Didakwa Menyuap, Pengusaha Batubara Samin Tan Divonis Bebas
Majelis hakim menilai Samin Tan adalah korban pemerasan oleh bekas anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, meskipun disebutkan pula Samin meminta bantuan Eni untuk menyelesaikan pemutusan usaha tambang batubara.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Samin Tan, terdakwa pemberi gratifikasi kepada bekas anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, divonis bebas lepas oleh Majelis Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/8/2021). Majelis menganggap pengusaha batubara itu sebagai korban pemerasan.
Vonis terhadap Samin Tan dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta oleh majelis hakim yang diketuai Panji Surono, dengan hakim anggota Teguh Santoso dan Sukartono. Majelis hakim menilai, Samin tidak terbukti melakukan pemberian suap kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bertujuan agar mereka melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
”Mengadili, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan dan memerintahkan terdakwa segera dibebaskan dari tahanan,” ujar Panji Surono.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Samin Tan tiga tahun penjara dan denda Rp 250 juta karena memberikan gratifikasi kepada anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih. Samin memberikan gratifikasi senilai total Rp 5 miliar kepada Eni untuk memengaruhi beberapa pihak di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), termasuk mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Sebagai anggota panitia kerja mineral dan batubara di Komisi VII DPR, Eni menjembatani lobi-lobi dengan Kementerian ESDM.
Majelis hakim menyebutkan Samin Tan adalah korban pemerasan yang dilakukan Eni. Eni dianggap tidak punya kewenangan untuk mencabut SK Menteri ESDM yang mengatur tentang PKP2B. Hal itu merupakan kewenangan sepenuhnya Menteri ESDM.
Eni meminta uang total Rp 5 miliar kepada Samin untuk keperluan pilkada suaminya di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Sebagai timbal balik, Samin meminta bantuan Eni untuk menyelesaikan masalah pemutusan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) di Kalimantan Tengah. Samin selaku Direktur Utama PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) telah mengakuisisi PT AKT. Untuk menyelesaikan persoalan itu, Samin meminta bantuan sejumlah pihak, termasuk Eni (Kompas, 7/4/2021).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan Samin Tan adalah korban pemerasan yang dilakukan Eni. Eni dianggap tidak punya kewenangan untuk mencabut SK Menteri ESDM yang mengatur tentang PKP2B. Hal itu merupakan kewenangan sepenuhnya Menteri ESDM.
Adapun Eni sebelumnya telah divonis bersalah di pengadilan karena menerima gratifikasi dari pihak ketiga. Sesuai dengan Pasal 12 C UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi harus dilaporkan dalam waktu maksimal 30 hari setelah suap diterima. Karena tidak melaporkan gratifikasi itu, Eni sebagai penyelenggara negara dianggap melanggar Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor.
”Sifat pidana gratifikasi dalam Pasal 12 B ada pada penerima yang tidak melaporkan kepada aparat penegak hukum, bukan pada diri pemberi. Tindakan pemberi gratifikasi belum diatur secara spesifik dalam UU Pemberantasan Tipikor sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi,” kata hakim Teguh Santoso.
Kasasi
Atas putusan bebas lepas itu, jaksa penuntut umum KPK, Ronald Worotikan, akan mengajukan kasasi. Ronald mengaku jaksa penuntut umum menghormati putusan hakim. Namun, ada beberapa hal dalam pertimbangan hakim yang perlu dicermati sehingga jaksa penuntut umum menyatakan upaya hukum kasasi.
”Keberatan kami tentu nanti akan dituangkan dalam memori kasasi setelah jaksa penuntut umum menerima salinan putusan dari majelis hakim,” kata Ronald.
Jaksa penuntut umum menghormati putusan hakim. Namun, ada beberapa hal dalam pertimbangan hakim yang perlu dicermati. (Ronald Worotikan)
Ronald juga mempertanyakan putusan hakim yang membenarkan pemberian uang dari Samin Tan, tetapi karena perbuatan itu tidak bisa dipidana. Berdasarkan putusan dalam perkara sebelumnya, seperti suap yang diberikan Bupati Tanggamus, Lampung, Bambang Kurniawan kepada anggota DPRD Tanggamus dalam pengesahan RAPBD 2016 Tanggamus dapat diputus bersalah. Sebagai pemberi, Bambang divonis bersalah dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 250 juta.
”Ada beberapa perkara terkait pemberi gratifikasi ini sudah diputus dan dinyatakan bersalah, seperti Bupati Tanggamus dan Gayus Tambunan. Ini akan dijadikan memori dalam kasasi kami,” kata Ronald.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK menghormati putusan majelis hakim dan independensi peradilan. Namun, sejak awal proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK meyakini bukti-bukti dalam perkara tersebut kuat. Dengan bukti permulaan yang cukup itu, penyidik KPK kemudian memperdalam pada proses penyidikan. Seluruh rangkaian perbuatan terdakwa Samin Tan itu juga telah diuraikan secara jelas dalam surat dakwaan jaksa KPK.
”Dalam pertimbangannya, hakim juga menyebutkan bahwa ada pemberian uang dari terdakwa ke terpidana kasus lain Eni Maulani Saragih. KPK berharap Pengadilan Tipikor Jakarta dapat segera mengirimkan putusan lengkapnya agar KPK bisa mempelajari pertimbangan putusan itu untuk dianalisis sebagai bahan penyusunan memori kasasi,” terang Ali melalui keterangan tertulis.
Sementara itu, kuasa hukum Samin Tan, Radhie Noviadi Yusuf, bersyukur atas putusan yang dijatuhkan hakim. Ia mengatakan, hakim memperhatikan argumentasi dari kuasa hukum dan saksi ahli terkait dengan pemberi gratifikasi tidak bisa dipidana. Menurut dia, hukum pidana menganut aspek legalitas, yaitu jika belum ada hukum yang mengatur, seseorang tidak bisa dipidana dengan dalil perbuatan melawan hukum.
”Kami senang karena divonis bebas lepas dan karena argumentasi kami diterima,” kata Radhie.