Amanat Jenderal Sudirman dan Inspirasi Perjuangan di Tengah Pandemi
Jelang Proklamasi 17 Agustus, semangat kejuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman jadi momentum. Apalagi di tengah perjuangan melawan pandemi Covid-19. Kekuatan bersama jadi solidaritas dan kohesi sosial yang tinggi.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·6 menit baca
”Berjuanglah terus. Jangan guncang dan bimbang menghadapi lawan serta kaki tangannya. Kuatkan persatuan kita dan eratkan kerja bersama di antara semua kekuatan yang ada di negara kita. Kerahkan tenaga kelaskaran sebanyak-banyaknya ke tempat medan perjuangan yang telah ditentukan. Kirimkan sebanyak-banyaknya alat-alat senjata dan keperluan lainnya ke medan pertempuran. Berjuanglah dengan teratur. Jangan sekali-kali bertindak sendiri. Tetap teguh kuat, hati-hati, dan waspada. Siap! Maju... Jalan!”
Demikian kutipan amanat Panglima Besar Jenderal Sudirman berjudul ”Bendera Perang Berkibar” yang disampaikan di Yogyakarta pada 26 Desember 1946. Amanat ini terabadikan dalam buku Wawasan Kejuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Buku disiapkan oleh Pusat Pembinaan Mental ABRI dan diterbitkan Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman dengan cetakan pertamanya di tahun 1992.
Apabila kita cermati, betapa relevannya amanat Jenderal Sudirman untuk ditempatkan pada konteks ”perang”: melawan pandemi Covid-19 saat ini. Entitas ”lawan serta kaki tangannya” di amanat tersebut saat ini menjelma berupa ”virus Covid-19 serta variannya”.
Jika dianalogikan, tenaga kelaskaran di masa sekarang adalah tenaga medis beserta seluruh pemangku kepentingan dan sukarelawan. Mereka berjibaku menghadapi Covid-19. Adapun alat-alat senjata dan keperluan lainnya berarti peranti kesehatan dan kelengkapannya, termasuk tabung oksigen, konsentrator oksigen, obat-obatan, vaksin, dan seterusnya.
Amanat Panglima Besar Jenderal Sudirman agar tetap teguh kuat, hati-hati, dan waspada pun mesti kita ingat dalam perjuangan melawan pandemi Covid-19 ini. Seruan agar hati-hati dan waspada seperti ini pun dikatakan Presiden Joko Widodo saat meninjau Rumah Sakit Modular Pertamina di Tanjung Duren, Jakarta, awal Juli lalu.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menuturkan, kita patut bersyukur bahwa angka-angka menunjukkan Covid-19 di Jawa dan Bali mulai sedikit menurun. Presiden menuturkan, dirinya setiap hari selalu melihat angka-angka tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR/bed occupancy rate), utamanya di Jakarta.
Pada Jumat pagi, Presiden Jokowi mendapatkan informasi bahwa angka BOR di Wisma Atlet berada pada posisi 25 persen atau turun setelah pada 6-8 minggu lalu berada di sekitar 90 persen. ”Namun, juga kita tetap harus waspada, hati-hati, terus bersiap-siap, berjaga-jaga,” kata Presiden, pekan lalu.
Pesan agar jangan lengah pun disampaikan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito di sesi tanya jawab keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Selasa (10/8/2021), yang juga disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden. Apabila melihat dinamika perubahan level, sebanyak 71 dari 128 kabupaten/kota di Jawa-Bali dan 45 dari 386 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali berada di level 4.
Khusus di Jawa-Bali, dalam seminggu terakhir terdapat 1 kabupaten/kota yang turun dari level 3 ke level 2 dan 26 kabupaten/kota yang turun dari level 4 ke level 3. Adapun untuk wilayah selain Jawa-Bali, dalam seminggu terakhir, terdapat 6 kabupaten/kota yang turun dari level 2 ke level 1 dan 28 kabupaten/kota turun dari level 4 ke level 3.
”Ke depannya, pemerintah berharap hasil evaluasi mingguan ini dapat meningkatkan motivasi di setiap daerah untuk terus meningkatkan kualitas pengendalian Covid-19. Adapun yang telah menunjukkan perkembangan yang baik untuk tidak cepat berpuas diri, tetapi konsisten melakukan pengendalian yang baik,” kata Wiku.
Kehati-hatian dan kewaspadaan memang mesti menyertai dalam perjuangan akbar kemanusiaan saat ini dalam melawan pandemi Covid-19. Apalagi, hingga saat ini penularan Covid-19 masih terus terjadi.
Kolaborasi
Amanat agar berjuang dengan teratur dan jangan sekali-kali bertindak sendiri, seperti disampaikan Jenderal Sudirman di masa perang kemerdekaan dulu, kiranya dapat menginspirasi semua komponen untuk terus berupaya menjalin koordinasi yang terintegrasi dari tingkat pusat hingga daerah dalam menangani pandemi Covid-19 saat ini.
Kebersamaan dalam perang melawan Covid-19 bernilai penting dalam memastikan keberhasilan memenangkannya. Tak terkecuali dalam hal ini adalah sinergi antardaerah dalam upaya mengendalikan lajur penularan Covid-19, menyembuhkan yang sakit, menghindarkan warga dari paparan, dan selanjutnya mengakhiri pandemi.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada awal Agustus 2021 pun menuturkan perlunya koordinasi dan kerja sama secara terintegrasi dari hulu ke hilir antarpemerintah daerah di wilayah aglomerasi untuk bersama menanggulangi pandemi Covid-19. Sebagai wilayah aglomerasi, mobilitas penduduk yang tinggi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) tidak terhindarkan.
Banyak masyarakat yang berdomisili di wilayah sekitar Jakarta tersebut mencari nafkah di Jakarta dan demikian pula sebaliknya. Alhasil, penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek tidak dapat didasarkan pada wilayah administratif semata.
”Penanganan secara program dan data itu harus dilakukan secara terintegrasi dan terpadu melalui koordinasi yang baik antara Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten,” kata Wapres saat memberikan pengarahan kepada seluruh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jabodetabek melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres di Jalan Diponegoro Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (2/8/2021).
Menurut Wapres, apabila penanganan di hulu dapat dilakukan dengan baik, di hilir akan mengikuti. Penanganan dari hulu ke hilir semakin penting diterapkan terlebih dengan ditemukannya varian-varian baru Covid-19, seperti varian Delta dan Kappa. Varian tersebut memiliki kemampuan penularan lebih tinggi dibandingkan varian awal yang terdeteksi.
Pada kesempatan tersebut, Wapres meminta Menteri Dalam Negeri dan seluruh jajaran pimpinan di wilayah aglomerasi Jabodetabek berkoordinasi lebih lanjut. Hal ini agar dalam penanganan pandemi Covid-19 di lapangan tidak terjadi ego kewilayahan. Integrasi program dan data akurat yang baik melalui koordinasi para gubernur diperlukan untuk menangani pandemi Covid-19 di wilayah aglomerasi.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang mengunjungi Puskesmas Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa lalu, selain memantau serta mengevaluasi penanganan Covid-19, juga menyaksikan penyerahan sejumlah bantuan alat tes antigen ke daerah yang stok antigennya mulai menipis.
Moeldoko bersama tim juga mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah Cikalong Wetan untuk meninjau pelayanan Covid-19, ketersediaan ruang isolasi dan generator oksigen, serta pelayanan di ruang gawat darurat melalui ruang kendali.
Membangun sebuah kolaborasi besar, membangun kerja sama, mewujudkan sebuah gotong royong. Itulah yang paling efektif. (Moeldoko)
”Saya ingin sampaikan bahwa penanganan yang paling efektif, selama yang kita lihat, adalah bagaimana keterlibatan seluruh komponen bangsa ini. Termasuk tadi saya lihat dari teman-teman sukarelawan. Ini yang sedang diperlukan sekarang ini. (Yakni) Bagaimana membangun sebuah kolaborasi besar, membangun kerja sama, mewujudkan sebuah gotong royong. Itulah yang paling efektif,” kata Moeldoko seperti ditayangkan kanal Youtube Kantor Staf Presiden, Rabu (11/8/2021).
Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta dan pendiri Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, dalam rilisnya, Rabu, menuturkan, antara lain, permasalahan Covid-19 tidak dapat diselesaikan sendirian oleh pemerintah. Penyelesaian permasalahan Covid-19 memerlukan pelibatan aktif aktor non-pemerintahan, seperti ilmuwan, akademisi, masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat, serta berbagai komunitas dan sukarelawan.
Pelibatan aktif sosial diharapkan memunculkan solidaritas dan kohesi sosial yang tinggi sehingga penanganan Covid-19 menjadi orkestrasi indah dengan serangkaian pelibatan luas masyarakat dalam berbagai dimensi kehidupan. (Achmad Nur Hidayat)
Menurut Achmad Nur, dalam memaknai kemerdekaan di tengah tekanan varian Delta ini, cara pandang pendekatan kebijakan mesti berubah. Pendekatan sentralistis diubah menjadi pelibatan aktif sosial dengan harapan muncul solidaritas dan kohesi sosial yang tinggi. ”Dengan begitu, penanganan Covid-19 menjadi orkestrasi indah dengan serangkaian pelibatan luas masyarakat dalam berbagai dimensi kehidupan,” katanya.