RJ Lino Didakwa Memperkaya Diri Sendiri dan Korporasi Asing
Bekas dirut PT Pelindo II RJ Lino didakwa memperkaya diri sendiri dan korporasi China senilai 1.997.740,23 dollar AS. Ia didakwa melakukan korupsi pengadaan dan pemeliharaan tiga ”crane” untuk pelabuhan selama dua tahun.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas direktur utama PT Perusahaan Pelabuhan Indonesia II (Persero), RJ Lino, didakwa melakukan korupsi pengadaan dan pemeliharaan tiga unit quayside container crane dalam kurun 2009-2011. Perbuatan RJ Lino diduga merugikan negara senilai 1.997.740,23 dollar Amerika Serikat.
Dakwaan itu dibacakan secara bergantian oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Yunarwanto, Ariawan Agustiartono, Nur Haris Arhadi, NN Gina Saraswati, Yoga Pratomo, Riniyati Karnasih, dan Meyer Volmar Simanjuntak, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (9/8/2021), di Jakarta. Sidang dipimpin ketua majelis hakim Rosmina. Terdakwa RJ Lino dan tim kuasa hukumnya hadir langsung di persidangan.
Jaksa Wawan Yunarwanto mengungkapkan, dalam kurun 2009-2011, RJ Lino selaku Dirut PT Pelindo II (Persero) diduga melakukan intervensi dalam pengadaan dan pemeliharaan tiga unit quayside container crane (QCC) dari perusahaan asal China Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd (HDHM). Lino bersama Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II Ferialdy Norlan diduga melakukan kelebihan bayar harga alat berat itu berikut biaya pemeliharaannya sehingga menguntungkan pribadi dan perusahaan rekanan.
Perbuatan itu bertentangan dengan Pasal 2 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN; Pasal 1, Pasal 3 Ayat (2), Pasal 6 Ayat (1) SK Direksi Nomor HK.56/5/10/PI.II-08 tanggal 9 September 2009 tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo II.
”Perbuatan terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau korporasi, yaitu Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd (HDHM) China senilai 1.997.740,23 dollar AS,” ujar Wawan.
Perbuatan terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau korporasi, yaitu Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd (HDHM) China senilai 1.997.740,23 dollar AS.
Penunjukan
Awalnya, pengadaan QCC itu didasarkan pada kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan jasa kepelabuhanan. PT Pelindo II sebelumnya membutuhkan alat berat container crane, tetapi setelah beberapa kali dilakukan pelelangan selalu gagal. Pada April 2009, PT Pelindo II kembali melakukan pengadaan container crane dengan mengubah spesifikasi dari crane bekas menjadi crane baru berkapasitas 40 ton melalui mekanisme pelelangan. Pengadaan dilakukan untuk Pelabuhan Palembang, Panjang, dan Pontianak. Namun, lagi-lagi proses pelelangan itu gagal. PT Pelindo II kemudian melakukan pelelangan ulang dengan menunjuk PT Barata Indonesia.
Pada saat proses negosiasi harga antara PT Pelindo II dan PT Barata Indonesia, RJ Lino diduga memerintahkan untuk menjemput pegawai perusahaan pembuat crane, yaitu HDHM China. Ada dua pegawai HDHM China yang datang ke Jakarta saat itu, yaitu insinyur Tao dan Julia Zhu selaku penerjemah. Setelah kedatangan kedua pegawai itu, terdakwa kemudian memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II Ferialdy Noerlan untuk mendampingi pegawai tersebut survei ke sejumlah pelabuhan yang akan dipasangi container crane.
”Pada saat dilakukan survei PT HDHM China ke sejumlah pelabuhan itu, proses pengadaan QCC sejatinya belum dimulai. Itu bertentangan dengan Peraturan Menteri BUMN dan SK Direksi PT Pelindo II tentang prinsip adil dan wajar dalam pengadaan barang dan jasa,” tutur Wawan.
Intervensi pengadaan
Setahun kemudian, sekitar 18 Januari 2010, Lino menerima laporan hasil proses negosiasi pelelangan umum pengadaan QCC kapasitas 40 ton untuk cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak berikut dengan kontrak pemeliharaan selama 6 tahun. Namun, negosiasi yang dilakukan itu tidak mencapai kesepakatan sehingga PT Barata Indonesia gagal menjadi perusahaan rekanan meski sudah ditunjuk langsung. Lino kemudian memerintahkan agar dilakukan penunjukan langsung kepada HDHM, ZPMC, serta Doosan Korea untuk pengadaan container crane.
Sebagai tindak lanjut dari proses penunjukan langsung itu, PT Pelindo II kemudian menerbitkan surat invitation to tender for supply and installation 3 number container cranes kepada ketiga perusahaan yang telah ditentukan sendiri oleh Lino, yaitu HDHM, ZPMC, dan Doosan Korea. Terdakwa juga mengatur dasar hukum penunjukan langsung kepada tiga perusahaan asing tersebut. Dasar hukum dibuat melalui SK Direksi Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 tahun 2009. Dengan dasar hukum baru itu, PT Pelindo II dimungkinkan untuk mengundang penyedia barang/jasa dari luar negeri untuk pengadaan QCC sehingga proses tidak lagi menggunakan produksi dalam negeri.
Dari ketiga perusahaan yang ditunjuk langsung, akhirnya yang dipilih untuk mengadakan QCC adalah HDHM karena harganya lebih murah. Padahal, spesifikasi container crane yang diajukan berbeda dari kebutuhan awal. HDHM menawarkan twin lift QCC berkapasitas 50 ton. Padahal, yang dibutuhkan untuk tiga pelabuhan terkait adalah single lift QCC kapasitas 40 ton. Hanya karena harga yang ditawarkan lebih murah, kemudian pengadaan diubah menjadi twin lift QCC kapasitas 50 ton.
Setelah keputusan itu, PT Pelindo II juga melakukan evaluasi harga, klarifikasi teknis, dan negosiasi harga terhadap penawaran QCC berkapasitas 50 ton oleh pihak HDHM. Hasilnya, HDHM dianggap tidak memiliki pengalaman mengekspor QCC, tetapi pernah mengekspor rail mounted gantry cane (RMGC) ke Perancis. HDHM juga dinyatakan tidak memenuhi persyaratan teknis karena produk yang ditawarkan adalah standar China.
”Meskipun perusahaan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan teknis, terdakwa berkeinginan agar PT Pelindo II tetap menggunakan QCC model twin lift dari HDHM. Padahal, twin lift QCC tidak cocok untuk pelabuhan Palembang dan Pontianak,” kata Gina Saraswati.
Saya sudah mendengar (dakwaan) dan akan mengajukan eksepsi. Saya mohon izin agar bisa berkomunikasi dengan pengacara saya.
Akibat intervensi terdakwa dalam pengadaan QCC itu, PT Pelindo II mendapatkan produk twin lift QCC dengan harga yang tidak wajar. Harga wajar twin lift QCC adalah 13,57 juta dollar AS. Adapun pihak HDHM menagih kepada PT Pelindo senilai 15,165 juta dollar AS untuk pengadaan twin lift QCC dan biaya pemeliharaan selama lima tahun. Harga itu lebih mahal 1,974 juta dollar AS dibandingkan dengan harga wajar hasil perhitungan akuntan forensik Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.
Total dugaan kerugian negara yang diakibatkan dari perbuatan RJ Lino adalah 1,997 juta dollar AS. Kerugian itu terjadi akibat pengadaan twin lift QCC senilai 1,974 juta dollar AS dan jasa pemeliharaan senilai 22.828 dollar AS.
Lino ingin bicara dengan pengacara
Akibat perbuataanya itu, RJ Lino didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Atau, Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Selanjutnya, tim JPU KPK akan membuktikan dakwaannya dalam pemeriksaan persidangan. Atas dakwaan itu, RJ Lino akan mengajukan nota pembelaan (eksepsi) pribadi.
”Saya sudah mendengar (dakwaan) dan akan mengajukan eksepsi. Saya mohon izin agar bisa berkomunikasi dengan pengacara saya,” ujar RJ Lino kepada majelis hakim.