Wajah Wakil Kita
Anggota DPR jadi sorotan menyusul buka-bukaan penghasilan oleh anggota DPR, Krisdayanti. Pengakuan jujur Krisdayanti harus diapresiasi dan tak perlu disalahkan. Kini, tinggal menunggu bukti janji mereka kepada rakyat.
Kami ini tidak berbeda dengan warga kebanyakan. Tugas utama kami adalah mewakili rakyat. Jadi, tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.
Kutipan itu saya ambil dari seorang anggota DPR. Sayang, bukan dari anggota DPR Indonesia, melainkan anggota DPR Swedia. Nama anggota DPR itu Per-Arne Hakansson dari Partai Sosial Demokrat. Pernyataan Hakansson itu saya kutip dari BBC.com, 5 Juni 2019.
Kutipan Hakansson ramai dalam percakapan di sejumlah grup Whatsapp ataupun ruang percakapan lain. Kutipan itu diangkat sejumlah orang tentunya sebagai bahan introspeksi bagi DPR kita. Anggota DPR belakangan jadi sorotan menyusul buka-bukaan penghasilan atau uang yang diterima anggota DPR Krisdayanti saat ngobrol dengan politisi Akbar Faizal yang kini aktif siniar di kanal Youtube.
Terima kasih diva, Krisdayanti. Penghasilan atau penerimaan anggota DPR selama ini seperti tabu dibicarakan. Karena itulah, pengakuan jujur Krisdayanti atau sering disebut KD harus diapresiasi. KD tidak perlu ditegur atau dipersalahkan rekan-rekannya sesama anggota DPR. Bahwa ada pemahaman yang perlu diluruskan, ya, silakan saja.
Misalnya, soal dana aspirasi dan dana kunjungan kerja. KD saat ngobrol dengan Akbar menyebutkan, ”Setiap tanggal 1 sebesar Rp 16 juta, tanggal 5 Rp 59 juta kalau enggak salah. Ya sudah, itu saja,” jawab KD. Ada juga dana aspirasi setiap reses yang diterima Rp 450 juta dan dana kunjungan kerja. ”Dana aspirasi itu wajib untuk kita, namanya juga uang negara. Dana aspirasi kita itu setiap reses Rp 450 juta, itu lima kali dalam setahun.” ”Ada juga dana kunjungan kerja Rp 140 juta, delapan kali dalam setahun,” kata anggota DPR Fraksi PDI-P dari daerah pemilihan Jawa Timur V, yang mencakup Malang dan Batu, itu. Tak terlalu jelas bagaimana mekanisme pertanggungjawabannya.
Selain penerimaan, tentu masih ada fasilitas lain, seperti rumah jabatan dan tunjangan lain atau yang agak simbolik, seperti pelat nomor mobil khusus yang diberikan Polri atas permintaan Majelis Kehormatan Dewan kepada anggota DPR.
Baca Juga: Tak Penuhi Panggilan Pemeriksaan, KPK Jemput Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin
Beberapa anggota DPR yang saya hubungi membenarkan pengakuan KD. Namun, anggota DPR mengatakan, KD tak mengungkapkan potongan yang juga jadi beban anggota DPR. ”Perilaku rakyat di bawah juga sudah transaksional,” ujar seorang anggota DPR.
Perilaku rakyat di bawah juga sudah transaksional.
Dengan penerimaan yang besar seperti pengakuan KD, sangat wajar jika publik menuntut kinerja wakil-wakilnya. Berdasarkan survei Litbang Kompas, April 2021, citra publik terhadap DPR paling buncit dibandingkan dengan lembaga negara lain. Kemampuan DPR mengegolkan legislasi yang diharapkan publik bisa memperkuat kebebasan sipil, seperti UU Perlindungan Data Pribadi; dan perkuatan pemberantasan korupsi, seperti UU Perampasan Aset, tak kunjung terwujud.
Namun, regulasi yang berciri sebaliknya, seperti UU Cipta Kerja dan revisi UU KPK, dengan begitu bersemangat dibuat legislator. Begitu juga dengan aspek pengawasan, seperti alih status pegawai KPK yang tak tuntas serta penanganan pelanggaran HAM masa lalu yang tak bergerak maju, DPR diam saja. Keterlibatan Wakil Ketua DPR yang diduga ikut campur dalam penanganan perkara seperti dibiarkan saja.
Dengan anggaran dana aspirasi dan dana kunjungan kerja, seyogianya anggota DPR semakin terhubung dengan pemilihnya. Teknologi digital sangat memudahkan anggota DPR selalu terhubung dengan konstituen dan melaporkan voting record-nya kepada pemilih. Anggota DPR harus always connection dengan pemilihnya dan selalu menyerap aspirasi konstituennya.
Menjadi anggota DPR adalah mengolah kata-kata. Mengarahkan kekuasaan untuk membuat undang-undang guna memperkuat masyarakat dan mengawasi kekuasaan. Bukan malah melemahkan agenda reformasi, seperti pemberantasan korupsi, atau malah ikut jadi calo perkara kasus-kasus korupsi.
Potret DPR kita terasa kontras dengan DPR Swedia.
Beberapa tahun lalu saya ke Gothenburg, sebuah kota di Swedia, untuk menghadiri World Editor Forum (WEF) dan World Association Newspaper (WAN). Sebuah pertemuan pemimpin redaksi dan organisasi penerbitan sedunia. Swedia adalah negara bersih dari korupsi, yang menurut Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2020 adalah negara terbersih ketiga dunia dengan skor IPK 85. Negara terbersih dari korupsi menurut Transparency International adalah Selandia Baru dan Denmark dengan skor 88. Indonesia di peringkat ke-102 dari 180 negara dengan skor 37.
Anggota DPR Swedia menerima gaji sekitar 6.900 dollar AS atau sekitar Rp 98 juta per bulan. Gaji rata-rata di Swedia adalah 2.800 dollar AS atau sekitar Rp 40 juta per bulan. Anggota DPR yang mewakili daerah pemilihan di luar ibu kota Stockholm boleh mengklaim semacam tunjangan harian yang besarannya sekitar 12 dollar AS atau setara dengan Rp 171.000.
Laporan dari BBC.com menggambarkan kehidupan anggota DPR di Swedia bersahaja. Semua anggota DPR Swedia tidak mendapatkan mobil dinas atau tunjangan untuk membeli mobil. DPR Swedia hanya punya tiga mobil dinas, Volvo S80, dan ini hanya diperuntukkan bagi ketua dan tiga wakil ketua, dan hanya boleh dipakai untuk tugas parlemen. Untuk urusan mobilitas, anggota DPR boleh menggunakan transportasi umum secara cuma-cuma.
Baca Juga: Partai Politik Baik, Demokrasi Baik
Anggota DPR Swedia menerima gaji sekitar 6.900 dollar AS atau sekitar Rp 98 juta per bulan. Gaji rata-rata di Swedia adalah 2.800 dollar AS atau sekitar Rp 40 juta per bulan. Anggota DPR yang mewakili daerah pemilihan di luar ibu kota Stockholm boleh mengklaim semacam tunjangan harian yang besarannya sekitar 12 dollar AS atau setara dengan Rp 171.000. Di Stockholm, uang itu hanya bisa dipakai membeli makanan sederhana. Seorang anggota DPR di Swedia menyebutkan, ”Yang membuat kami istimewa adalah kesempatan untuk ikut menentukan kebijakan negara.”
Situasi ini boleh jadi berbeda dengan DPR di Senayan. Pada saat normal, bukan pada masa pandemi, area parkir DPR seperti showroom mobil mewah. Kini, pelat nomor mobil pun dibuat khusus. Pelat nomor khusus bagi anggota DPR itu diinisiasi Majelis Kehormatan Dewan. Di Instagram, sejumlah anggota DPR tampak menampilkan kemewahannya. Ada yang berfoto dengan mobil mewahnya dan segala aktivitas lain yang terasa jauh dengan keseharian rakyat. Akan tetapi, tentunya ada juga anggota DPR yang hidup biasa-biasa saja dan kerjanya baik juga. Itulah sebagian wajah DPR kita. Terima kasih untuk KD.