, "Perlu jumlah minimal untuk bisa transfer teknologi," kata Dirut Airbus Defence and Space Michael Schoellhorn, dalam konferensi pers global secara daring, Selasa (30/11/2021). Seharusnya, "Diperlukan kolaborasi yang substansial untuk melakukan aktivitas dengan skala besar di sebuah negara, dan saat ini kolaborasinya baru dimulai. Seperti diketahui, tidak hanya dua pesawat yang dipesan, tetapi sudah ada juga komitmen untuk empat pesawat lainnya," kata Dirut Airbus Defence and Space Michael Schoellhorn, dalam konferensi pers global secara daring, Selasa (30/11/2021). Artikel ini telah diperbarui pada Kamis (2/12/2021) pukul 18.00. Dengan demikian, kesalahan kami perbaiki dan mohon maaf atas kesalahan tersebut.