SDM Aparatur Pemerintah Dinilai Belum Mumpuni dalam Pengelolaan Teknologi Informasi
Serangan siber pada situs pemerintah dan kecurangan dalam seleksi calon aparatur sipil negara secara daring menunjukkan kemampuan SDM pemerintah dalam teknologi informasi belum mumpuni.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Adanya serangan siber dan kebocoran data yang dialami oleh instansi pemerintah menunjukkan masih lemahnya mitigasi dan kurangnya sumber daya manusia yang mumpuni. Setiap aparatur sipil negara seharusnya memiliki kemampuan teknologi informasi dengan kualifikasi yang jelas.
Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan, berkaca pada kasus yang terjadi, seperti serangan siber dan kecurangan dalam pelaksanaan seleksi calon aparatur sipil negara, menunjukkan bahwa sumber daya manusia di instansi pemerintah cukup buruk.
Ia menegaskan, segala permasalahan itu bisa terjadi karena SDM yang ada tidak memiliki kemampuan yang mumpuni sehingga sistem atau perangkat yang ada bisa dicurangi.
”Seharusnya pemerintah mengambil posisi dengan meningkatkan kualitas SDM-nya. Mereka yang bisa diterima harus memiliki kemampuan teknologi informasi dengan kualifikasi yang jelas,” kata Alfons saat dihubungi di Jakarta, Minggu (31/10/2021).
Selain itu, lanjut Alfons, dibutuhkan evaluasi terhadap seluruh PNS yang ada. Setiap PNS harus memiliki standar yang ditetapkan. Pengetesan harus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan. Ia mencontohkan, PNS harus mampu mengelola situs web dan basis data. Jika hal itu dilakukan, PNS akan memiliki kemampuan digitalisasi sesuai standar.
Alfons menuturkan, standar secara umum bagi keamanan siber sudah ada. Banyak instansi pemerintah yang mengklaim telah memiliki standar tersebut. Namun, faktanya, masih terjadi kebocoran data dan serangan siber.
Standar secara umum bagi keamanan siber sudah ada. Banyak instansi pemerintah yang mengklaim telah memiliki standar tersebut. Namun, faktanya, masih terjadi kebocoran data dan serangan siber.
Ia menegaskan, serangan siber merupakan perkembangan dari digitalisasi. Sebab, semua kegiatan telah bergerak ke arah digital. Namun, perkembangan ini tidak diiringi dengan kemampuan SDM yang berkualitas sehingga banyak terjadi serangan siber terhadap situs web instansi pemerintah.
”SDM ini menjadi masalah utama yang harus segera diatasi pemerintah saat ini secara strategis sehingga kita bisa memanfaatkan dalam lima tahun ke depan,” katanya.
Menurut pengajar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Airlangga, Gitadi Tegas Supramudyo, birokrasi di Indonesia sering tertinggal dari persoalan yang ada. Pemerintah sering kali hanya memberikan solusi reaktif dan parsial, bukan kebijakan yang komprehensif dan cerdas.
”Diperlukan perspektif mitigasi. Kebijakan-kebijakan idealnya punya daya antisipasi, prediksi, sekaligus solusi,” ucap Gitadi.
Ia mengungkapkan, kebijakan kesiapan dan penyiapan sumber daya manusia dalam rekrutmen atau seleksi di masa lalu diwarnai banyak kepentingan serta ketidakprofesionalan. Pola rekrutmen yang ada saat ini sudah lebih baik, tinggal mengoptimalkan sesuai kebutuhan tenaga profesional di bidang teknologi informasi.
Mereka dapat diberikan gaji atau tunjangan yang baik. Namun, tetap harus diuji komitmennya secara sungguh-sungguh dan mendalam.
Gitadi mengingatkan, permasalahan dan tantangan kejahatan siber sudah cukup lama terpampang di depan mata. Namun, birokrasi selalu selangkah tertinggal.
Oleh karena itu, ujar Gitadi, tentu harus direkrut dan diberdayakan ahli teknologi informasi pada posisi fungsional yang profesional dan berkeahlian tinggi. Mereka yang layak dan memiliki penghargaan patut direkrut pada posisi ini.
Dalam menunjang reformasi birokrasi, ASN akan dilatih untuk melek digital dan berpikir ke arah digitalisasi serta teknologi informasi.
Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama mengatakan, dalam menunjang reformasi birokrasi, ASN akan dilatih untuk melek digital dan berpikir ke arah digitalisasi serta teknologi informasi.
Satya menyebutkan, BKN memiliki standar bagi ASN yang mengelola situs web instansi pemerintah. Mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan teknologi informasi akan menduduki posisi tersebut.
Ia mengakui, ancaman akan selalu ada, tetapi selama ini siap dan mampu menanggulangi. ”Hal tersebut menjadi bagian dari pembelajaran dan perbaikan ke arah yang lebih baik,” ujarnya.