Penyelenggaraan Muktamar NU Diputuskan Akhir September
Sejumlah kiai sepuh di Jawa Timur, PWNU DKI Jakarta, dan GP Ansor ingin Muktamar Ke-34 NU digelar tahun ini. Adapun Fatayat NU mengusulkan muktamar digelar pada 2022 karena pertimbangan pandemi Covid-19.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepastian waktu penyelenggaraan Muktamar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan ditentukan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama, yang menurut rencana digelar 25-26 September 2021. PBNU masih menyerap aspirasi dan masukan dari berbagai pihak, termasuk pemilik hak suara dan badan otonom di tubuh NU.
Sebelumnya, mengemuka dorongan dari sejumlah kiai sepuh di Jawa Timur agar Muktamar Ke-34 NU yang mestinya dilakukan pada Oktober 2020 dapat segera dilakukan pada tahun ini. Yang terbaru, dorongan agar muktamar dilakukan tahun ini juga disampaikan oleh PWNU DKI Jakarta.
Terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengatakan, pihaknya belum memutuskan waktu penyelenggaraan Muktamar Ke-34 NU yang sedianya akan digelar di Lampung.
PBNU masih menampung berbagai aspirasi yang berkembang terkait dengan waktu penyelenggaraan muktamar itu dari berbagai pihak. Pasalnya, ada pula yang menginginkan agar muktamar itu dilakukan pada 2022.
”Kami masih menerima aspirasi, baik yang menginginkan agar muktamar itu digelar pada 2021 atau 2022. Sebab, PBNU tentu harus mempertimbangkan faktor keselamatan juga,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (22/9/2021).
Helmy mengatakan, pihaknya akan membahas berbagai kemungkinan waktu penyelenggaraan yang tepat.
”Prinsip utama yang dikedepankan ialah melihat laju perkembangan Covid-19 dan sangat dimungkinkan juga penyelenggaraan dilakukan pada 2022,” katanya sembari menyebutkan, organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam lainnya, seperti Muhammadiyah, juga menggelar muktamar pada 2022.
Keputusan mengenai kapan waktu penyelenggaraan muktamar ini pun akan diambil dalam Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU, 25-26 September 2021, di Jakarta. Munas dan Konbes NU menjadi forum tertinggi kedua setelah muktamar. Dalam kesempatan itu akan diputuskan kapan waktu muktamar serta detail penyelenggaraan muktamar.
Beberapa hal yang mesti dikaji kembali mengenai muktamar ialah tentang format penyelenggaraannya, apakah luring atau daring. Sebab, menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PBNU, muktamar harus dihadiri dua pertiga pengurus wilayah dan pengurus cabang sebagai salah satu syarat sah diselenggarakannya forum tertinggi pengambilan keputusan itu.
”Pengertian dihadiri ini, kan, tentunya tidak ingin sampai menjadi perdebatan, apakah nantinya harus hadir fisik atau tidak. Sebab, kehadiran ini akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan melalui voting,” ucap Helmy.
Simulasi terus dilakukan oleh PBNU terkait dengan kemungkinan muktamar, baik secara luring maupun daring. Jika muktamar dilakukan luring, atau tatap muka, diperkirakan akan ada sekitar 2.000 orang yang berinteraksi. Dalam kondisi pandemi, hal ini harus dipikirkan matang.
”Kami tentu tidak ingin muktamar ini menjadi kluster penularan Covid-19. Selama ini, PBNU selalu di posisi depan dalam mengedukasi masyarakat soal prokes di masa Covid-19. Hal semacam ini tentu menjadi pertimbangan bersama semua pihak,” ujarnya.
Dorongan agar muktamar diadakan pada 2021 salah satu basis argumennya ialah untuk menjaga mesin organisasi NU tetap berjalan. Soal ini, Helmy mengatakan, mesin organisasi NU tetap berjalan sampai saat ini. Kondisi Covid-19 membuat ada peristiwa luar biasa (force majeur) yang membuat kepengurusan saat ini masih berlanjut. Seharusnya, kepengurusan PBNU saat ini berakhir pada 2020.
”Ini, kan, kita mengalami force majeur yang melanda hampir seluruh dimensi kehidupan bangsa. Saya kira tidak akan berdampak atau mengganggu jalannya mesin organisasi NU karena selama ini aktivitas juga tetap berjalan,” ungkapnya.
Beda pendapat
Sementara itu, Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Luqman Hakim mendorong agar muktamar dilakukan pada 2021 sebagaimana pendapat sejumlah ulama sepuh. Penundaan Muktamar NU yang seharusnya digelar Oktober 2020 dipandang sebagai bagian dari kepedulian NU terhadap masyarakat dan dukungan kepada pemerintah yang sedang berjuang mengendalikan Covid-19.
”Saat ini memang pandemi Covid-19 belum berakhir. Tetapi pengendalian pandemi Covid-19 sudah jauh lebih maju dibandingkan tahun lalu. Kesadaran masyarakat yang makin baik untuk melaksanakan protokol kesehatan, capaian vaksinasi yang makin meluas, dan keberhasilan adaptasi dengan kenormalan baru tentu menumbuhkan harapan baru bagi pelaksanaan berbagai kegiatan kehidupan,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Luqman, penyelenggaraan Muktamar Ke-34 NU tahun 2021 diharapkan akan menjadi bagian dari kontribusi kaum nahdliyin melawan Covid-19. Ia optimistis perhelatan Muktamar NU tahun ini dapat menjadi momentum meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan dan memperluas budaya hidup bersih sebagai syarat memasuki masa endemi Covid-19.
Di samping itu, Muktamar NU tahun ini akan memicu percepatan dan perluasan vaksinasi nasional karena seluruh peserta tentu wajib telah mendapatkan vaksinasi Covid-19, Muktamar Ke-34 NU akan menjadi berkah bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
”GP Ansor percaya dan siap memberikan dukungan penuh kepada PBNU untuk melaksanakan amanat para kiai/ulama sepuh NU yang menghendaki Muktamar Ke-34 NU digelar tahun 2021 sebagaimana juga telah menjadi keputusan Munas NU tahun lalu,” ujar Luqman.
Ancaman gelombang ketiga
Secara terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) Anggia Ermarini dalam keterangannya mengatakan, pelaksanaan Muktamar NU sebaiknya digelar pada 2022. Menurut Anggia, kondisi pandemi Covid-19 masih belum menentu.
Apalagi, kata Wakil Ketua Komisi IV DPR itu, berdasarkan informasi para ahli, Indonesia masih akan menghadapi potensi ancaman gelombang ketiga pandemi Covid-19.
”Perlu digarisbawahi bahwa pandemi saat ini belumlah usai. Ancaman potensi terjadinya gelombang ketiga Covid-19 masih sangat mungkin terjadi,” katanya.
Anggia menyebutkan, penyelenggaraan Muktamar NU pada 2022 adalah pilihan terbaik. Pada saat yang sama, akselerasi pelaksanaan vaksinasi di seluruh wilayah di Indonesia juga dilakukan. NU sebagai organisasi masyarakat terbesar juga harus mempertimbangkan fokus pemerintah dalam upaya memperluas jangkauan vaksinasi hingga ke seluruh nusantara.
”Fokus kita tahun ini ialah perluasan vaksinasi hingga ke pelosok daerah. Menurut saya, NU perlu mempertimbangkan fokus pemerintah tersebut, yang tentu perlu dukungan semua pihak,” ujarnya.
Anggia mengatakan, keselamatan warga NU, masyarakat, dan seluruh bangsa adalah prioritas utama yang perlu benar-benar diperhatikan. Indonesia saat ini belum bisa dikatakan berada di level aman.
”Sebagai orang yang lama berkecimpung di isu kesehatan, terutama di Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama, saya menekankan betul pentingnya menjaga para kiai kita, terutama urgensi agar tidak melakukan mobilisasi massa saat Muktamar NU, yang pasti sangat berisiko dan riskan,” ucapnya.
Selain itu, toleransi kerumunan sesuai standar protokol kesehatan, yang pasti terjadi dalam Muktamar NU, menurut Anggia, level keamanannya akan lebih terjamin pada tahun depan. ”Banom-banom juga akan lebih siap, baik secara teknis organisasi, psikis pengurusnya, maupun kesiapan fisik dan mental secara keseluruhan,” ujarnya.