Ketika Kapolri Perbaiki Citra Korps Bhayangkara di Media Sosial
Belakangan ini Kapolri menyapa warganet melalui akun resminya di Twitter. Sebagian kalangan menilai aktivitas itu sebagai upaya Kapolri memperoleh dukungan publik dalam menjalankan visi dan misinya.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·6 menit baca
Tak cukup dengan menerbitkan kebijakan serta mencopot sejumlah pejabat kepolisian yang bermasalah, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo juga berupaya memperbaiki citra institusinya di jagat maya. Melalui akun resmi di sejumlah platform media sosial, ia kembali mengingatkan anggota Korps Bhayangkara agar menjadi sosok berintegritas agar bisa dicintai masyarakat.
Kamis (4/11/2021) malam, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menyapa warganet melalui akun resminya di Twitter. ”Ada yang kenal Ibu Halimah ini?” ujarnya dalam sebuah unggahan foto perempuan berseragam PT Angkasa Pura yang tengah mengacungkan kepalan tangan kanan. Dari sosok petugas kebersihan di Bandara Soekarno-Hatta itu, kata Listyo, masyarakat diingatkan betapa berharganya kejujuran dan integritas dalam melaksanakan pekerjaan.
Sebelumnya, sosok Halimah yang diunggah Kapolri itu viral di media sosial karena mengembalikan dompet beserta cek berisi uang senilai Rp 35,9 miliar milik penumpang yang ia temukan. Dompet yang berisi cek tersebut ia temukan pada Kamis (29/10/2021) di ruang tunggu keberangkatan Terminal 2E bandara saat ia sedang bertugas. Atas kejujurannya, Halimah mendapatkan promosi jabatan dari PT Angkasa Pura Solusi, tempatnya bekerja. Ia yang sebelumnya menjabat sebagai kepala tim diangkat menjadi supervisor.
Berkaca dari Halimah, menurut Listyo, karakter jujur dan berintegritas juga bukan hal asing bagi institusi Polri. Kepolisian memiliki sosok Jenderal (Purn) Hoegeng—Kapolri (1968—1971)—yang terkenal konsisten terhadap dua sifat itu selama menjalankan tugasnya. Namun, polisi yang jujur dan berintegritas kini seolah sulit dicari.
Apalagi Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid pernah mengemukakan humor yang sangat terkenal terkait polisi jujur. Gus Dur mengatakan hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng. ”Ini menjadi tantangan bagi saya untuk dapat mengubah citra Polri di masyarakat,” ujar Listyo.
Ia menambahkan, optimistis dapat mewujudkan hal itu karena saat ini masih banyak polisi yang memiliki sikap teladan dan menjalankan tugas sebagai pengayom masyarakat. Contohnya, Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Muji di Balikpapan, Kalimantan Timur, mengembalikan tas berisi uang Rp 48 juta yang ia temukan kepada pemiliknya tanpa mau menerima imbalan. Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) Jailani di Gresik, Jawa Timur, dikenal sebagai sosok yang antisuap dan tegas terhadap pelanggar lalu lintas. Ada pula Brigadir Suladi di Malang, Jawa Timur, yang lebih memilih menjadi pengepul sampah untuk mendapatkan penghasilan tambahan ketimbang menerima suap.
Contoh lain, kata Listyo, Aiptu I Nyoman Ardana yang bertugas di Bali mengumpulkan buku bekas dan menyelenggarakan program baca buku keliling. Brigadir Kepala (Bripka) Chandra di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, membantu masyarakat dengan mengajar di SDN Kepayang. Selain itu, Iptu Khusnul Khotimah yang bertugas di Jakarta juga membantu pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 secara sukarela.
”Di luar sana, saya yakin masih banyak sosok figur Polri jujur dan berintegritas yang mampu menginspirasi personel lainnya. Polri akan terus berbenah untuk menjadi Polri yang diharapkan dan dicintai masyarakat,” kata Listyo.
Utas yang ia buat itu mendapatkan respons yang tinggi dari masyarakat. Setidaknya, ada lebih dari 1.600 akun yang menyukai, dibagikan kembali 312 kali, serta mendapatkan 148 jawaban. Konten yang sama diunggah juga oleh akun Instagram @kepalakepolisian_ri yang merupakan akun resmi milik Listyo. Di platform tersebut, unggahan itu disukai 1.771 akun lainnya.
Pada kedua platform, respons warganet beragam. Dukungan dan apresiasi disampaikan banyak akun. Begitu juga kritik dan pertanyaan terkait kinerja polisi di berbagai bidang juga banyak dilayangkan.
Selama sebulan terakhir, upaya perbaikan citra dan pembenahan internal Polri memang tengah digencarkan. Hal ini dilakukan untuk merespons derasnya kritik publik terhadap kinerja kepolisian.
Pembenahan internal
Selama sebulan terakhir, upaya perbaikan citra dan pembenahan internal Polri memang tengah digencarkan. Hal ini dilakukan untuk merespons derasnya kritik publik terhadap kinerja kepolisian. Kritik publik terhadap Polri dimulai di dunia maya yang digencarkan warganet melalui tagar #PercumaLaporPolisi yang menjadi topik terhangat selama beberapa hari berturut-turut di awal Oktober 2021.
Menyusul tagar, viral sejumlah video yang memperlihatkan kekerasan yang dilakukan polisi kepada warga saat bertugas dan kekerasan pimpinan terhadap bawahan. Selain itu, mengemuka pula konten media sosial yang memperlihatkan sikap hedonis personel yang melanggar aturan etik kepolisian.
Riuh rendah seputar profesionalitas polisi itu pun berdampak pada penurunan citra Polri di mata publik. Dalam survei Litbang Kompas yang dirilis pada Oktober, misalnya, dari 1.200 responden yang menjawab pertanyaan secara terbuka, 77 persen menyatakan citra baik kepolisian. Persentase ini turun dibandingkan survei serupa pada April 2021, citra baik Polri mencapai 78,7 persen.
Untuk merespons pelanggaran-pelanggaran tersebut, Kapolri kemudian mengirimkan Surat Telegram Nomor: ST/2162/X/HUK.2.8/2021 kepada seluruh kapolda pada 18 Oktober 2021. Isi surat itu meminta seluruh kapolda memitigasi kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh anggota Polri. Para kapolda diminta mengambil alih kasus kekerasan berlebihan dan memastikan penanganannya secara transparan. Selain itu juga, kapolda diminta memberi sanksi tegas kepada personel yang melanggar peraturan.
Saat menutup Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi, Menengah, dan Pertama Polri di Bandung, Jawa Barat, 27 Oktober lalu, ia menegaskan perihal keteladanan pimpinan dan komitmen untuk mencopot pimpinan yang tidak mampu membina bawahannya. Lewat peribahasa “ikan busuk mulai dari kepala” ia juga mengatakan tidak akan segan mengambil tindakan “potong kepala”. Hal itu dibuktikan dengan pencopotan tujuh pejabat kepolisian pada 31 Oktober.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono menyampaikan, Polri terus berbenah di segala aspek organisasi. Salah satunya melalui mekanisme reward and punishment. Sepanjang 2021, Polri telah memberikan sanksi terhadap pelanggaran disiplin, etik, dan pidana, pada 2.644 polisi yang melanggar peraturan. Sementara itu, penghargaan juga telah diberikan kepada 2.850 anggota Polri yang berdedikasi.
Mengambil hati masyarakat
Pengamat komunikasi dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, aktivitas Listyo di media sosial menunjukkan upayanya untuk mengambil hati masyarakat, yakni dengan bersikap dialogis. Dukungan publik penting baginya untuk bisa menjalankan visi dan misi yang diusung sebagai Kapolri.
“Dia ingin mendapatkan dukungan dari masyarakat tentang apa yang dia lakukan, yaitu mewujudkan polisi yang lebih humanis,” ujarnya. Sebab, mewujudkan Polri yang humanis bukan perkara mudah. Perspektif anggota terhadap hal tersebut belum merata. Baik di level bawah maupun pimpinan.
Kegiatan Listyo di media sosial secara pribadi terhitung baru dilakukan. Baik di Twitter maupun Instagram, Kapolri yang menjabat sejak awal 2021 itu membuat akunnya pada Agustus 2021. Meski baru dibuat, akun Twitternya sudah memiliki lebih dari 24 ribu pengikut. Di Instagram, pengikutnya jauh lebih banyak lagi, yakni mencapai 796 ribu akun.
Menurut Hendri, walaupun media sosial tidak bisa merepresentasikan publik secara utuh, upaya Listyo membuka ruang dialog dengan masyarakat perlu diapresiasi. Setidaknya, hal itu bisa memberikan sedikit penjelasan dari pihaknya di tengah justifikasi masyarakat terhadap kepolisian. Dengan demikian, baik warganet maupun kepolisian semestinya bisa saling mendengarkan.
Walaupun media sosial tidak bisa merepresentasikan publik secara utuh, upaya Listyo membuka ruang dialog dengan masyarakat perlu diapresiasi.
Akan tetapi, itu saja tentu tidak cukup. Penjelasan di media sosial harus diikuti dengan kebijakan, ketegasan, dan komitmen untuk mewujudkan Polri yang profesional sehingga bisa dicintai masyarakat.