Tradisi-tradisi Unik di Tiga Akademi TNI
Tiap-tiap akademi di TNI punya tradisi yang terus dipupuk untuk menggembleng para taruna agar tak hanya punya kapasitas mumpuni, tetapi juga berkarakter.
Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut, dan Akademi Angkatan Udara sarat dengan tradisi yang penuh makna. Simbol-simbol, baik benda maupun tindakan, diciptakan dengan tujuan menanamkan budaya militer kepada setiap pribadi taruna.
Di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, misalnya, urusan makan bukanlah semata-mata untuk mengenyangkan perut. Lebih dari itu, bagi calon perwira yang masih mengenyam pendidikan, makan bersama juga menjadi bagian dari rangkaian proses panjang penggemblengan diri.
Mendekati jam makan, ratusan taruna, setelah mengakhiri aktivitas sebelumnya, langsung berjajar dan berbaris rapi. Mereka bergiliran masuk ke ruang makan yang diberi nama Ruang Husein. Nama ruangan diambil dari nama seorang letnan dua yang gugur di Yogyakarta tahun 1949. Tepat di pintu masuk, tiap-tiap taruna memberi hormat pada lambang Akmil yang ada di tengah ruangan. Mereka memberi komando dengan desisan, ”Psst… pssttt….”
Ketika sudah masuk dan mendapatkan meja serta kursi, para taruna tetap berdiri tegak dengan kesiapsiagaan penuh. Saat ada rombongan taruna lain yang baru saja masuk, sebagian di antaranya terlihat mengangkat tangan, sebagai kode, memberikan informasi bahwa di meja tersebut masih tersisa kursi kosong. Tiap meja yang berisi enam orang harus terdiri dari taruna tingkat satu sampai empat.
Acara makan merupakan ruang di mana organisasi taruna punya otoritas. Acara makan dipimpin oleh Komandan Resimen Korps Taruna (Danmenkorpstar). Dalam setiap acara makan bersama, Danmenkorpstar duduk di kursi khusus di tengah ruangan dan membunyikan lonceng. Saat lonceng pertama dibunyikan, suasana hening. Lonceng kedua, berdoa bersama. Setelah itu, disampaikan juga sejumlah berita terkait dengan isu terkini, seperti perkembangan penyebaran Covid-19.
Ketika kemudian lonceng ketiga dibunyikan, maka saat itulah para taruna diperbolehkan untuk menyantap hidangan. Waktu yang disediakan untuk sesi makan hanya sekitar 15 menit. Saat Kompas berkunjung, Senin (27/9/2021), menu makan siang adalah ”segunung” nasi, sepotong daging tumis cabai, sayur sup, dan pepaya.
Acara makan ini ada bonusnya. Saat duduk bersama dengan taruna senior tingkat tiga atau empat, maka para taruna yunior pun harus tetap dalam posisi siap, siaga menjawab berbagai pertanyaan dari para senior. Kalau salah atau tidak bisa menjawab, ya, siap-siap dihukum push up.
Mereka bisa bertugas di mana saja, dan sedari dini, mereka harus diajari untuk selalu peka dan mengenali lingkungan tempat dia tinggal atau bekerja.
Kepala Kelembagaan Permusyawaratan Taruna Akmil Sersan Mayor Dua Taruna Sawung Setiawan mengatakan, biasanya para senior akan bertanya tentang nama-nama taruna senior yang ada di dekat mereka. Selain itu, juga nama taruna senior yang memegang jabatan di berbagai organisasi taruna ataupun nama sejumlah pejabat di Akmil. ”Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah bagian dari tes untuk menguji tingkat kepekaan terhadap lingkungan sekitar, untuk tahu seberapa apatisnya mereka,” ujarnya.
Pertanyaan yang dilontarkan memang berbeda, berubah sesuai zamannya. Gubernur Akmil Mayor Jenderal Candra Wijaya mengatakan, pada masa lalu, tak jarang pertanyaan yang dilontarkan tentang hal-hal yang terdengar konyol dan tidak penting. Salah satu contoh ialah menanyakan berapa jumlah pintu atau jendela di ruang makan, berapa jumlah pohon di halaman belakang ruang kelas, atau jarak antara dua ruangan tertentu di Akmil.
Baca juga : Mosaik Kisah Para Calon Perwira TNI
Sekalipun terdengar iseng, menurut Candra, pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat penting bagi taruna, yang nantinya bakal berpindah-pindah tempat tugas. Hal itu masuk ke dalam ilmu dasar militer, yaitu analisis keadaan taktis dan analisis kondisi medan. ”Mereka bisa bertugas di mana saja, dan sedari dini, mereka harus diajari untuk selalu peka dan mengenali lingkungan tempat dia tinggal atau bekerja,” kata Candra.
Pertanyaan semacam itu tidak akan terdengar saat para taruna mengikuti acara makan bersama dengan keluarga asuh. Keluarga asuh adalah yunior-senior yang memiliki hubungan khusus.
Di Akmil ada 48 keluarga asuh, yang masing-masing dipilih oleh mereka secara acak. Acara makan dengan keluarga asuh, selain bisa curhat, juga ada suguhan khusus seperti es krim. ”Saat bersama keluarga asuh, tidak akan ada anggota keluarga yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan macam-macam,” ujar Serma Dua Taruna Saytinodo Tobing.
Kedekatan dengan keluarga asuh dan pembelajaran dalam wujud pertanyaan-pertanyaan dari taruna senior adalah bagian dari aktivitas yang menempa para taruna. Di Akmil, pendidikan bisa berlangsung dalam proses, serta wujud apa pun, di mana pun, termasuk di meja makan.
Berlayar
Di Akademi Angkatan Laut (AAL), tradisi yang paling unik ialah pelayaran. Kepala Mimbar Latihan Pelaut, Departemen Pelaut, Letnan Kolonel Laut (P) Khairul Anwar mengatakan, para taruna secara rutin berlatih di kapal perang. Salah satunya latihan praktik magang, Jalayudha, yang khusus dilakukan untuk mengimplementasikan ilmu perang. Sekarang ini praktik magang yang sedang berlangsung adalah Kartika Jala Krida. Selama 99 hari para taruna keliling Indonesia dengan menumpang kapal latih khusus KRI Bima Suci.
”Lewat tradisi ini, para taruna diberi pengalaman riil. Dengan begitu, mereka akan terlatih dalam kondisi riil bagaimana penugasan mereka nantinya,” kata Khairul.
Gubernur AAL Mayor Jenderal (Mar) Nur Alamsyah menuturkan, tradisi itu hanya ada di AAL. Tiap tingkat ada jenis pelayarannya. Taruna tingkat satu melakukan pelayaran Prajalasesya, kemudian tingkat dua pelayaran Jalasesya, dan tingkat tiga pelayaran Kartika Jala Krida. Di tingkat empat atau akhir dilakukan pelayaran Jalayudha, praktik untuk menjalankan gabungan keseluruhan materi, pelajaran, keahlian, keterampilan yang sudah didapat selama di ruang kelas.
Ada pula tradisi mandi khatulistiwa, yaitu tradisi mandi air laut di atas KRI Bima Suci, dan (dulu) KRI Dewa Ruci yang merupakan induk kapal perang TNI AL. Tradisi yang berlangsung sejak 1953 itu dilakukan saat para taruna pertama kali berlayar melewati garis khatulistiwa. Jam berapa pun kapal melalui nol derajat lintang, prosesi mandi khatulistiwa dilakukan.
Biasanya kapal berputar-putar di garis khatulistiwa dan para taruna diminta merayap atau jalan jongkok berkeliling kapal. Seusai disiram air laut yang kadang-kadang dicampur air sisa makanan, para taruna menunggu ”Dewa Neptunus” keluar. Biasanya ”Dewa Neptunus” hadir dengan kostum lengkap, bahkan garpu trisula. ”Dewa Neptunus” itu ceritanya akan memberikan izin para taruna untuk menjadi penggawa laut dan berpesan agar menjaga ketenteraman laut Nusantara. ”Ini sebenarnya petuah dari para pendahulu, senior yang berkompeten untuk para taruna yang akan segera bertugas,” kata Nur Alamsyah.
Mandi suci
Sama dengan akademi TNI lain, di Akademi Angkatan Udara (AAU) juga ada tradisi mandi suci. Gubernur AAU Marsekal Muda Nanang Santoso mengatakan, mandi suci ditujukan kepada para taruna yang baru masuk ke tingkat empat atau disebut taruna wreda. Mereka dikumpulkan di kolam renang sekitar pukul 02.00 dini hari.
Nanang menuturkan, dalam acara ini para taruna diingatkan tentang perjalanan mereka di AAU. Para taruna juga diminta untuk mempersiapkan hati dan pikiran untuk menyambut peran mereka di TNI AU di masa mendatang, terutama tugas di masing-masing korpsnya.
Baca juga : Akademi di TNI Beradaptasi Hadapi Gen Z
Bersama-sama para taruna turun ke kolam renang. Sebelumnya, mereka berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, memohon berkah dari Tuhan. Dengan mengenakan seragam lapangan lengkap, para taruna serentak menyelam ke dalam air. Mereka kemudian naik ke tepi kolam sembari menggenggam kitab suci agama masing-masing dan berjanji untuk membangun diri serta menjalankan kehidupan dan tugas dengan cara yang benar.
Air tidak saja menjadi medium untuk membersihkan diri, baik fisik maupun jiwa. Air juga menjadi stimulus membangunkan tubuh dan pikiran. Dengan demikian, ide-ide dan komitmen yang disampaikan selama mandi suci bisa terinternalisasi di setiap pribadi taruna. (EDN/EGI/HRS/BRO)