Kuasa Hukum Moeldoko Ancam Laporkan Peneliti ICW dengan UU ITE
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan waktu lima hari kepada ICW untuk membuktikan tudingan soal perburuan rente dari Ivermectin dan soal ekspor beras. Jika tak dapat membuktikan, ICW diminta meminta maaf.
Oleh
NINA SUSILO/NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tudingan berburu rente yang disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berlanjut. Moeldoko melalui kuasa hukumnya melayangkan somasi ketiga serta mengancam melaporkan kepada kepolisian jika ICW tidak bisa membuktikan tuduhannya.
Kuasa hukum Moeldoko, Otto Hasibuan, dalam keterangan yang disampaikan secara virtual, Jumat (20/8/2021), mengatakan telah melayangkan dua kali somasi kepada peneliti ICW, Egi Primayoga dan Miftachul Choir.
Dalam somasi tersebut, peneliti ICW diminta membuktikan tuduhan Moeldoko menyalahgunakan kewenangan untuk mendapatkan keuntungan.
Dalam keterangan pers 22 Juli lalu, ICW menyebutkan ada potensi perburuan rente dari produksi dan distribusi Ivermectin. Sebab, Ivermectin menambah panjang daftar obat-obat yang ditawarkan pemerintah bagi pasien Covid-19 meskipun belum ada uji klinis yang tepat. Ivermectin yang diproduksi PT Harsen Laboratories ini kemudian didistribusikan ke Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, awal Juni.
Selain itu, kata Otto, tudingan lainnya terkait kerja sama ekspor beras HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa. Putri Moeldoko disebut menjadi bagian dalam PT Noorpay tersebut.
”Kami sudah menegur Saudara Egi dan temannya di ICW dua kali, tetapi Saudara Egi tidak pernah membalas. Hanya Koordinator ICW Pak Topan Husodo dan tidak disebutkan kapasitas menjawab sebagai koordinator ICW saja atau sebagai kuasa hukum Egi,” tutur Otto.
Kendati Egi tidak memberikan bukti, lanjut Otto, surat ICW semakin membuktikan ICW melakukan fitnah dan pencemaran nama baik. Pertama, kata Otto, penelitian yang sebelumnya mengungkapkan kepada media tidak ada metodologi, data primer, dan sekunder ataupun wawancara.
”Menurut saya, itu bukan penelitian karena ICW hanya membuat analisis-analisia dengan menggabungkan cerita-cerita yang ada di media sosial,” ujar Otto.
Otto juga mempertanyakan di mana Moeldoko mencari untung dari kedua urusan tersebut. Apalagi, terkait ekspor beras, lanjutnya, ICW menyebutnya misinformasi. Namun, tidak ada pencabutan pernyataan dan permintaan maaf untuk misinformasi yang disampaikan di media massa.
Dalam somasi ketiga ini, Moeldoko memberikan waktu 5 x 24 jam kepada peneliti ICW untuk membuktikan tuduhannya. Jika tidak mampu membuktikan, mereka diminta mencabut pernyataannya dan meminta maaf.
”Bila tidak dicabut dan meminta maaf, Pak Moeldoko akan melaporkan kepada pihak kepolisian,” tutur Otto.
Kendati tidak ada kerugian materiil, pencemaran nama baik dinilai menjadi kerugian immateriil. Untuk itu, lanjut Otto, akan digunakan Pasal 27 dan 45 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Secara terpisah, kuasa hukum ICW, Muhammad Isnur, menyampaikan, tim masih menyusun jawaban atas jumpa pers kuasa hukum Moeldoko, Jumat ini. ”Sebentar, saya koordinasi dengan tim hukum lainnya,” katanya.