Peserta Munas dan Konbes NU di Jakarta Mulai Berdatangan
Munas dan Konbes NU yang digelar pada Sabtu-Minggu, 25-26 September 2021, akan menentukan waktu penyelenggaraan Muktamar Ke-34 NU. Selain itu, akan membahas sejumlah hal, seperti bidang hukum dan politik kebangsaan.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peserta Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama yang akan digelar pada 25-26 September 2021 sudah mulai berdatangan di Jakarta, Jumat (24/9/2021). Forum tertinggi kedua setelah muktamar ini akan menentukan waktu penyelenggaraan Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung, selain membahas hal lain, seperti persoalan-persoalan di bidang hukum dan politik kebangsaan.
Tiga isu hukum akan disoroti oleh Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU), yakni Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama, pajak karbon dalam Rancangan UU (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), serta RUU Larangan Minuman Beralkohol. Ketiganya akan dibahas Komisi Bahtsul Masail (forum pengkajian) Qanuniyah yang membahas topik terkait dengan perundang-undangan.
Ketua Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah KH Najib Hasan mengatakan, terkait dengan telaah atas UU No 1/PNPS/1945, forum akan mendiskusikan dan merekomendasikan terkait dengan definisi dan maksud klausul-klausul penting dalam undang-undang tersebut, antara lain ”penodaan agama”, ”pokok-pokok agama”, dan ”penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok agama”.
Forum juga bakal menyorot tentang siapa yang memiliki otoritas untuk menentukan penodaan agama telah terjadi mengingat setiap ahli agama boleh jadi berbeda pendapat. Dalam putusan Nomor 140/PUU-VII/2009, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan perlunya revisi terhadap UU Pencegahan Penodaan Agama agar memiliki unsur-unsur materiil yang lebih jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahan penafsiran.
”Sayangnya, rekomendasi MK untuk merevisi UU ini belum direspons baik oleh pemerintah ataupun legislatif. Oleh karena itulah, pembahasan tentang UU Penistaan/Penodaan Agama menjadi amat penting dilakukan untuk dapat memberikan rekomendasi penyelesaian masalah tersebut,” kata KH Najib Hasan, Jumat (24/9/2021).
Adapun pembahasan pajak karbon berkaitan langsung dengan upaya pemerintah mengajukan RUU Perubahan Kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang di dalamnya terdapat klausul soal pajak karbon (Pasal 44G RUU KUP).
Pajak karbon merupakan pajak yang dikenai pada bahan bakar fosil. Pajak ini bertujuan dan merupakan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya sebagai upaya untuk mengatasi pemanasan global.
Najib mengatakan, Munas Alim Ulama akan membahas soal pandangan fiqih tentang pajak dan perdagangan karbon, efektifvitas aturan pajak dan perdagangan karbon dalam mengatasi dampak perubahan iklim dan pemasukan negara, serta dampak pajak karbon bagi perusahaan dan masyarakat yang akan menjadi obyek pajak.
Sementara itu, terkait dengan RUU Larangan Minuman Beralkohol, secara formal, Munas Alim Ulama menilik dua landasan, yakni yuridis konstitusional dan fikih.
Seperti diungkap dalam draf Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan minuman beralkohol, seperti UU No 5/1984 tentang Perindustrian, UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No 36/2009 tentang Kesehatan, UU No 18/2012 tentang Pangan, Keputusan Presiden No 3/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, dan UU No 39/2007 tentang Perubahan atas UU No 11/1995 tentang Cukai.
NU akan mendorong DPR dan pemerintah agar segera menetapkan undang-undang tentang pelarangan minuman beralkohol. Diharapkan, dengan disahkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol, aspek produksi, distribusi, dan konsumsi menjadi lebih terkendali.
Jadwal muktamar
Sementara itu, Munas Alim Ulama dan Konbes NU juga akan menentukan tanggal pasti penyelenggaraan Muktamar Ke-34 NU di Lampung. Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini mengatakan, pihaknya belum menentukan kapan muktamar digelar. Namun, ada sejumlah aspirasi dari kader NU, baik struktural maupun nonstruktural yang mendorong agar muktamar dilakukan pada akhir 2021 ataupun 2022.
”Kami masih menyerap masukan dari sejumlah pihak. Tetapi, tidak tertutup kemungkinan muktamar dilakukan pada 2022. Sebab, harus diperhatikan juga tentang kondisi pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya diatasi. Ini semua akan diputuskan dalam munas dan konbes,” ujarnya.
Sesuai dengan ketentuan, masa kepengurusan NU saat ini seharusnya berakhir pada 2020. Namun, karena ada kondisi pandemi, kepengurusan diperpanjang sampai ada keputusan pasti dari munas dan konbes tentang kapan muktamar akan digelar. Namun, Helmy memastikan lokasi penyelenggaraan muktamar tetap di Lampung sesuai dengan kesepakatan awal.
Sebelumnya, berbagai masukan diterima oleh PBNU soal waktu penyelenggaraan muktamar ini. Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor mendorong agar muktamar digelar secepatnya, atau akhir 2021. Dorongan juga disampaikan oleh sejumlah kiai di Jawa Timur.
Sebaliknya, pimpinan Fatayat NU, organisasi sayap perempuan muda NU, mendorong agar muktamar dilakukan pada 2022 dengan mempertimbangkan situasi pandemi yang belum sepenuhnya terkendali. Muktamar pada 2022 dipandang sebagai waktu yang tepat karena pada tahun itu diharapkan tingkat vaksinasi Covid-19 sudah lebih baik.
Baca juga : PP Muhammadiyah Putuskan Muktamar November 2022
Pada Kamis siang, pimpinan Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) juga bertemu dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj untuk membahas masalah muktamar. Ketua Umum PB IKA PMII Akhmad Muqowam mengatakan, PBNU mesti mempertimbangkan kondisi obyektif dalam penyelenggaraan muktamar. Sejumlah kekhawatiran mengenai gelombang ketiga Covid-19 juga mesti diwaspadai.
”Kami ingin juga agar Ketum PBNU yang terpilih dalam Muktamar Ke-34 NU adalah kader terbaik NU,” katanya. Namun, saat ditanyai siapa kader yang dimaksud sebagai calon ketua umum PBNU, Muqowam tidak bersedia merinci lebih jauh.
Hari ini, Jumat (24/9/2021), menurut Ketua Panitia Pelaksana (organizing committee/OC) Juri Ardiantoro, peserta munas dan konbes mulai berdatangan di Hotel Grand Sahid, Jakarta. Jumlah peserta yang hadir dibatasi untuk menghindari risiko penularan Covid-19. Diperkirakan hanya ada 250 peserta yang hadir dalam munas dan konbes kali ini.
Peserta yang hadir wajib mengikuti protokol kesehatan yang ketat dengan mengenakan masker dan menjaga jarak. ”Setiap peserta juga harus tes antigen, sedangkan panitia tes PCR. Semua juga harus ikut vaksinasi, minimal vaksin yang pertama,” ujarnya.