KH Said Aqil Siap Maju Kembali jika Diminta, KH Yahya Staquf Tawarkan Pembaruan Organisasi
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj siap mencalonkan diri lagi di muktamar jika diminta. Sementara Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf menawarkan gagasan untuk memperkuat relasi organisasi NU dan basis riilnya.
Oleh
Iqbal Basyari/Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persiapan menjelang Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama mulai bergulir. Ketua Umum Pengurus Besar NU KH Said Aqil Siroj, Rabu (6/10/2021), menemui Presiden Joko Widodo untuk menginformasikan soal rencana muktamar NU yang akan diselenggarakan di Lampung pada 23-25 Desember 2021.
Seusai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Said Aqil Siroj mengatakan, pertemuan itu merupakan ajang temu kangen karena sejak pandemi Covid-19, ia baru dua kali bertemu Presiden Jokowi. Selain itu, ia juga melaporkan hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU pada 25-26 September 2021. Hasil dimaksud adalah NU akan melaksanakan muktamar pada 23-25 Desember 2021.
”Presiden pun agak tanda tanya, ’Apakah sudah mungkin melihat kondisi Covid-19 masih seperti ini, apalagi di Lampung’. Ya, nanti kita lihat, Pak. Itu pun dengan syarat memperhatikan prokes (protokol kesehatan) dan izin dari satgas nasional dan satgas lokal,” katanya.
Dalam pertemuan itu, Said juga menyampaikan apresiasi NU terhadap Presiden yang dinilai sukses melaksanakan vaksinasi Covid-19. Ia juga mengapresiasi keberhasilan pemerintah dalam menanggulangi terorisme dan radikalisme serta langkah pemerintah dalam membangun infrastruktur yang tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi juga di Indonesia bagian tengah dan timur.
Soal apakah Presiden Jokowi akan menghadiri Muktamar NU, Said Aqil menuturkan hal ini belum dibicarakan. ”(Hal tersebut) karena ini ada kemungkinan hybrid (digelar secara luring dan daring). Tidak mungkin luring 100 persen. Saya kira hybrid ini,” katanya.
Said Aqil siap maju lagi
Said Aqil juga mengatakan, bursa calon ketua umum NU tak disinggung dalam pertemuan dengan Presiden. ”Pokoknya silakan kompetisi. Kader-kader NU siapa pun yang ingin maju, silakan maju. Beberapa kiai sepuh, antara lain Tuan Guru Turmudzi, Lombok; Kiai Hasan, Cirebon; dan Kiai Muhtadi, Banten, meminta kepada saya agar maju lagi. Kiai-kiai sepuh dan beberapa teman,” katanya.
Soal permintaan dari wilayah agar ia maju kembali, Said Aqil menuturkan, jika banyak permintaan, ia siap. ”Kalau banyak permintaan, ya, saya siap dong, yang namanya kader harus siap kalau sudah banyak permintaan. Walaupun, sampai sekarang, saya secara resmi belum men-declare. Tapi, memang permintaan sangat banyak. Sudah sangat banyak,” katanya.
Saiq Aqil menjabat Ketua Umum PBNU dua periode, yakni 2010-2015 dan 2015-2020. Di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU, tak ada larangan jabatan ketua umum lebih dari dua periode.
Gagasan Gus Yahya
Kemarin, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya berkunjung ke Redaksi Harian Kompas. Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, itu menjelaskan gagasannya mengenai NU.
Gus Yahya menyampaikan, kondisi NU saat ini tidak ideal akibat konstruksi organisasi yang tak dikontekstualisasikan selama puluhan tahun terakhir.
”Konstruksi organisasi NU saat ini masih sama seperti yang didesain tahun 1950-an, ketika NU jadi partai politik. Meskipun NU kini sudah keluar dari dunia politik, konstruksi organisasinya masih sama sejak 1950-an, termasuk mekanisme di NU, seperti pengambilan keputusan, perekrutan, mobilitas kepemimpinan, dan mindset,” kata Gus Yahya.
Menurut dia, situasi ini membuat harus ada perubahan karena posisi NU bisa jadi makin kabur dan berpotensi kehilangan tingkat relevansi di masyarakat.
Sebagai sebuah organisasi, menurut Gus Yahya, NU cenderung makin berjarak dengan basis komunitasnya karena konstruksi masih seperti parpol. Dampaknya terlihat dari cara mencari pimpinan NU yang pertimbangannya seperti mencari sosok di parpol. Pimpinan dipilih dengan melihat pertimbangan popularitas, punya sumber daya, dan punya akses kekuasaan.
Di sisi lain, lanjutnya, ekspektasi pada NU yang masih seperti parpol membuat beberapa pihak di NU merasa berhak mendapatkan bagian di kabinet. Bahkan, sampai di tingkat daerah, ada yang ingin mendapatkan anggaran daerah.
”Ini karena keterlibatan ala parpol yang tidak terkendali. Menurut saya, harus diperkenalkan konstruksi baru yang lebih relevan dengan konteks realitas sekarang, lebih menjamin gaya NU dalam masyarakat,” katanya.
Ada dua hal yang menurut Gus Yahya perlu dilakukan untuk membuat NU kembali dekat dengan basisnya sekaligus mengikuti perkembangan zaman. Pertama, perlu membangun sistematika agenda di organisasi. Sebab, saat ini, kata dia, setiap pengurus di tingkat wilayah punya urusan tersendiri dan tak terkoneksi.
”Saya ingin memperkenalkan model agenda nasional yang pekerjaannya ada di cabang, tetapi eksekusinya dikonsolidasikan secara hierarkis dari pusat,” katanya.
Kedua, Gus Yahya ingin memperkenalkan wawasan khidmah pelayanan inklusif. NU sebagai struktur organisasi tak boleh berpikir hanya untuk melayani warga NU saja, tetapi seluruh umat.