Setelah OTT di Kolaka Timur, KPK Pantau Dana Hibah Bencana di Daerah Lain
Dari hasil operasi tangkap tangan KPK di Kolaka Timur, Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur serta Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana hibah dari BNPB.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Andi Merya Nur serta Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kolaka Timur Anzarullah sebagai tersangka korupsi dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana. KPK menyita pula uang Rp 225 juta yang menurut rencana akan diserahkan Anzarullah kepada Merya.
Sebelumnya, tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Merya, Anzarullah, serta empat orang lainnya pada Selasa (21/9/2021) malam. Keempat orang lain itu ialah suami Merya, yaitu Mujeri Dachri, serta tiga ajudan Merya, yakni Andi Yustika, Novriandi, dan Muawiyah.
Pada Rabu (22/9/2021) dini hari, para pihak itu dibawa ke Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk menjalani pemeriksaan intensif di Direktorat Kriminal Khusus Polda Sultra, kemudian dibawa ke Gedung KPK, Jakarta, Rabu siang.
Setelah keterangan terkumpul dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, dari enam orang yang diamankan, KPK menetapkan Merya dan Anzarullah sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur pada 2021.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers, Rabu (22/9/2021) malam, mengatakan, pihaknya selalu mengingatkan agar para penyelenggara negara berpegang pada sumpah jabatan dan bekerja sebagai pelayan masyarakat.
Ia juga mengingatkan, pengadaan barang dan jasa melalui lelang dilakukan agar mencegah tindak pidana korupsi melalui permainan pengadaan barang dan jasa.
”KPK berharap kepada segenap para penyelenggara negara, mari kita hentikan kegiatan-kegiatan yang bernuansa koruptif. Bagaimanapun saat ini kita sedang menghadapi Covid-19. Masih banyak anggaran dan dana rakyat yang dibutuhkan untuk pembangunan bangsa kita,” ujar Ghufron.
Hadir pula dalam jumpa pers itu Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto.
Merya baru tiga bulan menjabat Bupati Kolaka Timur atau sejak 14 Juni 2021. Ia menggantikan Samsul Bahri yang meninggal akibat serangan jantung pada pertengahan Maret 2021.
Konstruksi perkara
Kasus dugaan korupsi itu bermula antara Maret dan Agustus 2021. Awalnya, Merya dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi serta dana siap pakai.
Kemudian, awal September 2021, Merya dan Anzarullah datang ke kantor BNPB di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan. Pemkab Kolaka Timur selanjutnya memperoleh dana hibah BNPB tersebut, yaitu hibah rehabilitasi dan rekonstruksi senilai Rp 26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 miliar.
Tindak lanjut atas hal itu, Anzarullah kemudian meminta Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Proyek yang akan dikerjakan Anzarullah meliputi paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan dua unit jembatan di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta serta belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta.
Merya menyetujui permintaan Anzarullah tersebut dan Anzarullah sepakat akan memberikan fee (imbalan) bagi Merya sebesar 30 persen. Selanjutnya, Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan.
Sekalipun tender pekerjaan itu kemudian diunggah di layanan pengadaan secara elektronik, ujungnya perusahaan milik Anzarullah dan grup Anzarullah yang dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan.
Sebagai realisasi kesepakatan, Merya diduga meminta uang Rp 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut. Anzarullah kemudian menyerahkan uang Rp 25 juta terlebih dahulu kepada Merya. Sisanya, sebesar Rp 225 juta, menurut rencana akan diserahkan di rumah pribadi Anzarullah di Kendari. Namun, KPK mengendus rencana itu dan mengamankan mereka saat penyerahan Rp 225 juta tersebut.
Atas perbuatan itu, Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Merya selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf (a) atau Pasal 12 Huruf (b) atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
Mencermati daerah lain
Ghufron mengemukakan, dana hibah rehabilitasi dan rekonstruksi dan dana siap pakai ini bukan hanya diperuntukkan untuk Kolaka Timur, melainkan juga daerah lain. Karena itu, pihaknya akan terus mencermati agar dana rehabilitasi dan rekonstruksi dan dana siap pakai ini tak lagi dikorupsi.
Sementara itu, Karyoto mengemukakan, penyidik KPK akan terus menghimpun keterangan dan bukti guna menelusuri kemungkinan ada pihak lain yang terlibat. Salah satunya penyidik berencana melakukan penggeledahan di sejumlah tempat Kamis (23/9/2021).
”Kalau nanti sudah ada saksi-saksi dan bukti-bukti yang mengarah pada siapa yang terlibat, kami akan ungkap semuanya,” kata Karyoto.
Ia menyayangkan kepala daerah telah melanggar sumpah janji jabatan dengan melakukan korupsi, apalagi yang dikorupsi untuk rehabilitasi dan rekonstruksi serta dana-dana untuk penanggulangan pascabencana.
”Tentunya, kan, harus betul-betul dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Ini baru jasa konsultan, sudah disunat, apalagi nanti paket-paketnya, pasti akan lebih juga (yang dikorupsi). Tetapi, nanti akan kami kembangkan dulu sampai betul-betul valid,” ucap Karyoto.