Satgas BLBI Sita 124 Hektar Lahan Milik Perusahaan Tommy Soeharto
Satgas BLBI terus memburu aset milik obligor/debitor yang belum mengembalikan dana talangan BLBI. Kali ini giliran aset perusahaan milik Tommy Soeharto di Karawang, Jawa Barat, disita Satgas BLBI.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLBI menyita tanah seluas 124 hektar yang menjadi jaminan utang PT Timor Nasional. Penyitaan dilakukan di empat bidang tanah milik perusahaan yang didirikan oleh Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto itu berada di sejumlah lokasi di Kawasan Karawang, Jawa Barat, Jumat (5/11/2021).
Penyitaan empat bidang tanah jaminan kredit dari PT Timor Nasional (PT TPN) itu dipimpin oleh Ketua Harian Satgas BLBI Rionald Silaban. Ketua Satgas BLBI didampingi oleh anggota Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) cabang DKI Jakarta dan Jawa Barat. Pada saat penyitaan tanah dan pemasangan plang, tim satgas BLBI juga didampingi oleh tim Bareskrim Polri, TNI, Pemkab Karawang, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengatakan, sebelum penyitaan aset tanah dilakukan, Satgas telah melakukan pemanggilan untuk menagih kewajiban PT TPN. Kewajiban dari PT TPN itu berasal dari kredit di sejumlah bank. Nilai utang PT TPN yang ditagih oleh satgas setelah ditambah dengan biaya administrasi pengurusan piutang negara sebesar 10 persen adalah Rp 2,6 triliun.
”Penagihan yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) sudah sampai pada tahap penerbitan surat sita atas aset jaminan PT TPN. Namun, pelaksanaan sita aset sempat terkendala masalah teknis di lapangan dan baru bisa dilaksanakan hari ini,” kata Rionald.
Penyitaan tanah dan pemasangan plang itu dilakukan di empat lokasi berbeda. Pertama, di tanah seluas 530.125,5 meter persegi atas nama PT KIA Timor Motors di Desa Kamojing, Kabupaten Karawang. Kedua, di tanah seluas 98.896,7 meter persegi atas nama PT KIA Timor Motors di Desa Kalihurip, Kabupaten Karawang. Ketiga, tanah seluas 100.985,1 meter persegi atas nama PT KIA Timor Motors di Desa Cikampek Pusaka, Kabupaten Karawang. Terakhir, di lahan tanah seluas 518.870 meter persegi atas nama PT Timor Industri Komponen di Desa Kamojing, Kabupaten Karawang.
Rionald menjelaskan, aset jaminan dari PT TPN yang telah disita itu selanjutnya akan diproses pengurusannya melalui mekanisme PUPN atau penjualan secara lelang terbuka. Satgas juga terus melakukan penagihan kewajiban kepada obligor/debitor dengan nilai total piutang Rp 110,45 triliun. Satgas juga terus menyita dan menguasai aset jaminan untuk mempercepat pengembalian kewajiban dana BLBI.
Sebelumnya diberitakan, dari target Rp 110,45 triliun, Satgas BLBI baru berhasil menagih Rp 2,45 miliar dan 7,6 juta dollar Amerika Serikat (sekitar 106 miliar). Sejumlah debitor dan obligor yang telah dipanggil satgas menyatakan akan membayar utang kepada negara secara sukarela. Namun, Sebagian lainnya menolak mengakui utangnya. Satgas BLBI akan memanggil mereka untuk kedua kalinya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menambahkan, total lahan yang disita dan dikuasai negara dari jaminan PT TPN seluas 124 hektar. Tanah itu dulu dijaminkan oleh Tommy Suharto kepada negara untuk mendapatkan dana BLBI. Namun, kenyataannya, tanah masih disewakan kepada orang lain. Sekarang, setelah disita oleh negara, sertifikat tanah akan segera diproses balik-nama.
”Satgas telah memiliki skema tentang siapa dan kapan akan disita barangnya, serta bagaimana penagihan utangnya. Dulu, dimulai dari penyitaan aset milik Lippo Grup, totalnya sudah lebih dari 5 juta hektar lahan yang disita. Nanti, masih banyak lagi yang akan disita sesuai jadwal yang telah ditetapkan,” imbuh Mahfud.
Sekarang tidak boleh begitu lagi, mari selesaikan sekarang. Kalau ada jaminan jangan coba-coba dialihkan ke pihak lain. Negosiasi dengan pejabat pemerintah juga tidak boleh. Sudah 22 tahun, masa nego-nego terus.
Mahfud juga menerangkan, lamanya proses penyitaan aset jaminan dari obligor dan debitor dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah lobi-lobi yang dilakukan para obligor dan debitor kepada pemerintah saat ada pergantian pejabat. Mahfud menyebut, setiap ada pergantian menteri, direktur jenderal selalu ada negosiasi yang dilakukan obligor atau debitor. Misalnya, mengaku tidak punya utang atau meminta utangnya dihitung kembali. Ini membuat penyitaan aset tertunda selama 22 tahun.
”Sekarang tidak boleh begitu lagi, mari selesaikan sekarang. Kalau ada jaminan jangan coba-coba dialihkan ke pihak lain. Negosiasi dengan pejabat pemerintah juga tidak boleh. Sudah 22 tahun, masa nego-nego terus,” terang Mahfud.
Pemerintah berkomitmen untuk terus mengejar hak negara atas dana BLBI yang nilainya saat ini mencapai Rp 110,45 triliun. Pemerintah tidak akan membiarkan ada obligor dan debitor yang luput dari pengembalian dana BLBI.