Diduga Rugikan Negara Rp 62,83 M, Eks Pegawai Bakamla Dituntut Empat Tahun Penjara
Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan ”backbone coastal surveillance system” (BCSS) di Badan Keamanan Laut (Bakamla) telah membuat negara mengalami kerugian hingga Rp 63,82 miliar.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua bekas pegawai Badan Keamanan Laut (Bakamla), Leni Marlena dan Juli Amar Ma’ruf, dituntut empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Jaksa penuntut Umum meyakini keduanya melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama yang merugikan negara senilai Rp 63,82 miliar dalam proyek pengadaan backbone coastal surveillance system (BCSS) di Bakamla.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang secara daring di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, (26/7/2021). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani. Adapun terdakwa Leni dan Juli mengikuti persidangan secara daring dari ruang tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jaksa Penuntut Umum KPK Sisca Carolina Karubun mengatakan, Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Leni bersama-sama dengan Koordinator Pokja ULP Bakamla, Juli Amar Ma’ruf, telah melakukan perbuatan melawan hukum melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam pengadaan BCSS di Bakamla tahun anggaran 2016. Atas perbuatannya itu, Leni dan Juli memperkaya Direktur PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno sebesar Rp 60 miliar. Selain itu, perbuatan mereka juga memperkaya Staf Ahli Kepala Bakamla Ali Fahmi senilai Rp 3,5 miliar.
”Perbuatan itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 63,82 miliar,” ujar Sisca.
Sebelumnya, dalam sidang dakwaan disebutkan, Leni ditunjuk sebagai Ketua ULP dan Juli Amar Ma’ruf sebagai Koordinator Pokja ULP pada 16 Juni 2016. Setelah penunjukan itu, Leni dipanggil oleh Safsus Kepala Bakamla Arie Soedewo yang bernama Ali Fahmi untuk proyek pengadaan BCSS. Leni juga dikenalkan dengan pengusaha Rahardjo Pratjihno melalui relasi Ali Fahmi. Saat itu, pagu anggaran proyek BCSS di Bakamla sekitar Rp 400 miliar.
Perbuatan itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 63,82 miliar.
Kepala Bakamla Arie Soedewo kemudian meminta PT CMI Teknologi agar bisa menjadi pemenang proyek pengadaan BCSS tersebut. Arie memerintahkan agar dilakukan mekanisme lelang seperti biasa, tetapi diatur agar pemenangnya adalah PT CMI Teknologi. Leni dan Juli kemudian mengatur bagaimana cara untuk mengunci spesifikasi barang dalam Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) Pengadaan.
”Juli Amar Ma’ruf menetapkan sistem pelelangan dengan metode pascakualifikasi sistem gugur. Padahal, pengadaan BCSS itu termasuk pekerjaan kompleks. Kemudian PT CMI keluar sebagai pemenang lelang,” kata Jaksa Kresno Anto Wibowo.
Dari pagu anggaran Rp 400 miliar, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hanya menyetujui alokasi Rp 170 miliar untuk proyek BCSS. Kemudian, PT CMI dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakamla Bambang Udoyo menandatangani kontrak dengan nilai pekerjaan Rp 170 miliar. Namun, pada akhirnya proyek hanya dibayar senilai Rp 134 miliar. Karena berhasil memenangkan proyek BCSS Bakamla, Rahardjo kemudian memberikan komitmen fee kepada Ali Fahmi melalui perantara Hardy Stefanus senilai Rp 3,5 miliar. Fee diberikan dalam bentuk cek Bank Mandiri pada akhir Oktober 2016.
Temuan JPU, kontrak proyek BCSS itu juga tidak disertai penjelasan kualitas hasil keluaran yang dikehendaki Bakamla selaku pengguna. Kontrak hanya menjelaskan tentang rincian barang sebagaimana bentuk kontrak harga satuan. Alhasil, dari nilai proyek yang dibayarkan senilai Rp 134 miliar, nilai pekerjaan yang dilakukan hanya Rp 70,5 miliar. Proyek BSCC Bakamla itu merugikan negara senilai Rp 63,82 miliar. (DEA)