Bersiap Hadapi Perang Masa Depan, Mempelajari Strateginya hingga Berpikir Tingkat Tinggi
Kurikulum yang disiapkan Seskoau mencakup perang masa depan atau NCF, seperti perang siber, nuklir, biologi, dan kimia. Seskoau menyiapkan perwira menghadapi perang dengan senjata berteknologi modern.
Di perbukitan Lembang, Bandung, Jawa Barat, sebanyak 127 perwira siswa belajar selama 11 bulan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (Seskoau). Mereka tidak hanya berasal dari TNI AU, tetapi juga dari kepolisian dan siswa asing. Selama 11 bulan itu, mereka belajar teori dan praktik simulasi perang untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill).
Lewat lembaga pendidikan ini, para perwira siswa (pasis) disiapkan mampu menjadi sumber daya manusia unggul sebagai calon pengambil kebijakan dan wadah pemikir (think tank) di TNI.
Selain membuat tugas akhir, mulai tahun ini, para pasis juga harus membuat tesis untuk mendapatkan gelar magister terapan strategi operasi udara. Ini adalah program terbaru Seskoau yang diatur dalam Peraturan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 40 Tahun 2020 tentang Politeknik Angkatan Udara.
Dari sisi fasilitas, Seskoau yang terletak 16 kilometer di sisi utara Bandung itu cukup lengkap, mulai dari fasilitas asrama yang nyaman dan memadai, perpustakaan, lapangan olahraga dan golf, hingga pusat olah yudha atau laboratorium simulasi perang. Di suhu pegunungan yang dingin dan alam yang asri, pasis diharapkan belajar dengan optimal mengasah kemampuan berpikir dan analisisnya.
Salah seorang pasis, Mayor Penerbang Nugroho Tri Widyanto, saat ditemui, Selasa (28/10/2021), mengatakan, sejak bulan Januari ia mengikuti pendidikan di Seskoau, Lembang. Sebelumnya, dia bertugas sebagai pilot helikopter AW139 di Lapangan Udara Atang Senjaya, Bogor, Jawa Barat. Selama pendidikan, dia belajar doktrin militer negara luar, teori dan strategi perang, manajemen, perkembangan teknologi, hingga hubungan luar negeri. Setiap pasis ditugaskan untuk menuangkan perspektifnya terhadap berbagai persoalan. Perspektif dituangkan dalam bentuk makalah dengan tenggat waktu selama sepekan.
”Seminggu sekali, kami mendapatkan tugas dari masing-masing departemen yang berbeda dengan jenis konflik yang berbeda. Misalnya, dari departemen masalah strategis didiskusikan tentang menghangatnya kondisi di Laut China Selatan. Di situ, berbagai argumen dan pandangan pribadi pasis disampaikan,” kata Nugroho.
Baca juga: Ikhtiar TNI AU Membangkitkan Nasionalisme dari Angkasa
Selama pandemi Covid-19, metode pembelajaran di Seskoau memang disesuaikan. Hanya 50 persen siswa yang masuk dalam pembelajaran langsung di kelas. Sisanya mengikuti pembelajaran jarak jauh dari kamar masing-masing di asrama. Mereka berdiskusi menggunakan sambungan Zoom. Meskipun ada keterbatasan interaksi, Nugroho mengaku tetap dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.
”Kendalanya mungkin sosialisasi di antara pasis, perwira penuntun, dan dosen jadi terbatas. Itu terasa sekali saat bimbingan tesis untuk meraih gelar magister. Namun, kami mencoba mengatasi kendala itu karena harus lulus dalam waktu 11 bulan,” terang Nugroho.
Siswa asing, Komandan Skuadron TNI AU Thailand Mayor Phonlaphat Sukhawarat menuturkan, sebelum belajar di Seskoau Lembang dia juga pernah mengikuti pendidikan di Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara (Sekkau) di Jakarta. Dia memiliki ketertarikan pribadi dengan Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak, dia merasa tertarik untuk belajar di Indonesia. Selain itu, dia juga sudah lancar berbahasa Indonesia karena mengikuti kursus bahasa Indonesia selama 18 bulan.
”Saya memang tertarik untuk belajar bahasa Indonesia karena Indonesia adalah negara dengan populasi penduduk terbesar di komunitas ASEAN. Selain itu, hubungan diplomatik Thailand dan Indonesia sudah lama terjalin dengan akrab. Kami berharap hubungan itu dapat dipertahankan dengan program pertukaran pasis seperti ini,” kata Mayor Po, sapaan akrabnya.
Belajar di Seskoau lebih sulit dan penting bagi pengembangan kariernya sebagai anggota Angkatan Udara Thailand. Di Seskoau, dia dituntut untuk berpikir dalam level operasional strategis. (Komandan Skuadron TNI AU Thailand Mayor Phonlaphat Sukhawarat)
Menurut dia, belajar di Seskoau lebih sulit dan penting bagi pengembangan kariernya sebagai anggota Angkatan Udara Thailand. Di Seskoau, dia dituntut untuk berpikir dalam level operasional strategis, sedangkan saat belajar di Sekkau, dia hanya belajar di tingkat taktikal. Kesulitan itu juga bertambah karena dia harus masuk pendidikan saat pandemi Covid-19. Banyak metode pembelajaran yang hanya dilakukan secara daring. Bahkan, saat menulis tesis dengan obyek penelitian di AU Thailand pun semua harus dilalui dengan cara daring.
”Sudah hampir dua tahun saya tidak pulang ke Thailand karena pandemi Covid-19,” kata Mayor Po.
Baca juga: Serigala Langit dan Keseruan Kisah Pilot Tempur TNI AU
Mayor Po juga mengakui bahwa di Seskoau Lembang, fasilitas sangat lengkap. Salah satunya adalah adanya laboratorium Pusat Olah Yudha. Intensitas belajar juga tinggi karena, selain membuat karya tulis militer, mereka juga harus membuat tesis militer. Ini berbeda dengan Seskoau di Thailand. Di sana, belum ada program studi magisternya. Dia juga mengakui bahwa semangat belajar teman-teman pasis satu angkatan sangat tinggi. Saat simulasi perang atau olah yudha, dia merasa tertantang karena melakukannya dengan militer dari negara lain. Walaupun ada bagian yang tidak boleh diikuti pasis asing, dia tetap senang mendapatkan kesempatan itu.
”Kesulitan saya selama belajar di sini adalah banyaknya singkatan-singkatan yang digunakan di dunia militer. Jadi, saya banyak bertanya kepada perwira penuntun atau dosen di sini,” ujar Mayor Po sembari tertawa.
Berpikir kritis
Dosen Utama Seskoau, Kolonel Tek Rachmadi Anggoro, mengatakan, Seskoau menjadi kawah candradimuka atau wadah untuk menggodok calon pemimpin TNI dan Polri untuk mengasah kemampuan berpikir kritis dan analitis. Dari sisi penugasan, pasis tidak hanya menggali ilmu pengetahuan. Mereka juga harus bisa berpikir strategis dan analitis. Misalnya, mereka tidak hanya harus tahu TNI AU memiliki kekuatan seperti apa, tetapi juga bagaimana menggunakan kekuatan itu agar lebih efektif. Saat melakukan studi kasus perang, misalnya, mereka juga harus bisa menganalisis secara lengkap, baik dari sisi kekuatan maupun strategi pemenangannya.
”Di Seskoau, walaupun ada doktrin TNI dan TNI AU, iklim akademis dengan pola pendidikan kritis harus tetap dijaga. Sekarang, forum akademisnya lebih terbuka daripada dulu. Dosen harus siap menjawab apabila pertanyaan dari pasis melampaui materi yang kami ajarkan,” terang Anggoro, yang mendapatkan gelar S-2 dari National University of Islamabad, Pakistan.
Untuk menghadapi ancaman perang di masa depan, menurut Anggoro, kurikulum yang dibuat di Seskoau juga disesuaikan. Misalnya, materi di Departemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) harus disesuaikan dengan doktrin terbaru TNI AU. Porsi pembelajaran teknologi lebih banyak dibandingkan saat ia menjadi pasis pada tahun 2008. Pengenalan operasi perang juga dilakukan dengan orientasi perang di masa depan. Misalnya, materi effect base operation atau bagaimana mengatur pola serangan untuk mendapatkan dampak pada yang diinginkan dengan meminimalisasi korban.
Selain itu, dalam penugasan juga telah dirancang bagaimana agar pasis memiliki kemampuan berpikir analitis. Tidak ada tugas yang bersifat pilihan ganda atau deskripsi. Tugas dibuat dengan esai analisis. Misalnya, analisis perang udara serta perang modern yang memanfaatkan teknologi informasi dan kecerdasan buatan. Para siswa diminta untuk mengupas permasalahan sesuai dengan latar belakang bidangnya masing-masing.
”Kurikulum ini dibuat supaya nantinya ketika mereka mendapatkan kesempatan sebagai pengambil kebijakan di TNI, mereka juga dapat membuat keputusan yang benar sesuai dengan tantangan dan ancaman masa depan,” kata Anggoro.
Baca juga: Akrobat Tentara di Dunia Maya
Menurut Anggoro, kurikulum di Seskoau juga sudah mencakup perang masa depan atau network centric warfare (NCF), seperti perang siber, nuklir, biologi, dan kimia. Perang di masa depan diakui bukanlah perang konvensional, melainkan perang hibrida di mana senjatanya berupa teknologi modern. Selain itu, juga ada penggunaan remote sensor di ruang kendali yang saling terintegrasi antarsemua kekuatan. Perintah dikendalikan di ruangan operasi untuk menyerang sasaran. Menurut Anggoro, untuk mengupayakan TNI AU memiliki kemampuan seperti itu, cukup berat karena semua alutsista harus memiliki kemampuan teknologi tinggi. Padahal, Indonesia memiliki platform alutsista beragam yang diambil dari banyak negara.
”Tentunya TNI akan terus maju ke depan. TNI harus mampu segera mengakuisisi penggunaan teknologi dalam persiapan perang modern. Ini sesuai dengan pesan dari presiden bahwa TNI harus memanfaatkan teknologi maju untuk memperkuat pertahanan negara,” kata Anggoro.
Komandan Seskoau Marsekal Pertama TNI Widyargo Ikoputra menyampaikan, materi pembelajaran di Seskoau harus mengikuti perubahan doktrin, baik dari TNI AU maupun TNI. Setiap tahun, Seskoau selalu menyinkronkan materi pembelajaran dengan doktrin TNI dan TNI AU yang berubah. Materi juga akan disesuaikan dengan rencana strategi dan kekuatan TNI. Ini harus disesuaikan karena dalam melakukan operasi perang, TNI AU tidak melakukan operasi mandiri, tetapi operasi gabungan dengan TNI AU dan TNI AD.
”Tentu saja kurikulum di sini akan menyesuaikan dengan aset, teknologi yang dimiliki oleh TNI. Misalnya, sekarang sudah ada pesawat nirawak (unmanned aerial vehicle), yang tentu mengubah cara berperang sehingga kami harus menyiapkannya dalam laboratorium simulasi perang,” kata Ikoputra.
Komandan Seskoau Marsekal Pertama TNI Widyargo Ikoputra menyampaikan, materi pembelajaran di Seskoau harus mengikuti perubahan doktrin baik dari TNI AU maupun TNI. Setiap tahun Seskoau selalu menyinkronkan materi pembelajaran dengan doktrin TNI dan TNI AU yang berubah.
Ikoputra juga mengakui bahwa ancaman perang di masa depan telah berubah. Ancaman-ancaman itu, seperti perang nubika, siber, dan proxy war, harus dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran di Seskoau. Untuk dapat menyesuaikan kurikulum dengan tantangan masa depan, menurut dia, sumber daya manusia pengajar di Seskoau juga harus siap. Para pendidik harus melek teknologi, bisa meningkatkan kemampuannya terhadap perkembangan terkini. Mereka juga dituntut untuk bisa berkolaborasi dengan mitra, baik di kawasan regional maupun global.
”Tantangan terberatnya adalah dari sivitas akademika di Seskoau sendiri. Para staf, pendidik harus mau meningkatkan kemampuannya serta menjadi orang yang tepat dan kompeten untuk menyiapkan sumber daya manusia TNI yang mampu menghadapi perang di masa depan,” kata Ikoputra.