Meski Muktamar Ke-34 NU disepakati digelar pada 23-25 Desember 2021, hal ini bisa berubah jika pandemi Covid-19 memburuk dan Satgas Covid-19 tak memberi persetujuan. Jika ini yang terjadi, keputusan diserahkan pada PBNU.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama resmi ditutup, Minggu (26/9/2021). Dalam acara yang berlangsung selama dua hari itu diputuskan pelaksanaan Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama pada 23-25 Desember 2021 di Lampung. Pelaksanaan muktamar harus mendapatkan persetujuan dari Satgas Covid-19 nasional dan daerah.
Keputusan tersebut diambil sebelum penutupan Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) 2021 dalam sidang yang dipimpin oleh Rais Syuriah Pengurus Besar (PB) NU KH Ahmad Isomudin, Wakil Ketua Umum PBNU Muhammad Maksum Machfoedz, dan Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faizal Zaini.
Meski muktamar yang salah satu agenda utamanya pemilihan ketua umum PBNU diputuskan akhir tahun ini, acara itu harus memperoleh persetujuan dari Satuan Tugas Covid-19 dan melihat pula situasi penularan Covid-19. Jika tidak, keputusan akan diserahkan kepada PBNU.
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar mengatakan, PBNU memperhatikan informasi terkini seputar penanganan Covid-19 di Lampung sebagai tuan rumah Muktamar Ke-34. Menurut informasi, vaksinasi di sana masih rendah atau baru sekitar 20 persen dari target pemerintah.
Dalam jeda waktu selama tiga bulan hingga rencana penyelenggaraan muktamar, vaksinasi diharapkan dapat ditingkatkan sehingga tercipta kekebalan komunitas. Dengan demikian, muktamar dapat diselenggarakan dengan baik dan tidak mengancam keselamatan bersama.
”Panitia muktamar juga akan meninjau kesiapan pelaksanaan muktamar secara berkala. Semua risiko harus diantisipasi,” kata Miftachul.
Akibat pandemi Covid-19, pelaksanaan Munas-Konbes yang menjadi rangkaian acara sebelum penentuan tanggal Muktamar, harus ditunda selama 18 bulan lamanya. Miftachul menyebut, seharusnya dilaksanakan di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Namun, karena situasi dan kondisi pandemi, Munas-Konbes kemudian diselenggarakan di Jakarta dengan protokol kesehatan ketat.
Acara hanya dihadiri secara terbatas oleh 250 orang pengurus PBNU. Pengurus yang hadir berasal dari jajaran mustasyar, suriyah, a’wan, tanfidziyah, utusan Badan Otonom, dan lembaga serta delegasi dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama se-Indonesia.
“Sebagai gantinya, nanti bisa ada acara yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Sarang. Terserah nanti apa, tergantung protokol kesehatan dan ketetapan dari PBNU,” imbuh Miftachul.
Materi yang belum dibahas
KH Ahmad Isomudin menambahkan, pelaksanaan Munas-Konbes PBNU kali ini berjalan lancar tanpa halangan yang berarti. Seluruh peserta patuh pada protokol kesehatan ketat yang disyaratkan oleh panitia.
Begitu pula pembahasan berbagai materi di rapat komisi berlangsung lancar dan sejumlah keputusan diambil dengan musyawarah dan mufakat. Meskipun demikian, ada dua hal yang masih tersisa dan tidak bisa dibahas dalam munas alim ulama selama dua hari tersebut.
Untuk pembahasan di komisi bahtsul masail waqi’iyah masih menyisakan satu materi terkait masalah mata uang kripto dalam perspektif Islam. Di komisi bathsul masail maudlu’iyah tentang pandangan fiqih Islam soal orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Sementara itu, di komisi bahtsul masail qanuniyah juga masih tersisa telaah tentang aturan penodaan agama yang belum dibahas.
“Materi-materi itu, rencananya akan kami bahas di forum Mukmatar ke-34 NU di Lampung,” kata Isomudin.
Lebih lanjut, Isomudin mengatakan dalam muktamar nanti disepakati bahwa metode pemilihan rais aam akan dilakukan di antara perwakilan orang-orang terbaik PBNU (ahlul halli wal aqdi). Mereka akan memilih yang terbaik di antara mereka untuk menjadi rais aam.
Adapun pemilihan ketua umum PBNU akan dilaksanakan dengan metode voting berdasarkan one man one vote seperti pada Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur.