Selama 76 tahun merdeka, Indonesia masih terus memperjuangkan cita-cita bersih dan bebas dari praktik-praktik yang merugikan kepentingan bangsa, termasuk saat menghadapi pandemi Covid-19. Pengawasan menjadi penting.
Selama 1,5 tahun terakhir pemerintah menggelontorkan dana besar disertai kelonggaran untuk menggunakannya demi penanganan Covid-19. Di satu sisi hal ini bermanfaat untuk mempercepat eksekusi kebijakan, tetapi di sisi lain rentan dimanfaatkan pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Dugaan penyelewengan itu, misalnya, terjadi dalam proyek pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan pandemi Covid-19 wilayah Jabodetabek di Kementerian Sosial pada 2020. Bekas Menteri Sosial Juliari P Batubara didakwa menerima suap Rp 32,4 miliar setidaknya dari 62 perusahaan yang ditunjuk Kemensos sebagai penyedia paket bantuan berupa bahan kebutuhan pokok.
Uang suap ditengarai juga dinikmati sejumlah pejabat di Kemensos. Mereka diduga menggunakan uang suap itu untuk kepentingan pribadi dan kebutuhan operasional di Kemensos. Hingga pertengahan Agustus, persidangan perkara ini masih berjalan. Juliari dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dengan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar.
Kasus-kasus dugaan penyelewengan bantuan sosial dan suap terkait pengadaan alat pemeriksaan PCR Covid-19 di daerah juga pernah ditangani aparat penegak hukum.
Dalam konteks sedikit berbeda, bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari juga terlibat korupsi pengadaan alat kesehatan untuk mengantisipasi kejadian luar biasa flu burung pada 2005.
Atas perbuatan tersebut, Fadilah divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Ia juga dijatuhi pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp 1,9 miliar subsider 6 bulan kurungan. Setelah menjalani hukuman dan membayar semua denda, Fadilah bebas murni Oktober 2020.
Antisipasi
Kini, kemungkinan munculnya para ”penelikung” kebijakan negara di tengah pandemi ini mesti terus diantisipasi. Selain merugikan keuangan negara, para penelikung itu juga melukai kebersamaan sebagai bangsa yang sangat dibutuhkan di tengah pandemi ini.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ipi Maryati Kuding, dihubungi dari Jakarta, Jumat (13/8/2021), mengatakan, KPK terus mengupayakan pencegahan dan mendampingi pemerintah dalam percepatan penanganan Covid-19. Di tingkat pusat, pencegahan dilakukan pada seluruh program pemulihan ekonomi nasional.
”Kami juga ikut memastikan sejumlah program di Kementerian Kesehatan, seperti klaim rumah sakit yang menangani pasien Covid-19, insentif dan santunan tenaga kesehatan, serta vaksinasi,” katanya.
Sementara itu, di tingkat daerah, KPK bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah mengawal penanganan Covid-19 yang berfokus pada empat aspek, yakni bantuan sosial, penanganan pasien Covid-19, insentif tenaga kesehatan, dan vaksinasi.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengungkapkan, untuk mengawasi penggunaan anggaran penanganan Covid-19, pihaknya membentuk satuan tugas (satgas) khusus yang bekerja di daerah. Pengawasan ini sekaligus untuk menjaga dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
”Semua kapolda diminta memerintahkan para direktur reserse kriminal umum dan direktur reserse kriminal khusus melanjutkan serta meningkatkan kolaborasi dan koordinasi dengan kejaksaan, BPK, dan BPKP di wilayah masing-masing,” ujarnya.
Koordinasi yang dimaksud, di antaranya, menyangkut soal pemantauan dan pengawasan realisasi belanja daerah untuk meningkatkan penyerapan anggaran pemda.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin juga mengatakan, pihaknya mengawasi penggunaan anggaran agar tepat sasaran dan pemulihan ekonomi nasional berjalan lancar. Seluruh jajaran di bidang intelijen dan perdata tata usaha negara diminta memastikan kegiatan itu bebas dari penyelewengan anggaran dan oknum-oknum yang memanfaatkan situasi.
Keleluasaan
Penyalahgunaan anggaran menjadi rentan karena pemerintah lebih leluasa dalam menentukan langkah dan menetapkan anggaran penanganan pandemi Covid-19. Keleluasaan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu itu telah ditetapkan menjadi UU 2/2020.
Anggota Badan Anggaran, Syarief Abdullah Alkadrie, mengatakan, DPR tetap mengawasi anggaran dan kebijakan yang ditetapkan pemerintah. ”Sebagai contoh, kami mempertanyakan ketersediaan vaksin karena vaksin itu belum merata,” katanya.
Adapun pengawasan anggaran secara teknis dikembalikan kepada komisi terkait di DPR. Sebab, pengawasan membutuhkan peran aktif dari semua komisi dan alat kelengkapan dewan sesuai bidang masing-masing.
Syarief menegaskan, keleluasaan yang diberikan Perppu No 1/2020 tidak berarti menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk menyalahgunakan wewenang. ”DPR tidak tinggal diam sepanjang memang ada penyimpangan yang tidak sejalan dengan maksud UU,” ucapnya.
Transparansi
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan mengatakan, guna memastikan anggaran negara digunakan untuk penanganan pandemi secara optimal, penting bagi pemerintah untuk memublikasikan rencana kerja dan penggunaan anggaran secara detail.
”Selama ini yang diumumkan kebijakan-kebijakan makro, sedangkan detail penggunaan anggaran masih terbatas informasinya. Misalnya, ketika Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers tentang APBN, informasinya masih umum. Hal itu bisa saja didetailkan di website kementerian terkait, khusus penanganan pandemi,” katanya.
Ia mencontohkan, dalam anggaran pengadaan vaksin Covid-19 semestinya dijelaskan pula jenis dan efikasi vaksin yang digunakan. Dengan begitu, pengadaan barang dan jasa sepenuhnya terbuka. Kehadiran sentra vaksinasi yang belakangan diinisiasi berbagai lembaga perlu diapresiasi, tetapi tetap diperlukan transparansi terkait anggaran penyediaannya.
Selain itu, pihak swasta dan masyarakat sipil hendaknya dilibatkan dalam perencanaan, implementasi, pengawasan, dan evaluasi anggaran. Pelibatan ini diyakini mampu menutup celah korupsi dan penyalahgunaan anggaran.
Hal lain yang tidak kalah penting, kata Misbah, adalah peran inspektorat dan BPKP. Peran auditor keuangan ini krusial karena mereka berwenang memantau anggaran sejak awal. ”Monitoring pun seharusnya dilakukan melekat sejak awal hingga evaluasi di akhir. Di tahap akhir, biasanya BPK yang melakukan audit,” ucapnya. Ia menambahkan, DPR juga wajib mengawal anggaran Covid-19. Terlebih, DPR memiliki akses informasi yang lebih kuat dalam mengawal pelaksanaan anggaran di lapangan.
Kerja bersama untuk mengawasi penggunaan anggaran Covid-19 perlu terus dijaga agar penyelewengan yang bersembunyi di balik situasi darurat tidak terulang kembali. Dengan begitu, cita-cita kemerdekaan dan kebersamaan bangsa ini dapat terus terjaga.