Kekurangan Hakim Tipikor Belum Terjawab, MA Kini Krisis Hakim Pajak
Meski tak memiliki hakim agung tata usaha negara khusus pajak, Mahkamah Agung atau MA mengklaim penanganan perkara pajak tak terbengkalai. Perkara-perkara pajak kini ditangani enam hakim agung tata usaha negara di MA.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak hanya kekurangan hakim ad hoc tindak pidana korupsi untuk menangani perkara korupsi di tingkat kasasi dan peninjauan kembali, Mahkamah Agung kini krisis hakim agung tata usaha negara khusus pajak. Satu-satunya hakim khusus pajak sudah pensiun. Adapun calon penggantinya tidak lolos seleksi calon hakim agung oleh Komisi Yudisial.
Satu-satunya hakim agung tata usaha negara (TUN) khusus pajak di Mahkamah Agung (MA) yang pensiun beberapa bulan lalu adalah Hary Djatmiko. Untuk mengatasi problem ini, MA sebenarnya telah mengajukan kebutuhan dua hakim agung TUN khusus pajak kepada Komisi Yudisial (KY). Namun, dalam seleksi calon hakim agung oleh KY beberapa waktu lalu, tak ada satu pun calon hakim TUN pajak yang lolos pada tahapan seleksi kesehatan, kepribadian, dan penelusuran rekam jejak.
Juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, saat dihubungi, Minggu (1/8/2021), mengatakan, dengan tak adanya hakim agung TUN khusus pajak, penanganan perkara pajak di MA ditangani oleh enam hakim TUN di MA, yaitu Supandi, Yulius, Irfan Fachruddin, Is Sudaryono, Yosran, dan Yodi Martono W.
”Penanganan perkara pajak kami optimalkan dengan majelis hakim yang ada di kamar TUN MA. Penanganan perkara pajak tidak ada masalah dan persidangannya berjalan lancar,” kata Andi.
Berdasarkan data di laporan akhir tahun MA tahun 2020, jumlah perkara peninjauan kembali sengketa pajak yang masuk 5.313 perkara. Perkara itu meningkat 16,06 persen dibandingkan dengan tahun 2019 yang hanya 4.578 perkara. Adapun di tingkat kasasi, perkara pajak yang masuk hanya sedikit, yaitu lima perkara.
Perkara terbengkalai
Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa AH Maftuchan khawatir, krisis hakim agung TUN khusus pajak ini akan berimbas pada terbengkalainya perkara-perkara pajak. Kepastian hukum di bidang pajak juga bisa jauh panggang dari api.
Menurut dia, kasus-kasus pajak yang ditangani hakim adalah perkara yang rumit dan terkadang lintas negara. Tanpa ada hakim TUN khusus pajak yang kompeten, penanganan perkara berpotensi kurang optimal.
Juru bicara Komisi Yudisial, Miko Ginting, mengatakan, pelamar untuk hakim agung TUN khusus pajak tidak memiliki kompetensi di bidang pajak. Sebagian besar pelamar hanya memiliki kompetensi tata usaha negara. Karena itu, para pelamar tidak diloloskan dalam seleksi oleh KY.
Menurut dia, KY dan MA sudah lama menaruh perhatian pada kebutuhan hakim agung TUN khusus pajak di MA. Yang jadi problem, ada kendala dari sisi kompetensi dan syarat hakim yang diatur di undang-undang.
Dalam Undang-Undang MA diatur bahwa salah satu syarat untuk menjadi hakim agung dari jalur karier adalah magister hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian di bidang hukum dan pengalaman minimal 20 tahun menjadi hakim. Adapun dari jalur nonkarier adalah doktor atau magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian di bidang hukum dan berpengalaman dalam profesi hukum atau akademisi hukum paling sedikit 20 tahun.
”Syarat CHA (calon hakim agung) dari jalur karier maupun nonkarier ini sering tidak terpenuhi karena CHA untuk pajak kebanyakan tidak punya gelar sarjana hukum, tetapi diploma-IV bidang perpajakan. Syarat pengalaman di bidang hukum juga tidak terpenuhi karena para calon banyak yang tidak berpengalaman spesifik di bidang hukum pajak,” kata Miko.
KY dan MA telah berkomunikasi untuk mengatasi problem itu. Menurut Miko, ke depan, KY akan lebih pro aktif meminta pengajuan kembali kebutuhan hakim agung TUN pajak dari MA agar KY bisa menggelar seleksi kembali. KY dan MA juga akan bersama-sama memperluas sosialisasi dan menjemput bola ke kampus, Kementerian Keuangan, dan sumber lainnya untuk mendorong lebih banyak calon pelamar. Pelamar diharapkan adalah orang yang memiliki kualitas di bidang hukum perpajakan.