Saat Media Asing Soroti Tewasnya 41 Warga Binaan di Lapas Tangerang
Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang, Banten, terbakar dan 41 warga binaan jadi korban. Lainnya luka-luka. Media asing pun menyoroti. Akankah kelebihan penghuni dan lemahnya manajemen lapas dibiarkan terus terjadi?
Kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas Kelas I Tangerang, Banten, disorot dunia internasional. Media asing riuh memberitakan tragedi yang menelan korban 41 orang dan puluhan orang lainnya terluka.
Pada Rabu (9/9/2021), media The New York Times dalam situs web nytimes.commemuat artikel berjudul ”At Least 41 Prisoners, Most Trapped In Cells, Die in a Fire in Indonesia”. Artikel tersebut menyinggung perihal kelebihan penghuni yang dialami lapas. Adapun mengenai penyebab kebakaran disebutkan masih didalami.
Sementara, situs web channelnewsasia.com memuat artikel berjudul ”41 Dead After Fire Breaks Out at Overcrowded Prison”. Artikel tersebut banyak mengutip keterangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly yang menuturkan mengenai kronologi peristiwa beserta korban dari peristiwa itu.
Adapun situs web bbc.commenampilkan artikel berjudul ”Indonesia Prison Fire: Tangerang Blaze Kills 41 Inmates”. Sementara, situs web theguardian.commemuat peristiwa tersebut dengan judul ”Fire at Prison in Indonesia Kills at least 40 People”.
Berbagai artikel tersebut menyoroti jumlah korban dikaitkan dengan kondisi lapas yang jumlah penghuninya melebihi kapasitas. Sebab, warga binaan yang menjadi korban dalam peristiwa itu meninggal di tempat atau di sel tahanan.
Baca juga : Kebakaran Lapas Tangerang, 41 Jenazah Luka Bakar Berat hingga Sulit Diidentifikasi
Persoalan jumlah penghuni lapas yang melebihi kapasitas diakui Yasonna masih terjadi sampai saat ini, termasuk yang terjadi di Lapas Kelas I Tangerang. Di Lapas Kelas I Tangerang yang telah berusia 42 tahun, terdapat 2.072 orang penghuni. Padahal, kapasitasnya hanya 600 orang. Kebakaran yang terjadi sekitar 1,5 jam tersebut berakhir dengan tragis karena menelan korban jiwa hingga 41 orang.
Karena api yang cepat membesar, beberapa kamar tidak sempat dibuka. Kenapa kamar dikunci? Memang protap (prosedur tetap) lapas itu harus dikunci. Kalau tidak dikunci itu melanggar protap. Jadi, ketika diketahui pengawas yang melihat dari atas, api mungkin sudah menyebar. (Menteri Hukum dan HAM Yassona H Laoly)
”Karena api yang cepat membesar, beberapa kamar tidak sempat dibuka. Kenapa kamar dikunci? Memang protap (prosedur tetap) lapas itu harus dikunci. Kalau tidak dikunci itu melanggar protap. Jadi, ketika diketahui pengawas yang melihat dari atas, api mungkin sudah menyebar,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly dalam jumpa pers.
Masalah laten
Persoalan kelebihan penghuni di lapas merupakan masalah laten. Dan, ini terjadi hampir di semua lapas dan rutan di Indonesia. Berdasarkan data dari situs web Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Rabu (9/9/2021), jumlah penghuni LP dan rutan mencapai 248.635 orang. Padahal, kapasitas LP dan rutan 135.561 orang. Artinya, secara nasional, ada kelebihan 113.074 penghuni atau sekitar 83 persen.
Padahal, Kemenkumham selama ini telah berupaya untuk mengurangi jumlah napi dan tahanan, termasuk ketika pandemi Covid-19 menerpa Indonesia. Semisal, dengan membuat ketentuan mengenai pemberian asimilasi dan hak integrasi napi dan anak maupun pemberian asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat, termasuk melakukan redistribusi napi dari lapas yang padat ke lapas yang kurang padat.
”Dulu program asimilasi dan integrasi cukup mengurangi (kepadatan) meski saya dikritik habis-habisan. Kami sekarang meminta tahanan yang belum inkrah agar jangan digeser ke lapas,” tutur Yasonna.
Di sisi lain, Kemenkumham berupaya menambah kapasitas lapas dengan menambah kapasitas di lapas maupun rutan yang sudah ada, serta membangun lapas baru. Semisal di Nusakambangan, 3 lapas dibangun. Dua adalah lapas dibangun dengan tingkat keamanan maksimum (maximum security) dan satu lapas dibangun dengan tingkat keamanan menengah (medium).
Meskipun demikian, menurut Yasonna, hal itu tidak akan pernah membuat persoalan kelebihan penghuni menjadi hilang selama akar masalahnya tidak diatasi, yakni banyaknya jumlah tahanan yang masuk ke lapas. Jika dilihat dari persentase tindak pidana yang dilakukan, lebih dari 50 persen adalah napi tindak pidana narkotika.
Padahal, tidak semua dari mereka merupakan pengedar atau bandar, melainkan hanya pengguna atau pemakai narkoba yang lebih memerlukan rehabilitasi, bukan pidana penjara. Untuk itu, Kemenkumham telah mengusulkan revisi Undang-Undang tentang Narkotika kepada DPR. Saat ini, revisi UU tersebut telah masuk ke Prolegnas.
Dalam kunjungannya ke Lapas Kelas I Tangerang, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memaparkan tentang permasalahan lapas di Indonesia, antara lain kelebihan penghuni, jenis tindak kejahatan yang mendominasi, dan fasilitas yang kurang memadai. Menurut Mahfud, rencana perbaikan dan pembangunan lapas telah ada sejak 2004. Namun, hal itu belum terealisasi karena keterbatasan anggaran dan lahan.
”Tujuan lapas dibangun adalah memanusiakan kembali manusia yang tersesat agar kembali pada jalan yang benar. Kalau terlalu banyak jumlahnya, jadi tidak efisien. Ini jadi akumulasi permasalahan yang ada,” kata Mahfud.
Tujuan lapas dibangun adalah memanusiakan kembali manusia yang tersesat agar kembali pada jalan yang benar. Kalau terlalu banyak jumlahnya, jadi tidak efisien. Ini jadi akumulasi permasalahan yang ada. (Menko Polhukam Mahfud MD)
Perburuk kondisi
Persoalan kelebihan penghuni ditengarai turut memperburuk kondisi lapas, termasuk ketika terjadi bencana. Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis mengatakan, ICJR bersama Indonesia Judicial Research Society (IJRS), dan Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) mencatat, selama 3 tahun terakhir terdapat 13 lapas yang mengalami kebakaran. Dari 13 lapas tersebut, 10 lapas dalam kondisi kelebihan penghuni atau jumlah penghuni di ambang batas kapasitas.
Kami juga meminta dilakukan evaluasi secara menyeluruh terkait kondisi lapas yang cenderung kelebihan penghuni, terutama tentang SOP (prosedur standar operasi) kedaruratan di lapas sehingga peristiwa yang sama tidak terulang kembali. (Komisioner Komisi Hak Asasi Nasional Hairansyah)
Baca juga : Jenazah Korban Kebakaran Lapas Tiba di RS Polri Kramat Jati untuk Diidentifikasi
Rinciannya, sembilan lapas dalam kondisi kelebihan dan satu lainnya adalah lapas dengan jumlah penghuni hampir mencapai batas maksimum, yaitu Lapas Kabanjahe, Sumatera Utara. Pada saat terjadi kebakaran, penghuni Lapas Kabanjahe sudah mencapai 97 persen. Sementara, hanya 3 lapas yang mengalami kebakaran dalam 3 tahun terakhir yang tidak mengalami kelebihan penghuni.
Kondisi lapas yang mengalami kelebihan penghuni akan berdampak pada rendahnya pemenuhan hak warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan tahanan. Mereka tidak akan mendapatkan fasilitas yang layak seperti tempat tinggal yang layak, ruang sel yang memadai, sanitasi yang bersih, dan perawatan medis. Selain itu, kondisi tersebut akan memicu ketidakpuasan yang dapat berujung pada terjadinya kerusuhan.
”Dengan infrastruktur bangunan yang hampir sama dan dengan kondisi overcrowding yang hampir merata, kejadian di Lapas Kelas I Tangerang bisa terulang kapan saja. Insiden kebakaran ini harusnya menjadi sinyal bagi pemerintah untuk segera mengevaluasi dan melakukan revitalisasi terhadap infrastruktur bangunan rutan dan lapas dengan sistem proteksi dan keamanan yang kuat,” kata Erasmus.
Secara terpisah, komisioner Komisi Hak Asasi Nasional (Komnas HAM), Hairansyah, mengatakan, warga binaan lapas adalah orang-orang yang kemerdekaannya sedang dirampas dan berada dalam pengawasan dan tanggung jawab negara. Dengan demikian, keselamatan mereka harus dipastikan oleh negara.
Oleh karena itu, lanjut Hairansyah, Komnas HAM meminta agar peristiwa kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang diungkap secara transparan. Termasuk apabila terdapat unsur kelalaian, apalagi kesengajaan, maka harus diminta pertanggungjawaban.
”Kami juga meminta dilakukan evaluasi secara menyeluruh terkait kondisi lapas yang cenderung kelebihan penghuni, terutama tentang SOP (prosedur standar operasi) kedaruratan di lapas sehingga peristiwa yang sama tidak terulang kembali,” kata Hairansyah.