Moeldoko Memutuskan Akan Laporkan Peneliti ICW ke Polisi
“Memburu rente adalah tuduhan yang sangat serius. Karena apa? Karena di situ didefinisikan seseorang yang mencari keuntungan dengan menggunakan kekuasaan,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memutuskan akan melaporkan peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW, Egi Primayoga dan Miftachul Choir, kepada kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik. Mereka dinilai tak bisa membuktikan tuduhan soal pemburuan rente dalam peredaran Ivermectin yang diproduksi PT Harsen Laboratories dan tuduhan terkait ekspor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia atau HKTI dan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
”Memburu rente adalah tuduhan yang sangat serius. Karena apa? Karena di situ didefinisikan seseorang yang mencari keuntungan dengan menggunakan kekuasaan, ini menurut saya sangat serius,” ujar Moeldoko dengan didampingi kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, dalam keterangan pers virtual, Selasa (31/8/2021).
Moeldoko mengaku sudah berusaha sabar dan memberikan kemudahan dengan memberikan kesempatan lewat somasi sampai tiga kali. Sebelumnya, Moeldoko melalui kuasa hukumnya telah tiga kali melayangkan somasi kepada dua peneliti ICW dalam kurun waktu satu bulan terakhir.
Dalam somasi itu, peneliti ICW diminta membuktikan tuduhan bahwa Moeldoko menyalahgunakan kewenangan untuk mendapatkan keuntungan. ”Dan, tidak ada menunjukkan iktikad baiknya untuk mengklarifikasi dengan baik dan minta maaf,” ucap Moeldoko.
Pelaporan ke polisi, kata Moeldoko, juga didasarkan rasa khawatir jika keterangannya terus dipertanyakan apabila ia tak bereaksi. ”Saya akan melanjutkan untuk melaporkan kepada kepolisian. Berikutnya saya telah mengimbau teman-teman yang lain, jangan sampai rasa solidaritas mengalahkan kebenaran. Ini enggak benar, cara-cara seperti ini, selama ini saya melihat independensi organisasi masyarakat sipil cukup baik, jangan karena kejadian ini, independensi dari organisasi itu dipertanyakan berbagai pihak, sayang,” kata Moeldoko.
Kejadian ini dinilai akan merusak nama baiknya, Moeldoko bahkan menyebut bahwa kepercayaan anak dan istrinya akan berubah kepadanya. ”Menjadi sebuah media pembelajaran bagi kita semua. Cara-cara sembrono seperti ini akan merusak karena ini adalah pembunuhan karakter seseorang yang kebenarannya tidak jelas apalagi dengan pendekatan ilmu cocoklogi. Dicocok-cocokan. Ini apa-apaan begini? Sungguh saya tidak mau menerima yang seperti ini,” katanya.
Terkait waktu pelaporan ke polisi, kuasa hukum Moeldoko belum menetapkan waktu dan lokasi pasti untuk pelaporan. ”Saya tidak terlalu banyak meminta, Anda minta maaf, cabut pernyataan, selesai. Tapi, kalau itu tidak Anda lakukan, saya harus lapor polisi, itu sikap saya. Kita harus kesatria menjadi orang, maka akan dihormati orang lain,” tambah Moeldoko.
Dalam keterangan pers tertulis menanggapi jumpa pers oleh Moeldoko dan kuasa hukumnya, kuasa hukum ICW, Muhammad Isnur, Julius Ibrani, dan Erwin Natosmal, menyebut bahwa pelaporan atau pengaduan ke pihak kepolisian adalah hak setiap warga negara secara personal/individu.
”Jadi, silahkan saja jika Moeldoko ingin meneruskan persoalan ini ke penegak hukum. Namun, kami menyayangkan langkah itu karena hasil penelitian ICW semata-mata ditujukan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, terlebih di tengah pandemi Covid-19,” kata Isnur.
Jalan terbaik
Menurut kuasa hukum ICW, Moeldoko dengan posisinya yang berada di lingkar dalam Istana Negara semestinya lebih bijak dalam menanggapi kritik. Moeldoko dinilai seharusnya bukan justru langsung menempuh jalur hukum tanpa ada argumentasi ilmiah tentang indikasi konflik kepentingan dalam penelitian ICW.
Kuasa hukum ICW menyebut bahwa indikasi persoalan Moeldoko sebenarnya tidak hanya terkait dugaan konflik kepentingan dalam peredaran Ivermectin. Namun, Moeldoko juga sempat membagi-bagikan obat Ivermectin melalui organisasi HKTI yang bekerja sama dengan PT Harsen Laboratories di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
”Maka, atas dasar tindakan itu, muncul satu pertanyaan penting yang harus dijawab Moeldoko juga: bukankah membagi-bagikan produk farmasi yang belum jelas uji kliniknya, apalagi secara bebas ke masyarakat, merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 196 UU Kesehatan?” kata kuasa hukum ICW.
Menurut Otto, somasi yang sebelumnya dilayangkan terhadap peneliti ICW sebenarnya merupakan upaya mencari jalan terbaik. ”Kami ingin tahu bukti-bukti apa yang dimiliki ICW. Setelah tiga kali somasi, dari tiga jawaban yang diberikan oleh ICW, sesungguhnya kami mengadukan Miftah dan Egi secara spesifik. Karena memang yang melakukan perbuatan itu pribadi, dijawab oleh ICW secara lembaga,” tambah Otto.
Otto menambahkan ICW telah mengakui adanya misinformasi terhadap tuduhan terkait ekspor beras. ICW juga dinilai tidak memiliki bukti yang kuat tentang adanya tuduhan pemburuan rente yang dituduhkan ke Moeldoko. Karena itu, kuasa hukum akan melaporkan pencemaran nama baik dengan menggunakan Pasal 27 dan 45 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
”Kami akan melaporkan (ke polisi) secepat mungkin. Kami akan beritahukan tanggalnya,” ucap Otto.
Sejak awal Otto mengaku sudah akan menggunakan pasal tentang pencemaran nama baik yang dilakukan melalui elektronik, yaitu melalui Youtube dan laman website. ”Saya mempunyai pendapat pencemaran nama baik. Tapi, begitu besarnya jiwa Pak Moeldoko menyampaikan kepada saya, jangan langsung lapor, beri kesempatan mereka membuktikan tuduhan. Kami tak langsung melapor ke polisi mencoba somasi dan meminta ICW memberikan bukti-bukti atas tuduhannnya,” ujar Otto.
Media pembelajaran
Otto juga menyebut bahwa pelaporan ke polisi tersebut sekaligus merupakan media pembelajaran. ”Jangan sampai organisasi apa pun, klaim dirinya sebagai pemegang otoritas kebenaran seolah-olah memegang otoritas kebenarannya. Kami ingin buktikan bahwa tuduhan mereka tidak benar,” tambahnya.
Kuasa hukum ICW menyebut bahwa ICW sudah berulang kali menjelaskan bahwa hasil penelitian ICW tidak menuding pihak tertentu mana pun, terlebih Moeldoko, mencari keuntungan melalui peredaran Ivermectin. Penelitian bertajuk ”Polemik Invermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis” ini dilansir ICW pada pertengahan Juli 2021.
Hal itu juga telah disampaikan dalam tiga surat jawaban somasi kepada Moeldoko melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan. Sebab, jika dicermati lebih lanjut, siaran pers yang berjudul ”Polemik Ivermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis” selalu menggunakan kata ”indikasi” dan ”dugaan”.
”Lagi pula Moeldoko salah melihat konteks penelitian tersebut karena yang digambarkan ICW adalah indikasi konflik kepentingan antara pejabat publik dan pihak swasta, bukan sebagai personal/individu,” ujar Isnur.
Terkait ekspor beras, pihak Moeldoko dinilai terus-menerus mendaur ulang isu tersebut. Dalam berbagai kesempatan, ICW tegas menyampaikan bahwa pernyataan itu misinformasi karena yang benar adalah mengirimkan kader HKTI atau petani ke Thailand untuk mengikuti program pelatihan. Terkait ekspor beras, ICW juga telah meminta maaf atas kekeliruan pernyataan tersebut.
Bagi ICW, persoalan misinformasi ini bukan hal utama. ”Sebab, poin krusial yang harus dijelaskan Moeldoko adalah apa motivasinya bertemu atau berkomunikasi dengan Sofia Koswara lalu meminta pengurusan surat izin edar Ivermectin? Apa karena kedekatan Sofia Koswara dengan anaknya karena tergabung dalam perusahaan yang sama? Sebagaimana dalam penelitian ICW,” tambahnya.