Vonis Joko Tjandra dan Pinangki Jadi Pertimbangan Gugurkan Calon Hakim Agung
Vonis hakim di PT DKI Jakarta yang meringankan hukuman Joko Tjandra dan Pinangki Sirna Malasari jadi salah satu pertimbangan KY saat menggugurkan salah satu anggota majelis hakim itu dalam seleksi calon hakim agung.
Oleh
susana rita
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Salah satu anggota majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara banding Pinangki Sirna Malasari dan Joko S Tjandra tidak lolos dalam seleksi calon hakim agung tahun 2021 di Komisi Yudisial. Salah satu pertimbangannya, vonis majelis hakim banding perkara Pinangki dan Joko yang meringankan hukuman keduanya.
Hakim dimaksud, Reny Halida Ilham Malik, hakim ad hoc tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara KY, Miko Ginting, saat dihubungi pada Minggu (1/8/2021).
”Tentu menjadi salah satu pertimbangan dalam seleksi. Selain bahwa beberapa catatan yang muncul, baik yang dalam seleksi ini maupun beberapa seleksi yang lalu. Sebagaimana diketahui, yang bersangkutan sudah berkali-kali mengikuti seleksi calon hakim agung di KY,” ujar Miko.
Miko tidak mengungkap lebih jauh tentang hal tersebut. Ia mengatakan bahwa alasan spesifik tidak lolosnya Renny Halida menjadi materi dalam seleksi.
”Namun, yang pasti, seleksi tahap III ini meliputi aspek kesehatan dan kepribadian. Aspek kepribadian sendiri meliputi kompetensi, rekam jejak, dan masukan dari masyarakat,” ujarnya. Selain Renny, KY juga tidak meloloskan 20 calon hakim agung lainnya.
Sebelum mengikuti seleksi calon hakim agung pada 2021, Reny juga mengikuti seleksi calon hakim agung di KY pada 2017, 2019, dan 2020.
Pada 14 Juni 2021, majelis hakim di PT DKI Jakarta yang diketuai M Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny mengurangi hukuman Pinangki dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara. Salah satu pertimbangan pengurangan hukuman tersebut adalah Pinangki merupakan seorang ibu dari anak yang masih berusia balita (4 tahun) yang layak diberi kesempatan mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa tumbuh kembang. Pinangki selaku perempuan juga dinilai harus mendapat perlindungan dan diperlakukan adil.
Selain dalam perkara Pinangki, Renny tergabung dalam majelis hakim di PT DKI yang memeriksa dan mengadili Joko Tjandra pada perkara suap terkait penghapusan namanya dari daftar pencarian orang (DPO) dan permufakatan jahat untuk memperoleh fatwa bebas. Majelis hakim memotong satu tahun hukuman penjara Joko menjadi tinggal 3,5 tahun penjara. Pertimbangan meringankan yang digunakan hakim dinilai sejumlah kalangan tidak tepat. Pertimbangan dimaksud, Joko saat ini telah menjalani pidana penjara berdasarkan putusan MA dalam kasus korupsi Bank Bali dan telah menyerahkan dana yang ada dalam escrow account atas nama rekening Bank Bali qq PT Era Giat Prima milik Joko Tjandra senilai Rp 546,47 miliar.
Jaga Adhyaksa dalam siaran persnya menuntut Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi hukuman Joko S Tjandra dari 4,5 tahun menjadi 3,5 tahun penjara. Kasasi penting dilakukan demi kepentingan umum.
Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Jaga Adhyaksa, David Sitorus, mengungkapkan, sudah saatnya memberi ultimatum kepada Jaksa Agung agar tidak bermain-main dengan kepentingan hukum dan ketenteraman umum. Jaksa Agung diharapkan tidak mengulur-ulur waktu untuk memutuskan apakah akan kasasi atau tidak dalam kasus Joko Tjandra.
Adapun dalam perkara Pinangki, Jaga Adhyaksa meminta jaksa melakukan kasasi demi kepentingan hukum. Kasasi demi kepentingan hukum adalah upaya hukum luar biasa terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap oleh pengadilan selain putusan Mahkamah Agung.
Pasal 259 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memungkinkan dilakukannya upaya hukum tersebut. Disebutkan, ”Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.”
Jaga Adhyaksa juga menyoroti keistimewaan-keistimewaan yang diberikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perkara Joko Tjandra.
David mencontohkan, para pelaku permufakatan jahat dalam kasus fatwa bebas MA, yaitu Pinangki, Joko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking, yang sering mendapat keistimewaan. Anita Kolopaking hanya dijerat dalam kasus pemalsuan surat. Kemudian, Pinangki hanya dituntut 4 tahun dan tidak ada kasasi dari jaksa ketika Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mendiskon hukumannya.
Bahkan, hingga kini, Pinangki belum dieksekusi ke lembaga pemasyarakatan. Padahal, berdasarkan nota kesepahaman antara Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kepolisian Negara RI, dan Kejaksaan Agung (Kejagung) tentang Pengelolaan Cabang Rumah Tahanan Negara di Luar Kementerian Hukum dan HAM Tahun 2011 disebutkan pada Pasal 4 Ayat (7) poin c bahwa penempatan tahanan di cabang Rutan Kejaksaan RI dibatasi sampai perkaranya dilimpahkan ke pengadilan.
Pinangki sampai perkaranya telah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap belum juga dieksekusi dan tetap ditahan di rutan Kejagung.