Nama-nama calon presiden pilihan masyarakat dengan elektabilitas teratas belum banyak berubah. Parpol dan individu diyakini akan makin beradu strategi untuk menaikkan elektabilitas.
JAKARTA, KOMPAS — Partai politik yang akan mengusung kadernya sebagai calon presiden dan individu yang ingin mencalonkan diri di Pemilihan Presiden 2024 akan bergerak lebih ”kencang” pada 2022 sebagai bagian dari strategi menuju 2024. Hal ini tidak terlepas dari belum banyak berubahnya konfigurasi elektabilitas calon dan masih tingginya warga yang belum menentukan pilihan.
Di sisi lain, karena sebagian nama yang berpotensi mencalonkan diri menduduki jabatan di pemerintahan, perlu kesadaran menjaga efektivitas pemerintahan. Para pemilih diyakini akan melihat rekam jejak dan kinerja mereka sebelum menentukan pilihan.
Survei Litbang Kompas pada Oktober 2021 menunjukkan capres pilihan masyarakat relatif sama dengan survei April 2021. Mereka di antaranya Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (13,9 persen), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (13,9 persen), dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (9,6 persen). Pada survei Kompas di bulan April 2021, elektabilitas Prabowo 16,4 persen, Anies (10 persen), dan Ganjar (7,3 persen).
Survei dilakukan secara tatap muka dengan pertanyaan terbuka. Di survei Oktober, nama lain yang muncul di antaranya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, serta mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Nama sejumlah petinggi parpol juga muncul, seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, dan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani. Sementara responden yang belum menentukan pilihan masih 37,2 persen.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman, Selasa (19/10/2021), mengatakan, meski elektabilitas Prabowo turun dibandingkan dengan survei Kompas pada April 2021, Gerindra tidak terlalu gusar karena Prabowo masih tertinggi. Gerindra tak akan mengendur dan akan melanjutkan strategi yang selama ini diterapkan, yakni bekerja optimal di eksekutif dan legislatif.
Ahmad Doli Kurnia, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, mengatakan, besarnya publik yang belum menentukan pilihan dan adanya resistensi pada sejumlah calon merupakan peluang bagi capres yang sudah ditetapkan Golkar sejak Munas 2019, yakni Airlangga Hartarto. Beberapa waktu terakhir, upaya mempromosikan Airlangga sebatas menggunakan media luar ruang dan masih sporadis.
Pihaknya tengah menyeragamkan bentuk sosialisasi sosok Airlangga. Tak hanya lewat media luar ruang, tetapi juga media sosial dan media massa.
Sementara itu, PDI-P masih belum akan menentukan pilihan capres dalam waktu dekat. Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Arif Wibowo mengatakan, pada momen yang tepat, capres PDI-P akan diputuskan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. PDI-P, katanya, tengah mengonsolidasikan organisasi sebagai landasan gerak partai pada Pemilu 2024. Selain itu, juga terus mendekatkan diri ke masyarakat guna menyasar isu yang dibutuhkan publik.
Wakil Sekretaris Jenderal PKB Syaiful Huda mengatakan, untuk mendorong elektabilitas Muhaimin, PKB melakukan strategi pendekatan langsung kepada masyarakat. ”Targetnya, elektabilitas Cak Imin sama dengan elektabilitas PKB di pemilu,” katanya.
Lebih kencang
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, peluang untuk calon di luar 10 teratas nama di survei belum tertutup karena Pilpres 2024 masih digelar 2,5 tahun lagi. Namun, kompetisi mulai tahun 2022 akan makin ketat karena parpol cermat memperhitungkan kandidat yang akan diajukan.
Pilpres 2024 yang digelar serentak dengan pemilihan anggota legislatif dan pilkada yang juga digelar di tahun itu membuat waktu yang tersisa menjadi lebih pendek bagi parpol. Konsentrasi mereka bisa terpecah karena harus melaksanakan berbagai agenda berbarengan.
Bagi kandidat yang saat ini menduduki jabatan publik, kata Aditya, memiliki keuntungan karena bisa memobilisasi sumber daya. Sementara kepala daerah yang akan mengakhiri jabatannya pada 2022 dan 2023 serta ingin mencalonkan diri di Pilpres 2024 harus punya perhitungan cermat.
Menurut Aditya, sepanjang pejabat bekerja dengan baik, keuntungan elektoralnya juga bisa naik. Sebab, pemilih masih menilai rekam jejak kinerja kandidat. Namun, hal ini juga tergantung dari kemampuan kandidat dan timnya dalam mengomunikasikan kinerjanya ke publik.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal memperkirakan, isu terkait ekonomi akan banyak diangkat calon dan parpol di tahun politik. Isu itu terutama menyangkut utang serta penciptaan lapangan kerja demi menekan tingkat pengangguran dan kemiskinan di tengah pandemi Covid-19.