Juliari Divonis 12 Tahun Penjara, Cercaan Publik Jadi Pertimbangan Meringankan Hakim
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai bekas Mensos Juliari Batubara terbukti menerima suap hingga Rp 32,4 miliar dalam kasus korupsi pengadaan bansos. Sebagian uang suap mengalir ke pejabat di Kemensos.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara bagi bekas Menteri Sosial Juliari Peter Batubara karena terbukti menerima suap hingga Rp 32,4 miliar, Senin (23/8/2021). Vonis ini lebih tinggi setahun daripada tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi.
Putusan majelis hakim dalam perkara korupsi pengadaan bantuan sosial penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial tahun 2020 dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Muhammad Damis serta hakim anggota Yusuf Pranowo dan Joko Subagyo. Adapun Juliari didampingi kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, mengikuti sidang secara telekonferensi dari gedung lama KPK.
Selain menjatuhkan hukuman pidana, majelis juga menghukum Juliari untuk membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Majelis juga memperberat hukuman politisi PDI-P itu dengan pidana tambahan membayar Rp 14,5 miliar subsider dua tahun penjara untuk mengganti kerugian keuangan negara. Hak untuk dipilih dalam jabatan publik juga dicabut selama empat tahun setelah selesai menjalani pidana pokok. Selain hukuman pidana penjara, hukuman lainnya tersebut sama dengan tuntutan jaksa.
”Mengadili, menyatakan Juliari P Batubara terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar ketua majelis hakim Muhammad Damis.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan, sejak awal, Juliari memerintahkan pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemensos Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso untuk memungut fee sebesar Rp 10.000 per paket bansos Kemensos. Perintah itu disampaikan melalui staf khusus Mensos, Kukuh Ary Wibowo. Juliari mematok target setoran Rp 20 miliar-Rp 35 miliar untuk setiap tahapan pengadaan bansos.
Total bansos untuk wilayah Jabodetabek yang dikelola Kemensos sebanyak 1,9 juta paket. Nilai anggarannya adalah Rp 6,8 triliun. Paket sembako senilai masing-masing Rp 300.000 itu disalurkan sebanyak 12 kali.
Untuk proyek pengadaan paket sembako tersebut, kuota dibagi di antaranya untuk pejabat Bina Lingkungan Kemensos, perusahaan yang terafiliasi dengan anggota DPR dari Fraksi PDI-P, yaitu Herman Herry dan Ihsan Yunus, serta perusahaan yang terkait dengan Juliari sendiri.
Juliari juga melakukan intervensi dalam proyek pengadaan paket sembako bansos Kemensos. Intervensi dilakukan dengan memerintahkan untuk memungut fee bansos hanya kepada perusahaan tertentu. Perusahaan yang merupakan ”titipan” dari pihaknya tidak boleh dimintai pungutan fee.
Akibat intervensi itu, perusahaan pemenang proyek bansos bukanlah perusahaan yang kompeten secara pengalaman dan kemampuan keuangan. Di antaranya ada perusahaan pupuk, perusahaan teknik dan suku cadang perkapalan yang menjadi pemenang proyek bansos Kemensos. Karena itu, wajar jika kualitas bansos yang diterima oleh warga miskin terdampak Covid-19 menurun.
Aliran uang korupsi
Fakta persidangan juga membuktikan bahwa total uang suap yang diterima Juliari dari sejumlah perusahaan penyedia (vendor) bansos Rp 32,4 miliar. Uang itu tidak hanya digunakan untuk keperluan pribadi Juliari, tetapi juga ikut dinikmati jajaran pejabat di Kemensos. Uang yang mengalir ke Juliari totalnya sebesar Rp 15,1 miliar.
Uang itu di antaranya digunakan untuk sewa pesawat jet pribadi dalam kunjungan kerja Mensos ke Semarang, Bali, Luwuk Utara, dan Natuna; pembayaran honor penyanyi dangdut Cita Citata saat acara makan malam pejabat Kemensos di Labuan Bajo, NTT; serta pembayaran honor pengacara Hotma Sitompul dalam kasus kekerasan anak di PN Jakarta Pusat.
Uang juga diserahkan kepada Ketua DPC PDI-P Kendal Ahmad Suyuti saat Juliari melakukan kunjungan kerja ke Semarang, Jateng. Namun, uang itu kemudian sudah dikembalikan Rp 480 juta melalui penyidik KPK. Uang suap juga dinikmati oleh jajaran pejabat Kemensos. Uang digunakan untuk membeli dua unit sepeda Brompton, rumah, dan uang muka mobil pejabat Kemensos yang terlibat korupsi bansos.
”Sewa pesawat jet pribadi seharusnya hanya dilakukan di daerah bencana. Namun, daerah lain yang tidak ada bencana, seperti Semarang dan Bali, terdakwa tetap menyewa pesawat pribadi yang biayanya tidak bisa dibebankan pada anggaran hibah Kemensos,” tutur hakim Joko Subagyo.
Tak berani bertanggung jawab
Dengan fakta persidangan itu, Juliari terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut yang diatur dalam Pasal 12 Huruf (b) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Unsur yang memberatkan Juliari dalam perkara itu adalah perbuatan tidak ksatria, seperti lempar batu sembunyi tangan. Juliari tidak berani bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan, bahkan menyangkalnya. Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan perbuatan korupsi dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam, yaitu pandemi Covid-19.
”Tindak pidana korupsi di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Jakarta juga menunjukkan grafik meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya,” terang hakim Yusuf Pranowo.
Terdakwa menderita
Adapun untuk hal-hal yang meringankan adalah terdakwa dinilai telah menderita karena dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat, padahal secara hukum belum tentu bersalah karena belum ada putusan pengadilan. Selain itu, selama persidangan, terdakwa dinilai tertib, sopan, dan kooperatif.
Atas putusan tersebut, baik jaksa KPK maupun Juliari dan kuasa hukumnya belum menentukan sikap apakah akan mengajukan upaya hukum banding atau tidak. Mereka akan mempelajari salinan putusan dalam tujuh hari ke depan sebelum menentukan sikap.
”Meskipun tidak seluruh amar kami bisa dengar, kami sudah mendapatkan buktinya bahwa terdakwa dipidana 12 tahun dan denda Rp 500 juta, uang pengganti Rp 14,5 miliar dan seterusnya. Kami akan menentukan sikap terlebih dahulu pikir-pikir sehingga ada kesempatan untuk mempelajari penerimaan yang disebut dalam putusan tadi,” kata kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail.
”Kami juga akan gunakan waktu tujuh hari untuk mempelajari putusan,” ucap jaksa KPK, Ikhsan Fernandi.