Seusai anggota DPR ramai-ramai tolak fasilitas isoman, Ketua DPR Puan Maharani ikut menolak. Ia minta Sekjen DPR evaluasi lagi rencana penyediaan fasilitas itu. Sekjen DPR Indra Iskandar diminta ikuti keinginan publik.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menyusul sikap dari sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terlebih dahulu menolak program fasilitas isolasi mandiri atau isoman di hotel bintang tiga di Jakarta, Ketua DPR Puan Maharani pun akhirnya menyatakan sikap serupa. Atas penolakan itu, Sekretaris Jenderal DPR akan mengevaluasi program tersebut. Anggota dan pimpinan DPR diminta mengawal sikap penolakan itu.
Puan Maharani mengatakan, dirinya meminta Sekretariat Jenderal DPR untuk mengevaluasi kembali rencana penyediaan fasilitas isolasi terpusat pasien Covid-19 yang berasal dari lingkungan DPR. Menurut dia, fasilitas isolasi mandiri di hotel tersebut belum diperlukan.
”Melihat kondisi saat ini, penyediaan fasilitas isolasi terpusat khusus karyawan, perangkat, ataupun anggota DPR belum perlu dilakukan,” kata Puan melalui keterangan tertulis, Jumat (30/7/2021).
Oleh sebab itu, ia meminta Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar untuk segera berkoordinasi dengan Satgas Covid-19, fasilitas kesehatan, dan fasilitas umum lain yang menyediakan isolasi terpusat. Hal ini untuk mengantisipasi kebutuhan layanan kesehatan dari pasien Covid-19 yang sehari-hari bekerja di DPR.
”Jadi, kalau ada pasien Covid-19 dari karyawan, perangkat, ataupun anggota DPR yang mengalami perburukan kondisi, bisa segera teratasi,” ujar Puan.
Selain Puan, penolakan juga disampaikan oleh sejumlah anggota DPR lain. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini mengatakan, fraksi PKS menolak fasilitas hotel untuk isoman anggota DPR. Fraksi PKS meminta agar Sekjen DPR memfungsikan fasilitas yang dimiliki DPR, seperti Wisma DPR di Kopo, Bogor, atau fasilitas milik DPR lainnya untuk isoman.
Melihat kondisi saat ini, penyediaan fasilitas isolasi terpusat khusus karyawan, perangkat, ataupun anggota DPR belum perlu dilakukan. (Puan Maharani)
Fasilitas itu tidak hanya digunakan oleh anggota dan pegawai DPR, tetapi juga terbuka untuk masyarakat yang membutuhkan tempat isolasi mandiri. ”Mari kita bantu dan berempati kepada warga masyarakat yang sedang mengalami kesulitan, terutama yang terpapar Covid-19,” katanya.
Sebelumnya, beredar pemberitahuan soal pemberian fasilitas isolasi mandiri di hotel bagi anggota DPR yang terpapar Covid-19 dalam surat dari Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar tertanggal 26 Juli 2021. DPR bekerja sama dengan sejumlah hotel menyediakan fasilitas isolasi mandiri bagi anggota DPR yang terpapar Covid-19, baik yang tak mengalami gejala maupun yang bergejala ringan.
Ada dua hotel yang bekerja sama dengan DPR, yakni Hotel Ibis di Grogol dan Hotel Oasis di Atrium Senen. Dalam paket fasilitas isolasi mandiri itu, anggota DPR akan mendapat layanan pemeriksaan dokter, vitamin tiga kali sehari, makan tiga kali sehari, serta layanan tes usap PCR dan tes antigen. Segala fasilitas yang diterima dalam isolasi mandiri di hotel itu akan ditanggung oleh negara (Kompas, 28/7/2021).
Ketua Fraksi Partai Nasdem Ahmad Ali mengatakan, fraksinya secara tegas menolak fasilitas isolasi mandiri di hotel bintang tiga. ”Menurut kami, kebijakan tersebut berlebihan, mengingat saat ini tidak sedikit masyarakat bawah yang kesulitan memperoleh layanan kesehatan. Akan lebih tepat jika fasilitas tersebut dialokasikan untuk kalangan rakyat bawah,” katanya.
Ali mengatakan, Fraksi Partai Nasdem mengajak semua pihak untuk berempati terhadap mereka yang penuh keterbatasan di tengah kondisi pandemi saat ini. Nasdem memandang, para anggota Dewan bisa mengurus dirinya sendiri beserta keluarga untuk membiayai sendiri isolasi mandiri.
Anggota DPR dari Fraksi Nasdem yang juga penyintas Covid-19, Saan Mustopa, mengatakan, isolasi mandiri di rumah masing-masing lebih nyaman dibandingkan dengan jika isolasi di hotel. Sebab, ruang gerak di hotel terbatas dan bisa membuat tamu hotel lain khawatir terhadap penularan. Ia pun yakin sebagian besar anggota DPR akan memilih isoman di rumah seperti dirinya.
”Isoman di rumah lebih nyaman dan tenang dibandingkan dengan di hotel. Ruang di rumah lebih luas untuk aktivitas seperti olahraga dan berjemur guna membantu mempercepat pemulihan. Ini sulit dilakukan di hotel yang ruangannya terbatas,” kata Saan yang dinyatakan positif Covid-19 pada 28 Juni lalu.
Isoman di rumah lebih nyaman dan tenang daripada di hotel. Ruang di rumah lebih luas untuk aktivitas seperti olahraga dan berjemur untuk membantu mempercepat pemulihan. Ini sulit dilakukan di hotel yang ruangannya terbatas.
Dibandingkan dengan menyewa hotel untuk isoman anggota DPR, menurut dia, anggaran bisa dialihkan untuk program vaksinasi. DPR sebagai lembaga bisa melaksanakan vaksinasi bagi masyarakat umum sehingga anggaran yang dikeluarkan bisa lebih dirasakan manfaatnya untuk masyarakat.
Atas penolakan dari pimpinan dan anggota DPR, Sekjen DPR Indra Iskandar akan mengevaluasi program isoman tersebut. Sementara ini pihaknya masih menyiapkan Wisma DPR di Kopo sebagai tempat isolasi mandiri berkapasitas 50 orang agar nyaman digunakan. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk perhatian kepada orang-orang yang bekerja di lingkungan DPR saat terpapar Covid-19.
”Kalau publik menilainya berbeda, kami akan ikuti. Sebab, dana untuk isoman di hotel pun belum dianggarkan. Bahkan, ada refocusing anggaran hingga Rp 178 miliar,” ucapnya.
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wasisto Raharjo Jati, mengatakan, Sekjen DPR semestinya mengikuti mayoritas anggota DPR yang menolak program itu. Apalagi pimpinan DPR pun menyatakan penolakan serupa. ”Kalau ada manuver pribadi justru menimbulkan kecaman publik,” katanya.
Di sisi lain, pimpinan dan anggota DPR perlu memastikan penolakan mereka dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR. Sebab, jika program ini berlanjut, kredibilitas DPR bisa makin merosot, bahkan bisa dilabeli sebagai lembaga yang tidak pro rakyat. Sebab, dalam kondisi krisis dan rakyat kesusahan, DPR terus merasa lebih superior dengan menikmati fasilitas-fasilitas berlebih.
”Saya pikir adanya fasilitas hotel tersebut adalah ekspresi sikap intoleran dan egois dari anggota DPR. Sebab, di masa pandemi ini, semua orang itu sama rata dan sama rasa,” tuturnya.
Sebagai pejabat yang diamanati suara dari banyak orang, lanjut Wasisto, seharusnya anggota DPR berada di tengah masyarakat. Mereka seharusnya hadir membantu dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh publik selama pandemi ini. Bukan sebaliknya, merasa istimewa dengan jabatan sekarang.
”Taruhannya adalah elektabilitas di Pemilu Legislatif 2024 kalau, misalnya, masih ingin terpilih kembali. Sebab, ingatan publik terhadap aksi mereka saat pandemi akan membekas di benak pemilih. Mereka akan tahu persis siapa politisi yang berpihak dan berseberangan dengan kondisi masyarakat,” ujar Wasisto.