Ketika Mengadu Langsung ke ”Bapak” Lebih Direspons
Akun media sosial penyelenggara negara telah menjadi tempat warga mengadukan berbagai macam kendala pada layanan publik. Apakah ini pertanda sistem pengaduan pemerintah belum efektif?
Media sosial telah meringkas jarak. Di bidang pemerintahan, media sosial telah mengupas lapis-lapis birokrasi yang baku. Urusan menyapa dan mengadu pejabat tinggi pun cukup dilakukan dengan jari.
Tak dinyana, cuitan Emerson Yuntho—aktivis antikorupsi yang kini menjadi Deputi Direktur Visi Integritas—mengenai adanya pungli di beberapa Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) ditanggapi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
”Izin Pak. Selain bahas Ronaldo, saya mau tanya apakah @SaberPungliRI masih berjalan? Beberapa samsat masih marak pungli Pak,” cuit Emerson di @emerson_yuntho.
Mahfud melalui akun pribadinya @mohmahfudmd pun menjawab, ”Masih ada Saber Pungli. Samsat mana saja itu? Saya minta datanya (bisa disampaikan langsung ke saya, bisa juga lewat Twitter). Ke kantor saya juga boleh”.
Emerson pun menjawab telah mengirimkan informasi melalui pesan langsung (DM) ke Mahfud. Mahfud pun menjawab laporan tersebut akan dicek. Tidak hanya itu, Mahfud pun menyatakan terbuka jika ada informasi serupa.
”Kalau ada pungli seperti itu, laporkan kepada saya. Mungkin saja pengawasan mengendor karena pengurusan surat-surat seperti SIM (surat izin mengemudi) dan STNK (surat tanda nomor kendaraan) sekarang sudah pakai elektronik sehingga pungli sulit dilakukan,” ujar Mahfud.
Empat hari setelah cuitannya direspon Mahfud, Emerson mengaku dipanggil tim Saber Pungli. Mereka meminta keterangan berupa kronologi peristiwa serta meminta bukti.
Emerson Yuntho, ketika dihubungi, Jumat (10/9/2021), mengatakan, sebelum mencuit yang ditujukan ke Mahfud MD, dirinya telah terlebih dahulu mencuit persoalan tersebut ke institusi terkait, yakni kepolisian. Namun, aduannya tersebut tidak mendapatkan respon. Oleh karena itulah dia kemudian menyampaikan informasi itu ke akun twitter Mahfud MD.
Empat hari setelah cuitannya direspon Mahfud, Emerson mengaku dipanggil tim Saber Pungli. Mereka meminta keterangan berupa kronologi peristiwa serta meminta bukti. Namun, Emerson menolak memberikan bukti dan mengatakan bahwa informasinya tersebut merupakan laporan pengalaman atau pandangan mata. Keesokan harinya, Emerson juga dimintai keterangan oleh pihak kepolisian dari Polda Metro Jaya.
”Itu, kan, sebenarnya rahasia umum. Kita berharap (penindakan) ini bukan hanya musiman kalau ada laporan saja. Kita berharap ini dievaluasi,” kata Emerson.
Terkait hubungannya dengan Mahfud MD, Emerson mengaku pernah beberapa kali bertemu Mahfud. Namun, pertemuan tersebut jauh sebelum Mahfud diangkat menjadi Menko Polhukam. Selain itu, dia juga pernah beberapa kali mencuit dengan ditujukan ke Mahfud, tetapi baru kali ini direspons.
Media sosial memang telah memudahkan komunikasi manusia dengan lainnya, politisi dengan konstituennya, serta pemimpin denga warganya. Menurut pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, fenomena media sosial dapat membuat setiap orang memiliki atau bertindak sebagai media itu sendiri sehingga setiap orang berusaha dan bisa menyampaikan pendapatnya untuk mendapat perhatian.
”Medsos juga membuat komunikasi langsung tertuju pada orang yang dimaksud, apalagi dengan latar belakang tokoh-tokoh yang telah lama malang melintang di opini media massa dan mempunyai pengikut besar di medsos. Semakin dia punya pengaruh di medsos, maka dia akan semakin diperhatikan,” ujar Hendri.
Beberapa menteri dengan pengikut terbanyak di Twitter adalah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (4,5 juta), Menko Polhukam Mahfud MD (3,7 juta), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno (3,1 juta), Sekretaris Kabinet Pramono Anung (1,1 juta), dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir (248.000).
Selain komunikasi, menurut Hendri, medsos juga memiliki fungsi kontrol atau pengawasan, terutama terhadap kebijakan pemerintah. Sebab, semua pihak dapat langsung mengawasi sekaligus langsung menyampaikan kepada pejabat yang berwenang melalui medsos.
Memang, selama ini agak sulit melakukan komunikasi dengan pejabat tinggi. Tapi, dengan medsos, komunikasi ini bisa langsung menjangkau si pejabat tinggi, terlebih ketika kasus menjadi viral.
Sebagai sarana komunikasi, seyogianya pemilik akun pun bersikap responsif, termasuk bagi para pejabat yang memiliki akun medsos. Dengan demikian, pengaduan atau informasi yang disampaikan publik dapat segera ditanggapi.
”Memang, selama ini agak sulit melakukan komunikasi dengan pejabat tinggi. Tapi, dengan medsos, komunikasi ini bisa langsung menjangkau si pejabat tinggi, terlebih ketika kasus menjadi viral. Terkait kasus pungli ini sebenarnya menjadi perhatian penting di masa Kapolri sekarang,” kata Hendri.
Mendekatkan pemimpin dengan rakyat memang merupakan sisi positif adanya medsos. Namun, pengaduan melalui medsos dinilai dapat mengganggu jalannya sistem dalam sebuah organisasi.
”Pengaduan langsung ke pimpinan pasti akan segera diselesaikan karena bawahannya akan bergerak semua. Namun, itu kurang sehat karena kurang terlembaga dan sekadar selesainya masalah, sementara sistemnya tidak mengalami perbaikan,” kata anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng.
Menurut Robert, kecenderungan masyarakat untuk mengadu atau melaporkan suatu hal langsung ke pimpinan sebuah institusi secara pribadi merupakan warisan masa lalu. Sebab, masyarakat masih belum percaya pada mekanisme sistem dari sebuah organisasi. Meskipun kini setiap instansi pemerintah memiliki layanan aduan yang sudah baku, rasa tidak percaya sistem tersebut masih ada.
Kecenderungan masyarakat untuk mengadu atau melaporkan suatu hal langsung ke pimpinan sebuah institusi secara pribadi merupakan warisan masa lalu. Sebab, masyarakat masih belum percaya pada mekanisme sistem dari sebuah organisasi.
Hal itu dialami Robert ketika menjadi anggota Ombudsman RI. Robert pun mengaku setiap hari mendapatkan pengaduan atau laporan dari banyak pihak melalui banyak platform komunikasi. Sebenarnya, bisa saja Endi meneruskan laporan itu ke ORI. Namun, itu berarti merupakan intervensi terhadap sistem dan berpotensi mengganggu sistem yang selama ini telah dibangun, termasuk memunculkan konflik kepentingan. Oleh karena itu, ia akan mengarahkan si pelapor untuk mengadukan melalui sistem yang sudah dibangun di Ombudsman RI.
Alih-alih menerima dan meneruskan pengaduan, menurut Robert, tugas pemimpin atau pejabat publik adalah memastikan sistem organisasi, termasuk pengaduan dan layanan publik, bekerja secara transparan dan responsif. Maka, menjadi tantangan bagi pejabat di setiap institusi yang memberikan layanan publik untuk membangun sistem yang responsif dan adaptif. Dengan demikian, lambat laun masyarakat percaya bahwa sistem yang dibangun memang benar-benar bekerja.
”Indonesia ini, kan, ada 270 juta penduduk. Bagaimana melayani satu-satu secara pribadi? Saya tidak bisa bayangkan,” kata Robert.
Bagaimana menurut Anda?