KPK Harapkan Remisi Pertimbangkan Masukan Penegak Hukum
MA cabut dan batalkan PP No 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang persulit koruptor dapat remisi. KPK harapkan ada pertimbangan sebelum remisi diberikan aparat hukum.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menghormati putusan Mahkamah Agung terkait pencabutan dan pembatalan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Namun, KPK berharap pemberian remisi bagi para koruptor tetap mempertimbangkan masukan dari aparat penegak hukumnya.
Sebelumnya, MA mencabut dan membatalkan PP No 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam PP tersebut, koruptor bisa mendapatkan remisi dengan syarat lebih ketat dibandingkan dengan narapidana lainnya. Salah satunya, terpidana korupsi harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator).
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi di Jakarta, Jumat (29/10/2021), mengatakan, KPK menghormati putusan peninjauan kembali (judicial review) majelis hakim MA yang telah mencabut dan membatalkan PP pengetatan remisi bagi narapidana kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), salah satunya kejahatan korupsi.
”Kami juga memahami bahwa pembinaan terhadap narapidana korupsi sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan kewenangan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,” ujar Ali.
”Kami juga memahami bahwa pembinaan terhadap narapidana korupsi sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan kewenangan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.”
Meski demikian, lanjut Ali, korupsi sebagai kejahatan yang memberikan dampak buruk luas, seyogianya penegakan hukumnya selain memberi rasa keadilan bagi pelaku maupun masyarakat, juga penting tetap mempertimbangkan efek jera yang ditimbulkan dari hukuman tersebut.
”Tujuannya agar mencegah perbuatan ini kembali terulang,” tutur Ali.
Sebab, kata Ali, pada prinsipnya, pemberantasan korupsi adalah upaya yang saling terintegrasi antara penindakan, pencegahan, dan juga pendidikan. Oleh karena itu, KPK berharap pemberian remisi bagi para pelaku kejahatan luar biasa, tetap mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dan masukan dari aparat penegak hukumnya.
”Karena keberhasilan pemberantasan korupsi butuh komitmen dan ikhtiar kita bersama, semua pemangku kepentingan, baik pemerintah, para pembuat kebijakan, lembaga peradilan, aparat penegak hukum, dan semua elemen masyarakat,” kata Ali.
”Jadi, adapun terkait dengan putusan MA, kita lihat ke depan, ya, apakah ada perubahan sesuai dengan ketentuan yang memang harus kami penuhi.”
Secara terpisah, Kepala Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti pun menyampaikan, sampai saat ini pihaknya masih mengacu pada PP 99/2012 dalam memberikan remisi kepada napi korupsi. Sejauh ini, berdasarkan aturan tersebut, salah satu syarat bagi penerima remisi adalah mendapatkan surat keterangan bekerja sama dari penegak hukum. ”Itu sampai saat ini pun masih terus berjalan,” katanya.
Namun, lanjutnya, syarat pemberian remisi kepada napi korupsi ini bisa saja berubah apabila ke depan aturan mengenai pemberian remisi itu, yakni PP 99/2012, juga diubah. ”Jadi, adapun terkait dengan putusan MA, kita lihat ke depan, ya, apakah ada perubahan sesuai dengan ketentuan yang memang harus kami penuhi,” ujarnya.