Indonesia Butuh Pemimpin Alternatif, Kader PKB Diminta Tingkatkan Kompetensi
PKB menjadi kekuatan pendorong pemerintah untuk memastikan keberhasilan dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa, termasuk pandemi Covid-19. Sebab, kegagalan pemerintah juga akan berdampak pada PKB sebagai pendukung.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan teknologi informasi telah mengubah kehidupan manusia secara mendasar, begitu pula tantangan yang dihadapi bangsa di masa depan. Pada era baru itu, Indonesia membutuhkan alternatif pemimpin yang siap memperbaiki negara di tengah tantangan sulit yang tak pernah terbayangkan, seperti pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meminta seluruh kader partai untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi agar dapat mengampu jabatan publik. Kader PKB harus menyiapkan kemampuan sejak dini untuk bisa menjadi pemimpin di era yang sudah berubah.
”Kita mungkin adalah kekuatan terakhir yang bisa dituntut untuk memperbaiki keadaan. The last man, the last woman, di era sulit dan benar-benar tidak ada solusi hari-hari ini dan mungkin di masa yang akan datang,” kata Muhaimin saat menyampaikan pidato politik dalam acara Doa dan Syukur 23 Tahun PKB, Jumat (23/7/2021) malam.
Dalam acara yang digelar secara hibrida itu, Muhaimin hadir secara daring. Begitu juga Ketua Dewan Syuro PKB Dimyati Rois dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sekaligus salah satu pendiri PKB, Said Aqil Siroj.
Kita mungkin adalah kekuatan terakhir yang bisa dituntut untuk memperbaiki keadaan. The last man, the last woman, di era sulit dan benar-benar tidak ada solusi hari-hari ini dan mungkin di masa yang akan datang.
Di Kantor DPP PKB di Jakarta, hadir secara langsung di antaranya Wakil Ketua Dewan Syuro PKB Manarul Hidayat, Sekretaris Dewan Syuro PKB Saifullah Ma’shum, dan Sekretaris Jenderal PKB M Hasanuddin Wahid. Hadir pula Ketua DPP PKB Fathan Subhki, Cucun Ahmad Syamsurijal, Nihayatul Wafiroh, dan sejumlah pengurus DPP lainnya, antara lain Bambang Susanto dan Nadhifah.
Perbaikan keadaan itu, kata Muhaimin, bisa dilakukan jika PKB memenangi Pemilu 2024. Merujuk hasil survei berbagai lembaga, PKB mengklaim telah keluar dari kelompok partai papan tengah dan masuk jajaran tiga partai terbesar.
Menurut dia, capaian itu merupakan hasil kerja kader yang berkomitmen kepada partai, bangsa, dan negara. Selama ini, produk politik yang dihasilkan PKB dinilai sudah berdaya guna untuk masyarakat. Namun, itu semua perlu terus diuji dan dipantau untuk memastikan pihaknya bisa hadir sebagai solusi atas berbagai permasalahan bangsa.
Penyeimbang
Muhaimin mengungkapkan, sebagai anggota koalisi pemerintah, PKB ingin hadir sebagai penyeimbang. Ketika pemerintah kesulitan menghadapi pandemi Covid-19, PKB harus menjadi kekuatan pendorong untuk memastikan keberhasilan penanganan pandemi. Sebab, kegagalan pemerintah juga akan berdampak pada kegagalan partai.
Namun, PKB juga memberikan masukan dengan meminta pemerintah mengubah strategi penanganan Covid-19 dengan lebih banyak melibatkan masyarakat. Sebab, pengendalian pandemi akan lebih mudah jika semua elemen masyarakat dilibatkan.
Selama lebih dari satu tahun, pemerintah mencurahkan sebagian besar energi dan anggaran untuk menangani Covid-19. Namun, menurut Muhaimin, kerja keras itu memiliki kelemahan besar, yakni minimnya partisipasi masyarakat. Pemerintah seolah berperan sebagai aktor tunggal yang mengambil semua porsi penanganan pandemi.
”Pada kesempatan ini, saya mengajak masyarakat proaktif mengambil peran ketika pemerintah tidak berdaya. Di sisi lain, pemerintah juga harus merevisi strategi. Sejak awal yang memimpin (penanganan pandemi Covid-19) adalah BNPB, tetapi sejak awal pula BNPB tidak memiliki desain pelibatan masyarakat,” tuturnya.
PKB mengajak masyarakat untuk berinisiatif mengambil peran dalam penanganan pandemi Covid-19. Tanpa partisipasi publik, upaya untuk menanggulangi persebaran virus korona sulit untuk dioptimalkan.
Teladani Soekarno
Muhaimin melanjutkan, pemerintah hendaknya meneladani langkah Presiden Soekarno saat menghadapi upaya invasi tentara sekutu pimpinan AWS Mallaby pada Oktober 1945. Saat itu, Soekarno menemui KH Hasyim Asy’ari untuk meminta pendapat dan fatwa agar ulama mengeluarkan dasar hukum untuk masyarakat ikut serta dalam perjuangan melawan penjajah. Diketahui, permintaan itu menghasilkan Resolusi Jihad yang menggerakkan perlawanan rakyat guna mempertahankan kemerdekaan.
Tanpa keterlibatan masyarakat, kata Muhaimin, penanganan pandemi bisa gagal. Contohnya, hingga saat ini capaian vaksinasi Covid-19 belum memenuhi target. Elemen masyarakat baru diajak berpartisipasi menyelenggarakan vaksinasi dalam beberapa waktu terakhir.
Akibatnya, Indonesia cenderung tertinggal dari negara-negara lain. Di negara lain, kasus positif sudah bisa ditekan. Mereka juga sudah bisa menyelenggarakan berbagai agenda massal. ”Cara untuk mengejar ini adalah mempercepat vaksinasi dengan melibatkan semua kekuatan,” ujar Muhaimin.
Hari ini, kata Muhaimin, PKB menggelar vaksinasi di kantor DPP dan beberapa kantor cabang. Meski skalanya kecil, agenda ini menjadi simbol dan dorongan kepada semua kelompok masyarakat untuk terus bergerak membantu penanganan pandemi Covid-19.
Said Aqil Siroj sepakat, selama ini pelibatan masyarakat dalam penanganan pandemi Covid-19 belum optimal. Bahkan, selama satu tahun NU tidak dilibatkan atau diajak berdiskusi oleh pemerintah terkait pandemi. Baru beberapa bulan terakhir, organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia ini diajak untuk ikut serta menggelar vaksinasi Covid-19.
Mari PKB dan NU sama-sama memberi kesadaran kepada para kiai dan masyarakat NU yang belum percaya Covid-19. Ini berkejaran dengan waktu, memasuki era 4.0, kita dituntut untuk bergerak lebih cepat.
Padahal, keterlibatan masyarakat penting untuk menuntaskan sejumlah permasalahan selama pandemi. Said Aqil mencontohkan, hingga saat ini masih ada ulama NU yang tidak percaya pada virus korona. Sebagian juga masih menganggap bahwa vaksinasi adalah upaya pembunuhan massal yang dilakukan oleh pihak tertentu.
Menurut dia, hal ini memprihatinkan sekaligus bisa membahayakan masyarakat. Ia pun meminta PKB untuk turut membantu menyebarkan pemahaman berbasis ilmu pengetahuan kepada masyarakat dan para tokoh agama. ”Mari PKB dan NU sama-sama memberi kesadaran kepada para kiai dan masyarakat NU yang belum percaya Covid-19. Ini berkejaran dengan waktu, memasuki era 4.0, kita dituntut untuk bergerak lebih cepat,” kata Said Aqil.
Partai dewasa
Dalam kesempatan itu, Said Aqil juga menyampaikan, usia 23 tahun tergolong muda untuk sebuah partai. Namun, bagi PKB yang dilahirkan dari rahim NU yang sudah berusia 95 tahun, semestinya saat ini sudah menjadi partai yang dewasa.
Untuk itu, PKB harus terus memperkuat soliditas dengan NU. Ketegangan antara pengurus PKB dan NU di beberapa daerah perlu diselesaikan. Kedua belah pihak semestinya bergandengan tangan untuk menghadapi Pemilu 2024. ”PKB bisa lebih sukses pada 2024, minimal ranking kedua atau ketiga. Syaratnya, antara NU dan PKB harus dibangun hubungan yang harmonis dari pengurus ranting, cabang, daerah, sampai pusat,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, PKB memiliki kesempatan yang sama dengan partai lain, misalnya Gerindra dan Golkar. PKB pun diuntungkan karena memiliki kedekatan dengan NU. Hubungan itu juga dijaga dengan baik secara organisasi.
Lebih jauh dari itu, menurut Aditya, parpol juga membutuhkan figur yang kuat. ”PKB tentu memahami bahwa (kemenangan bisa diraih) bukan hanya mengandalkan organ partai, melainkan juga figur partai,” kata Aditya.